KEUTAMAAN SHALAT BERJAMAAH
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah
Jika kita perhatikan kondisi sebagian saudara saudara kita,
mudah-mudahan Allah menunjuki kita semua, banyak yang mengabaikan shalat
berjamaah dengan berbagai alasan. Padahal seorang muslim diperintahkan untuk
memakmurkan masjid dan shalat berjamaah adalah cara yang paling
utama bagi seorang muslim untuk memakmurkan masjid.
Sungguh masjid adalah tempat yang paling dicintai Allah
dipermukaan bumi. Rasulullah bersabda : “Ahabbul
biladi ilallah masajidahaa wa abghadhul bilaadi ilallahi aswaaqahaa”. Tempat
yang paling dicintai Allah adalah masjid dan tempat yang paling dibenci oleh
Allah adalah pasar (H.R Imam Muslim).
Kewajiban memakmurkan masjid
Allah berfirman : “Innama ya’muru masajidallahi man amana
billahi wal yaumil akhiri wa aqamash shalata wa ataz zakata wa lam yakhsya
illallaha. Fa’asaa ulaaika aiyakuunuu minal muhtadiin”. Sesungguhnya yang
memakmurkan masjid Allah hanyalah orang orang
yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan (tetap) melaksanakan
shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apapun) kecuali kepada Allah.
Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang orang yang mendapat petunjuk. (Q.S at
Taubah 19)
Ketahuilah bahwa memakmurkan masjid mempunyai dua sisi yaitu
:
Pertama : Memakmurkan secara fisik
diantaranya adalah dengan membangun masjid, merenovasi, memperluas, menyiapkan
peralatan yang diperlukan, memelihara
kebersihan, kerapihan dan keamanannya. Alhamdulilah ini sudah dilakukan
sehingga, sebagaimana yang kita lihat, sunguh sangat banyak masjid kita yang
indah dan megah. Bahkan kita bisa mengatakan bahwa di Jakarta saat ini, tidak
ada masjid yang keadaan bangunannya dibawah dari keadaan bangunan masjid Nabawi
di zaman Rasulullah.
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Siapa yang membangun masjid”
maknanya bersifat nakirah untuk menyeluruh pada jenisnya, sehingga masuk yang
besar dan yang kecil. Bahkan pahala tersebut berlaku pada orang yang bersedekah
walaupun hanya satu bata saja atau yang senilainya. Wallahu a’lam. (Fathul
Bari)
Hadits ini menjadi sandaran dan berita gembira bagi orang orang yang senantiasa mengeluarkan
tenaga dan hartanya untuk memakmurkan
rumah Allah secara fisik
Kedua : Memakmurkan masjid “secara maknawi” yaitu menghidupkan masjid
dengan berbagai kegiatan agama terutama dengan
shalat berjamaah. Melakukan kegiatan pendidikan dalam arti luas, membaca
al Qur’an, dzikir dan doa, kegiatan sosial kemasyarakatan, kesehatan dan masih
banyak yang lain. Dan pada kenyataannya hal ini masih perlu menjadi perhatian
kita semua terutama untuk memakmurkan masjid dengan shalat berjamaah.
Fenomena sebagian pengurus Takmir masjid.
Pengurus masjid atau biasa juga disebut dengan pengurus
takmir yaitu pengurus yang mendapat amanah dari jamaah untuk memakmurkan
masjid. Umumnya pengurus ini selalu berusaha untuk memakmurkan masjid secara
fisik. Alhamdulillah ini telah mereka lakukan dengan baik. Kita bangga dan
berterima kasih kepada pengurus ini karena telah menciptakan kenyamanan bagi
jamaah untuk shalat berjamaah di masjid. Keadaan bangunan, kebersihan, kerapihan dan keamanan
masjid telah terjaga dengan baik berkat usaha yang sungguh dari para takmir
tersebut. Semoga Allah memberikan pahala dan kebaikan bagi mereka di dunia dan
di akhirat.
Amat disayangkan ada pula diantara pengurus masjid di negeri
kita yang tidak memakmurkan masjid secara maknawi. Ada diantara mereka yang
jarang bahkan sangat jarang shalat berjamaah di masjid. Tapi sebagai muslim
kita haruslah mengedepankan prasangka baik kepada orang orang tersebut
barangkali memiliki udzur yang dibenarkan oleh syari’at. Mereka memiliki udzur syar’i sehingga terhalang datang
ke masjid untuk shalat berjamaah. Kita berdoa kepada Allah agar kita dan semua
saudara saudara kita diberikan kekuatan oleh Allah untuk senantiasa istiqamah dalam
melakukan shalat berjamaah di masjid.
Kutamaan shalat berjamaah
Melazimkan shalat berjamaah di masjid adalah salah satu bukti
bahwa seseorang itu telah melakukan sesuatu yang sangat agung dalam rangka
memakmurkan masjid secara maknawi. Ini adalah suatu yang lebih utama. Dan
kenyataan saat ini, semoga Allah memberi petunjuk kepada kita semua, berapa
banyak masjid dibangun dengan sangat bagus dan makmur secara fisik tapi tidak
makmur secara maknawi.
Apa hukum shalat berjamaah di masjid bagi laki-laki tidaklah
dibahas dalam tulisan ini. Hukum shalat berjamaah di masjid mencakup hal-hal yang sangat luas. Ada beberapa pendapat ulama dalam hal ini dan
tentu pendapat yang satu bisa lebih rajih dari yang lainnya. Sungguh ini memerlukan pembahasan tersendiri yang sebaiknya dilakukan oleh orang orang yang
lebih berilmu. Disini hanya akan disebutkan beberapa manfaat dan keutamaan
shalat berjamaah.
Dengan mengetahui
manfaat dan keutamaannya, mudah-mudahan sudah bisa mendorong seorang hamba
untuk melazimkan shalat berjamaah di masjid. Sungguh sangatlah banyak
keutamaan itu baik yang dijelaskan al Qur’an maupun as Sunnah. Pada kesempatan
ini hanya akan disebutkan sebagian kecil saja yang diantaranya adalah :
Pertama : Bukti patuh pada perintah Allah
dan RasulNya.
Sebagai hamba yang beriman, kita berkewajiban untuk
patuh kepada Allah dan RasulNya termasuk
dalam cara cara beribadah. Allah berfirman : “Wa aqimush shalata wa aatuz
zakaata war ka’u ma’ar raaki’in. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat
dan rukuklah bersama orang yang rukuk. (Q.S al Baqarah 43).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan tentang ayat ini bahwa :
Hendaklah kalian bersama orang orang beriman dalam berbagai perbuatan mereka
yang terbaik. Dan yang paling utama dan sempurna dari semua itu adalah shalat.
Dan banyak ulama yang menjadikan ayat ini sebagai dalil bagi diwajibkannya
shalat berjamaah.
Syaikh Abdurrahman bin
Nashir as Sa’di dalam kita Tafsirnya menjelaskan : “Dan rukuklah bersama
orang yang rukuk” maksudnya shalatlah
bersama orang orang yang shalat. Dalam hal ini ada suatu perintah untuk
shalat berjamaah dan kewajibannya.
Ketahuilah bahwa sungguh Rasulullah senantiasa shalat
berjamaah di masjid bersama para sahabat. Dan kita sebagai pengikut beliau
haruslah berusaha dengan sungguh sungguh untuk melazimkannya pula sebagaimana yang
dicontohkan beliau.
Dalam sebuah riwayat disebutkan : “Inna Rasulullahi
shalallahu ‘alaihi wasallam ‘allamnaa sunanul huda, wa inna min sunanil huda
shalata fil masjidil ladzi yuadzdzanu fiih.” (Dari Ibnu Mas’ud) Sesungguhnya Rasulullahi
salallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kepada kami jalan-jalan petunjuk.
Dan diantara jalan jalan petunjuk itu adalah shalat di masjid yang
dikumandangkan adzan didalamnya. (H.R Muslim)
Kedua : Lebih utama dan lebih suci dari shalat sendiri.
Sungguh shalat berjamaah lebih utama dan lebih suci dari
shalat sendirian. Rasulullah bersabda : “Shaalatul jamaa’ati tafdhulu
shalaatal fadzdzi bikhamsin wa’isyriina darajah (rawaahul bukhari. Wa fii
riwaayatin : bisam’in wa’isyrina darajah”.
Shalat berjamaah itu
lebih utama 25 derajat dari pada shalat sendirian. (H.R Bukhari). Dalam riwayat
lain disebutkan (lebih utama) 27 derajat.
(Fathul Bari).
Sungguh Rasulullah telah mengingatkan bahwa shalat berjamaah
itu, meskipun dengan jumlah jamaah yang sedikit, tapi ia lebih suci disisi
Allah daripada shalat sendiri sendiri meskipun jumlah orangnya jauh lebih
banyak.
Rasulullah bersabda : “ Shalat dua orang laki-laki dengan
salah seorang menjadi imam adalah lebih suci di sisi Allah daripada shalat
empat orang secara sendiri sendiri. Shalat empat orang dengan salah seorang
dari mereka menjadi imam adalah lebih suci disisi Allah daripada shalat delapan
orang secara sendiri sendiri. Dan shalat delapan orang dengan salah seorang
dari mereka menjadi Imam adalah lebih suci disisi Allah daripada shalat 100
orang secara sendiri sendiri. (Lihat Shahihul Jami’).
Ketiga : Dosa-dosa diampuni.
Sesungguhnya shalat berjamaah adalah salah satu diantara
sebab diampuninya dosa-dosa seorang hamba bahkan dosanya yang telah lalu.
Rasulullah bersabda : “Idzaa faqaalal imamu : ghairil maghdhuubi
‘alaihim waladh dhaalliin, faquluu : Aamiin, fainnahu man waafaqa qauluhu qaulal
malaaikati ghufiralahu ma taqaddama min dzambih.” Jika imam mengucapkan
ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaaliin, maka ucapkanlah “aamiin” karena
sesungguhnya siapa yang ucapan (aamiinnya) bersamaan dengan ucapan malaikat,
niscaya akan diampuni dosa dosanya yang telah lalu (Muttafaq ‘alaih).
Rasulullah bersabda : “Idza qalal imamu : Sami’allahu
liman hamidah, faquuluu : Allahumma rabbana lakal hamdu, fainnahu man waafaqa
qauluhu qaulal malaaikati ghufiralahu maa taqaddama min dzambih.” Jika imam
mengucapkan : sami’ Allahu liman hamidah, maka ucapkanlah : Allahhumma rabbana
lakal hamd, Karena sesunguhnya siapa yang ucapannya bersamaan dengan ucapan
malaikat, niscaya akan diampuni dosa dosanya yang telah lalu. (Mutafaq
‘alaih)
Rasulullah bersabda : “Man tawadhdha’ lishshalaati fa
asbaghal wudhuu-a, syumma masya ilash shalaatil
maktuubati, fashallahaa ma’annasi au ma’al jama’ati au fil masjidi
ghafarallaahu lahu dzunuubah.”Barang siapa yang berwudhu’ untuk shalat dan
ia menyempurnakan wudhu’nya, lalu berjalan (untuk menunaikan) shalat wajib dan
ia shalat bersama manusia atau bersama jamaah atau didalam masjid, niscaya
Allah mengampuni dosa dosanya (H.R Imam Muslim).
Keempat : Diangkat derajatnya dan surga baginya.
Sungguh seorang hamba yang senantiasa shalat berjamaah di
masjid akan memperoleh banyak kebaikan, derajat yang tinggi disisi Allah dan
surgalah tempat tinggalnya.
Rasulullah bersabda : “Man raaha ila masjidil jamaa’ati
fakhuthwatun tamhuu saiyatun wa khuthwatun taktubu lahu hasanatun dzahiban
waraji’an” Siapa yang berangkat ke masjid (untuk shalat) berjamaah maka
langkah (yang satu) menghapus satu keburukan dan langkah (yang lain) menuliskan
baginya satu kebaikan, saat pergi dan kembali (Shahihut Targhib wat Tarhib).
Rasulullah bersabda : “Man tathahhara fii baitihi syumma
masya ila baitin min buyutillah liyaqdhiya faridhatan min faraa-idillahi kaanat
khuthwataahu ihdaahuma tahuththu
khathiiatan wal ukhra tarfa’u
darajah.” Siapa yang berwudhu’ di rumahnya lalu berjalan menuju
rumah di antara rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban (dari)
Allah maka salah satu dari kedua langkahnya menghapus dosa-dosa
dan yang lain meninggikan derajatnya. (H.R Imam Muslim)
Rasulullah bersabda : “Man ghadaa ilal masjidi waraaha
a’adalallahu lahu nuzulan minal jannati kullama ghadaa waraah.” Siapa yang pergi menuju masjid dan pulang
(darinya) niscaya Allah menyediakan tempat tinggal baginya di surga setiap kali
ia pulang pergi. (Mutafaq ‘alaih).
Kelima : Seperti shalat sepanjang malam.
Pada zaman sekarang mungkin tidak ada orang yang mampu shalat
sepanjang malam apalagi terus menerus. Tapi seseorang bisa mendapatkan nilai
shalat sepanjang malam yaitu dengan melaksanakan shalat Isya’ berjamaah karena
menyamai shalat separuh malam dan shalat Shubuh berjamaah yang nilai menyamai
shalat sepanjang malam.
Rasulullah telah bersabda tentang hal ini : “Man shallal
‘isya’ fii jamaa’atin faka-annamaa qama nishfal laili waman shallash shubha fii
jamaa’atin faka-annamaa shallal laila kullah”. Siapa yang shalat ‘Isya
berjamaah maka seakan akan ia shalat separuh malam. Dan barang siapa yang
shalat Shubuh berjamaah, maka seakan akan ia shalat sepanjang malam H.R Imam
Muslim).
Keenam : Mendapat naungan dan jaminan Allah.
Seorang muslim yang senantiasa melakukan shalat berjamaah
maka hatinya akan terpaut dengan masjid.
Dia setiap saat ingin kembali lagi ke masjid untuk melaksanakan shalat
berjamaah. Dan sebagaimana dijelaskan oleh Rasullah, dia termasuk satu diantara
tujuh golongan yang mendapat naungan Allah di hari Kiamat.
Rasulullah bersabda : “Sab’atun yuzhilluhumullahi fii
zhillihi yauma laa zhilla illa zhillahu … wa rajulun qalbuhu mu’allaqun fiil
masaajid.” Tujuh golongan manusia yang Allah akan menaunginya pada hari
Kiamat saat tiada lagi naungan kecuali naunganNya …laki-laki yang hatinya
senantiasa bergantung kepada masjid-masjid. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Selain itu, Allah akan menjaganya bahkan menjadikan hamba
tersebut berada dalam jaminan dan tanggungannya dengan shalat shubuhnya secara
berjamaah.
Rasulullah bersabda : “Man
shallash shubha fii jamaa’atin fahuwa fii dzimmatillah”. Barang siapa melakukan shalat shubuh dengan
berjamaah maka dia dalam jaminan Allah. (Shahihut Targhib wat Tarhib).
Ketujuh : Kesempatan berdoa yang tidak ditolak.
Dalam berdoa banyak tempat dan waktu, sebab atau keadaan yang membuat doa seorang
hamba tidak ditolak. Diantaranya adalah jika seseorang berdoa antara adzan dan
iqamah. Dan kesempatan ini mudah diperoleh seseorang yang senantiasa
shalat berjamaah di masjid.
Rasulullah bersabda : “Addu’a-u laa yuraddu bainal adzaani
wal iqaamah” Doa antara adzan dan
iqamat adalah tidak ditolak. (Shahihul
Jami’)
Kedelapan : Terhindar dari kelalaian dan terhindar dari neraka wail.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam orang orang lalai dalam
shalat dan mengakhirkan waktunya. Allah berfirman : “Fawailul lil
mushallina. Alladzina hum ‘an shalatihim saahuun.” Maka kecelakaanlah
(neraka wail) bagi orang orang yang lalai dari shalatnya. (Q.S al Maa’un 4-5).
Seorang hamba yang senantiasa menjaga shalat berjamaah maka
sungguh dia terhindar dari melalaikan shalatnya karena dia akan segera
berangkat ke masjid jika mendengar adzan bahkan bisa lebih awal dari itu.
Rasulullah juga bersabda : “Layantahiyanna aqwaamun ‘an wad’ihimul jamaa’ati au
layakhtimannallahu ‘ala qulubihim syumma layakuununna minal ghafiliin.” Sungguh beberapa kaum benar benar akan
menghentikan (kebiasaannya) meninggalkan shalat berjamaah atau Allah benar
benar akan mengunci mati hati mereka lalu mereka benar benar termasuk orang
orang yang lalai (H.R Ibnu Majah).
Shalat berjamaah di rumah ?
Ada sebagian dari saudara saudara kita yang lebih
mengutamakan melakukan shalat fardhu
dengan berjamaah di rumah bersama
keluarga. Diantara alasannya adalah untuk mengimami keluarganya. Sekalian juga
untuk mendidik keluarga terutama anak
anak agar terbiasa shalat pada waktunya dan berjamaah. Sungguh ini sepintas
kelihatan baik karena paling tidak ada
dua manfaat yang ingin didapat yakni tarbiyah atau pendidikan kepada keluarga terutama anak anak dan juga melakukan shalat awal waktu.
Shalat berjamaah di rumah yaitu shalat bersama sama baru memenuhi makna shalat jamaah secara
bahasa karena telah melakukan shalat bersama sama
atau berjamaah. Tapi ketahuilah yang dimaksud shalat berjamaah
yang syar’i dan sesuai petunjuk
adalah shalat bersama imam di masjid atau di mushalla. Bukan di rumah meskipun
disebagian ruangan rumah di adakan tempat shalat yang khusus.
Ada satu kisah yaitu tentang Syaikh Abdul Aziz bin Baz,
seorang ulama besar Saudi Arabia, bekas Rektor Universitas Islam Madinah, bekas
Ketua Lajnah Daimah yaitu Dewan Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Saudi
Arabia. Pada suatu kali beliau bersama beberapa tamu penting lainnya diundang oleh
salah satu Duta Besar di Riyadh untuk berbuka puasa Ramadhan di rumahnya.
Selesai berbuka, ketika hendak shalat maghrib, tuan rumah
berkata kepada Syaikh : Kita shalat di
rumah dengan berjamaah, wahai Syaikh. Mendengar itu Syaikh bin Baz terdiam sejenak
lalu memukulkan tongkatnya ke tanah dan bangkit seraya berkata : “Man
sami’an nadaa-a falam yaktihi falaa shalaata lahu illaa min ‘udzri”.
Barangsiapa mendengar panggilan adzan lalu ia tidak mendatanginya, maka tidak
ada shalat baginya kecuali karena ada suatu udzur (halangan) H.R Ibnu Majah,
Ibnu Hibban dan Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Syaikh melanjutkan perkataannya : Berdirilah dan pergilah ke
masjid. Maka orang orang semua berdiri dan melakukan shalat berjamaah di
Masjid. (Dari Kitab Akhlak dan keutamaan Syaikh bin Baz)
Jadi Syaikh Bin Baz sebagai orang yang berilmu mengingkari untuk
melakukan shalat berjamaah di rumah
meskipun sang Duta Besar telah menyediakan tempat shalat yang sangat
kondusif di rumahnya.
Teladan dari salafus shalih dalam mengutamakan shalat
berjamaah
Para salafus shalih sangat mengutamakan shalat berjamaah
diantaranya karena :
Pertama : Mereka mengetahui betul bahwa ini adalah sesuatu yang diajarkan
Rasulullah maka mereka mengikuti dan menjaganya dengan baik
Kedua : Mereka mengetahui betul tentang
kewajiban shalat berjamaah di masjid serta paham pula terhadap manfaat
atau keutamaan yang akan diperoleh dengan shalat berjamaah.
Ketiga : Mereka sangat tamak dalam
beramal dan selalu ingin mendapatkan manfaat yang terbaik dari amal amal
yang utama.
Diantara kisah teladan dari salafus shalih dalam mengutamakan
shalat berjamaah adalah :
Pertama : Umar bin Khaththab.
Pada suatu kali Umar keluar pergi ke kebun miliknya. Lalu dia
pulang dan mendapati orang orang telah selesai melakukan shalat ‘ashar secara
berjamaah. Beliau menganggap ini adalah musibah
besar bagi dirinya. Lalu beliau mengucapkan : “Innalillahi wa inna
ilaihi raji’un, aku telah ketinggalan shalat ‘ashar berjamaah, maka aku meminta
kalian jadi saksi bahwa kebunku tersebut aku sedekahkan kepada orang-orang
miskin” Maksudnya adalah agar menjadi kafarah atas perbuatannya yang lalai
terhadap shalat berjamaah pada hal hanya satu kali.
Kedua : Abdullah bin Umar
Beliau berkata : Kami jika mendapati seseorang tidak
melakukan shalat ‘Isya dan Shubuh berjamaah maka kami berpraduga kepadanya
bahwa dia telah munafik. Ini karena Rasulullah telah bersabda : “Laisa
shalatan atsqalu ‘alal munafiqina minal fajri wal ‘isya-i wa lau ya’lamuuna maa
fiihimaal atauhuma wa lau habwa …” Tidak ada shalat yang lebih berat
menurut orang-orang munafik melebihi (beratnya) shalat shubuh dan ‘isya. Dan
seandainya mereka mengetahui pahala pada keduanya, niscaya mereka akan
mendatanginya (untuk shalat berjamaah) meskipun dengan merangkak …(Mutafaq
‘alaihi)
Ketiga : Sa’id bin Musayyab.
Sa’id bin Musayayab seorang Tabi’in senior pernah berkata :
Tidaklah muadzin mengumandangkan adzan semenjak tiga puluh tahun kecuali aku
sudah berada di masjid.
Sungguh adalah kewajiban setiap muslim untuk memakmurkan
masjid baik secara fisik maupun secara maknawi yaitu dan terutama dengan shalat
berjamaah.
Jika kita betul-betul berusaha memahami keutamaan shalat
berjamaah yang demikian banyak dan sebagian kecilnya telah diuraikan di atas
maka dengan memohon pertolongan Allah kita akan berusaha untuk tidak
mengabaikannya sedikitpun.
Bukankah Rasulullah dan para sahabat serta orang-orang shalih
senantiasa shalat berjamaah di masjid. Lalu apakah kita akan mengabaikannya.
Kisah Umar bin Khaththab, Abdullah bin Umar serta Sa’id bin
Musayyab diatas kiranya memberikan motivasi yang kuat bagi kita untuk selalu
menjaga dan melazimkan shalat berjamaah di masjid.
Wallahu A’lam. (197)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar