KHAWATIR JIKA AMAL TERHAPUS
Oleh : Azwir B. Chaniago
Seorang hamba, setiap saat senantiasa melakukan amal shalih
yang dilandasi iman dan takwa. Amal shalih yang telah dilakukan itu akan berada
pada berbagai keadaan.
Pertama : Diterima, karena memenuhi syaratnya yaitu ikhlas dan ittiba’.
Kedua : Ditolak, karena beramal tidak dengan
ilmu sehingga amalnya menjadi tidak memenuhi syarat atau cara yang benar dalam timbangan menurut syariat.
Ketiga : Diterima kemudian terhapus karena
berbagai sebab. Seorang hamba tentulah
sangat khawatir jika ini terjadi. Sebab amal adalah bekal utama untuk menuju kampung
akhirat.
Keempat : Jika Allah berkehendak, bisa jadi berada pada keadaan selain yang tiga diatas, Allahu A’lam.
Yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah tentang kekhawatiran,
sesuai judul tulisan ini yaitu jika
suatu amal yang sudah dikerjakan terhapus.
Ketahuilah bahwa suatu amal bisa terhapus terutama karena
berbuat kesyirikan dan melakukan riya’ yaitu dipamerkan atapun sum’ah yaitu
diperdengarkan serta dibangga banggakan sehingga jatuh kepada sombong dan ujub
terhadap amalnya.
Selain itu yang juga akan menghapuskan amal adalah berbicara
dengan meninggikan suara melebihi suara Nabi. Allah berfirman : “Ya aiyuhal
ladzina aamanuu laa tarfa’uu ashwaatakum fauqa shautin nabiyyi, walaa tajharuu
lahuu bilqauli kajahri ba’dhikum liba’din, an tahbatha a’malukum wa antum laa
tasy’uruun”. Wahai orang orang yang beriman. Janganlah kamu meninggikan
suaramu melebihi suara Nabi. Dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya
(suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa
terhapus sedangkan kamu tidak mengetahui. (Q.S al Hujuurat 2)
Dikisahkan dalam sebuah hadits bahwa : Ada seorang sahabat
dari Anshar yaitu Tsaabit bin Qais. Dia dikenal mempunyai suara yang keras,
lantang dan fasih dalam berbicara. Dengan kefasihannya berbicara maka dia
ditunjuk oleh kaum Anshar sebagai juru bicara untuk mewakili mereka pada saat
Rasulullah pertama kali datang ke Madinah dalam rangka hijrah. Tsaabit berkata
kepada Rasulullah : Kami akan melindungi engkau sebagaimana kami melindungi
diri kami dan anak anak kami.
Rasulullah menjawab dengan sabda beliau : Balasan bagi kalian
adalah surga. Lalu orang orang Anshar
berkata : Kami rela (dengan balasan itu) H.R al Hakim dalam Mustadrak.
Ketahuilah saudaraku, bagaimana seorang sahabat yang sangat
takut jika amalnya terhapus sebagaimana Tsaabit bin Qais ketika mendengar surat al
Hujurat ayat 2 ini turun.
Imam Bukhari dan Imam
Muslim meriwayatkan bahwa : Mengetahui ayat ini turun, Tsaabit berdiam diri di
rumah dengan wajah tertunduk sedih. Menghilang dan menghindar dari Rasulullah
untuk beberapa waktu. Bahkan dia menganggap bahwa dirinya adalah penghuni
neraka. Ia sangat khawatir pahala amalnya terhapus karena suaranya yang keras
yaitu sebagaimana ancaman yang terkandung dalam ayat tersebut.
Nabipun merasa kehilangan Tsaabit karena tidak kelihatan beberapa waktu. Lalu seorang lelaki
mengatakan kepada Rasulullah : Aku akan mencari tahu tentang dirinya untukmu.
Lelaki itu mendatangi dan menemukan Tsaabit dalam keadaan
sedih dan kepala menunduk di rumahnya. Ia pun bertanya : Ada apa denganmu
(wahai Tsaabit) ? Tsaabit menjawab :
Sungguh sangat buruk. (Aku) telah meninggikan suara di atas suara Nabi. Sungguh
amalanku telah terhapus dan aku menjadi
penghuni neraka.
Mendengar itu, si lelaki itu mendatangi Rasulullah guna
menyampaikan isi hati, kegundahan dan kesedihan Tsaabit. Akhirnya kabar gembira
datang dari Rasulullah tidak hanya sekedar meluruskan pemahaman Tsaabit tentang
ayat itu dan menenangkannya. Bahkan beliau menegaskan kalau dirinya termasuk
penghuni syurga.
Rasulullah bersabda kepada lelaki itu : “Pergilah datangi
(lagi) dia. Katakan kepadanya engkau tidak termasuk penghuni neraka. Akan
tetapi engkau adalah penghuni surga”. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Demikianlah kisah
Tsaabit yang sangat takut amalnya terhapus karena bersuara keras kalau
berbicara.
Lalu mungkin ada yang bertanya : Sekarang Rasulullah sudah
wafat jadi tidak ada lagi kemungkinan kita berbicara dengan meninggikan suara
diatas suara Nabi. Tentang hal ini, Imam
Ibnul Qayyim berkata : Apabila mengangkat suara
lebih tinggi daripada suara beliau itu menjadi sebab terhapusnya amalan,
lantas bagaimana dengan orang orang
yang mendahulukan akal mereka, perasaan mereka, politik mereka atau pengetahuan
mereka dari pada ajaran yang beliau
bawa dan mengangkat itu semua
diatas sabda sabda beliau. Bukankah itu semua lebih pantas lagi untuk menjadi
sebab terhapusnya amal mereka. (Adh Dhau’ al Munir ‘ala Tafsir)
Wallahu A’lam. (217).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar