SUJUD SYUKUR MEMANG DISYARIATKAN
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah
Sungguh nikmat Allah sangatlah banyak dan terus menerus
datang kepada kita sehingga tidak mungkin kita mampu menghitungnya. Allah
berfirman : “Wain ta’uddu ni’matalahi laa tuhshuhaa” Dan jika kalian
menghitung nikmat Allah maka engkau tidak akan mampu menghitungnya.(Q.S
Ibrahim 34). Oleh karena itu adalah merupakan
kewajiban kita sebagai hamba untuk senantiasa
bersyukur.
Tiga tempat syukur yang saling berkait tidak boleh dipisah
Para ulama menjelaskan
bahwa kesempurnaan syukur seorang hamba
ada pada tiga tempat. Ketiga tempat ini saling terkait dan tidak boleh
dipisahkan yaitu :
Pertama : Syukur dengan hati. Maksudnya adalah senantiasa
membenarkan dengan hati bahwa semua nikmat adalah datang dari Allah, tidak ada
sedikitpun dari yang lain. Andaikata pada suatu waktu kita diberi sesuatu
berupa materi ataupun yang lainnya oleh seseorang, maka kita harus meyakinkan
dalam hati kita bahwa hakikatnya itu adalah pemberian atau nikmat dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang memberi tadi sebenarnya adalah perantara saja.
Kedua : Syukur dengan lisan. Maksudnya adalah senantiasa
memuji Allah dengan berbagai nikmat-Nya diantaranya adalah dengan selalu
membaca hamdalah. Juga pada kesempatan tertentu kita boleh menyebut nyebut
nikmat yang kita terima. Allah berfirman : Wa-ammaa bini’mati
rabbika fahaddits. Dan terhadap nikmat (dari) Rabb-mu hendaklah
engkau sebut sebut (Q.S ad Duhaa 11). Menyebut nyebut nikmat Allah disini
maksudnya adalah dalam rangka bersyukur, tidak dalam rangka berbangga dihadapan orang orang.
Ketiga : Syukur dengan perbuatan. Maksudnya adalah
dengan senantiasa menggunakan segala nikmat Allah untuk melakukan ketaatan
kepada Allah. Sungguh melakukan ketaatan dengan memperbanyak ibadah kepada
Allah adalah bagian penting dari tanda syukur kita kepada Allah Ta’ala.
Melakukan sujud sebagai ungkapan syukur
Salah satu cara yang disyariatkan pula dalam mengungkapkan rasa syukur adalah
sebagaimana yang diajarkan Rasulullah yaitu dengan melakukan sujud syukur.
Dalam Kitab Zaadul Ma’ad Imam Ibnul Qayyim berkata : Diantara kebiasaan Nabi
dan para sahabat, bersujud ketika datang kenikmatan baru yang menyenangkan atau
tatkala keburukan yang besar hilang. Imam Ibnul Qayyim menyebutkan beberapa contoh, diantaranya :
Pertama : Dahulu Nabi bersujud ketika Ali bin Abi Thalib menulis risalah kepada
beliau perihal keislaman suku Hamdan.
Kedua : Abu Bakar ash Siddiq melakukan
sujud syukur tatkala berita terbunuhnya
Musailamah al Kadzdzab (si nabi palsu) sampai kepadanya.
Ketiga : Ali bin Abi Thalib melakukan sujud syukur saat menemukan Dza ats
Tsudaiyah di tengah tengah orang Khawarij yang tewas.
Keempat : Ka’ab bin Malik bersujud syukur ketika datang berita gembira bahwa Allah Ta’ala menerima taubatnya.
Rasulullah bersabda : Dari Abu Bakrah, bahwa sesungguhnya
Nabi Salllahu ‘alaihi wasallam ketika kedatangan hal yang menyenangkan beliau
menundukkan tubuh untuk bersujud sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah (H.R
Abu Dawud, at Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh al Albani).
Sujud syukur tidak setiap saat.
Seorang muslim tidak akan pernah lepas dari nikmat Allah yang
terus menerus datang kepadanya, bahkan dia tidak mampu menghitungnya. Suatu hal
yang ada baiknya untuk diketahui adalah bahwa sujud syukur hanya dilakukan
ketika datang atau adanya nikmat nikmat yang sangat besar dan tidak rutin atau
terhindar dari bahaya besar.
Imam an Nawawi berkata
bahwa (sujud syukur) tidak di sunnahkan pada nikmat yang terus menerus datang. Oleh
karena itu, nikmat bisa bernafas dengan lega, makan dan minum, meskipun
termasuk nikmat yang besar, namun terjadi terus menerus maka tidaklah di
sunahkan untuk sujud syukur setiap saat atau setiap hari. Seandainya
disyariatkan dalam setiap momen di atas, ia akan bersujud terus menerus
sepanjang waktu.
Akan tetapi yang disunahkan bagi seorang hamba untuk bersujud
ketika mendapat nikmat yang tidak setiap saat datang seperti kelahiran anak,
dimudahkan dalam menikah, atau datangnya orang yang sudah lama dicari cari
sampai harapan hampir putus atau mendengar berita kemenangan kaum musliman atas
orang kafir.
Demikian juga disunahkan ketika selamat dari keburukan atau
musibah yang amat mencekam, disaat orang lain menjadi korban. (Syarh Riyaadish
Shalihin, Syaikh al Utsaimin).
Mungkin sering juga kita melihat diantara saudara saudara
kita yang setiap waktu sesudah shalat wajib lalu melakukan sujud (syukur),
karena merasa telah mendapat nikmat yang besar yaitu bisa istiqamah dalam melaksanakan shalat pada waktunya.
Untuk yang seperti ini tidaklah disunahkan melakukan sujud syukur karena nikmat bisa melakukan shalat wajib insya
Allah diperoleh seorang muslim terus menerus.
Mudah mudahan bermanfaat untuk kita semua. Wallahu A’lam. (203)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar