TERTIPU DENGAN HARTA SENDIRI
Oleh : Azwir B. Chaniago
Diantara nikmat yang Allah berikan kepada hamba hamba-Nya
adalah rizki berupa harta. Ada yang mendapat sedikit, ada yang mendapat banyak
bahkan berlimpah, lebih dari cukup. Ketahuilah bahwa Allah melebihkan seseorang
dari yang lain dengan hikmah-Nya yang sempurna.
Terhadap rizki yang diberikan Allah wajiblah bagi seorang
hamba untuk bersyukur. Ibnu Mas’ud, seorang sahabat yang mulia, pernah
mengingatkan bahwa bersyukur akan mendatangkan minimal dua manfaat : Pertama
untuk mempertahankan nikmat yang telah ada pada kita. Kedua : Untuk
mengundang datangnya nikmat nikmat yang baru
sebagai tambahan. Tambahan yang dimaksud bisa berupa jumlahnya, jenisnya
dan juga berkahnya. Allah Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya, jika kamu
bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat-Ku) kepadamu” (Q.S
Ibrahim ayat 7).
Salah satu tanda bersyukur atas harta adalah dengan
menggunakannya untuk ketaatan kepada Allah yaitu dengan menggunakannya untuk
segala sesuatu yang Allah Subhanahu wa
Ta’ala ridha.
Sungguh sangatlah banyak hamba hamba Allah yang telah
berusaha membelanjakan hartanya di jalan
Allah. Dan semuanya tentu akan
menjadi amal shalih baginya jika dia membelanjakan dengan ikhlas untuk mencari
ridha Allah semata.
Allah berfirman : “Innamaa nut’imukum li wajhillahi, Laa
nuriidu minkum jazaa-an walaa syukuuraa”. Sesungguhnya kami memberikan
makanan kepadamu hanyalah karena mengharap keridhaan Allah. Kami tidak
mengharapkan balasan dan terima kasih dari kamu. (Q.S al Insaan 9).
Namun demikian adapula yang mendapat nikmat rizki berupa
harta tapi terkadang disadari atau tidak dia tertipu dengan harta,
diantaranya adalah :
Pertama : Orang yang hartanya membuat dia
lelah dan kepayahan. Dia sibuk mengumpulkan harta. Sibuk memelihara, menjaga
dan menghitung hitung harta. Sibuk dan kepayahan dalam berusaha bagaimana agar
hartanya selalu bisa berkembang dan beranak pinak. Orang seperti ini telah
tertipu dengan harta karena sebenarnya bukan dia yang mengendalikan hartanya
tapi hartanya yang mengendalikan dia. Disebabkan harta telah mengendalikan
dirinya maka sering dia terlalai dari memenuhi hak Allah, memenuhi hak dirinya,
hak istri dan anaknya serta hak yang lainnya.
Kedua : Diantara manusia yang tertipu
dengan hartanya adalah orang sangat pelit untuk membelajakan hartanya dijalan
Allah padahal itu adalah amal shalih dan
bekalnya baginya di yaumil akhir nanti. Dia mungkin menyadari bahwa seorang
hamba butuh bekal untuk menghadapi hari akhir yang pasti datang tapi dia tetap
berat untuk mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Dia merasa tidak nyaman kalau
hartanya secara fisik berkurang jumlahnya.
Lalu dia rajin melakukan amal amalan shalih yang lainnya.
Dia melakukan shalat wajib dan
melengkapinya dengan shalat sunat, rajin berpuasa, berdoa, berdzikir bahkan
mengkhatamkan al Qur an. Mungkin orang ini beranggapan bahwa dengan banyak
melakukan amal shalih tanpa harus mengeluarkan harta di jalan Allah itu sudah
cukup sebagai bekalnya.
Orang ini sebenarnya telah tertipu dengan harta.
Dia sepertinya tidak atau belum mengetahui bahwa hartanya akan ditanya dari
mana dia mendapatkan dan kemana telah dibelanjakan.
Ketiga : Diantara manusia yang tertipu dengan harta adalah
orang yang bersemangat membelanjakan hartanya di jalan Allah seperti membangun
masjid, membangun gedung gedung pesantren dan apa saja yang secara fisik
terlihat dengan jelas dimata orang banyak.
Selain itu dia juga sangat suka menafkahkan hartanya untuk
membantu orang orang miskin, anak anak yatim dan orang yang kesulitan. Dia
infakkan hartanya berupa uang, membeli
makanan, pakayan dan yang lainnya untuk orang orang yang membutuhkan. Ini tentu
suatu yang sangat baik. Cuma sayangnya pada waktu menyerahkan santunan itu dia
undang orang orang yang akan mendapat santunan itu beramai ramai datang
kerumahnya atau kesuatu gedung pertemuan. Dibuatlah acara yang cukup meriah
dalam rangka menyerahkan santunan tersebut.
Jika berita tentang
usahanya membangun masjid atau gedung pesantren dan menyantuni orang orang dhu’afa
yang membutuhkan, diketahui oleh orang
banyak, tersiar kemana mana maka itulah yang sangat diharapkannya. Itulah yang
dicarinya. Dia sangat bahagia dan hatinya sangat puas. Lebih labih lagi jika
dia mendengar banyak orang membicarakan dan memuji kedermawanannya. Lalu
keikhlasannya menjadi sirna tertutupi oleh kebanggaannya karena mendapat pujian
yang banyak dari manusia.
Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar tidak
tertipu dengan rizki berupa harta yang telah dianugerahkan kepada kita semua.
Wallahu A’lam. (206)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar