MENCARI KEBAHAGIAAN
Oleh : Azwir B. Chaniago
Hampir
tidak ada perbedaan dikalangan manusia
dari dahulu hingga sekarang bahwa salah satu yang dicari dan sangat didambakanya
adalah kehidupan yang bahagia. Yang berbeda diantara manusia hanyalah dalam hal
memberi makna atau memberi arti tentang kebahagiaan.
Ada
banyak manusia yang memberi makna kebahagian dengan harta yang berlimpah,
pangkat yang tinggi ataupun popularitas. Mungkin ada yang mendapatkan kebahagiaan
melalui harta, pangkat ataupun popularitas, tapi sifatnya sangat sangat sementara
bahkan umumnya berupa kebahagiaan yang semu.
Pada
hal tidak jarang pula kita temukan orang orang tidak memiliki harta yang
banyak, tidak memiliki pangkat apapun dan tidak pula dikenal banyak orang tapi menikmati kehidupan yang bahagia.
Sekiranya
kebahagian itu berada pada harta tentu Qarun akan lebih berbahagia daripada
Nabi Musa. Sekiranya kebahagian itu
berada pada pangkat maka tentu Namrud lebih mulia daripda Nabi Ibrahim.
Sekiranya kebahagiaan itu berada pada popularitas maka tentu Uwais al Qarni
tidak akan dipuji oleh Rasulullah sebagai orang yang doanya dikabulkan.
Sungguh
Islam telah menjelaskan kepada umatnya tentang apa yang dimaksud dengan
kebahagian. Ternyata menurut Islam kebahagiaan
yang hakiki bukan seperti yang dibayangkan dan dikhayalkan banyak orang
yaitu dengan harta, pangkat ataupun popularitas.
Sungguh
Allah telah menjelaskan makna kebahagiaan melalui firman-Nya. Perhatikanlah
firman Allah dalam surat Ali Imran 185 : “Faman zuhziha ‘aninnaari wa
udkhilal jannata faqad faaz. Wamal hayaatud du-yaa illaa mataa’ul ghuruur”. Barangsiapa
yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan.
Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
Syaikh
as Sa’di berkata : Ayat yang mulia ini mengandung penjelasan tentang :
Pertama : Zuhud dari dunia (zuhud bermakna seseorang
meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat bagi akhiratnya, pen.) karena
bersifat sementara dan tidak kekal. Dunia adalah perhiasan yang menipu, membuat
fitnah dengan keindahannya, menipu dengan kecantikan dan kemolekannya. Kemudian
dunia itu akan berpindah dan ditinggalkan menuju negeri yang abadi. Dan jiwa
jiwa manusia akan dipenuhi dengan apa yang telah diperbuatnya di dunia berupa
kebaikan maupun keburukan.
Kedua : Yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan
kedalam surga maksudnya adalah dia memperoleh kemenangan yang besar dengan
selamat dari siksa yang pedih dan sampai kepada surga yang penuh nikmat.
Kalau
begitu, apa yang bisa kita lakukan agar dapat memperoleh kebahagian ?
Sungguh
Allah telah memberikan petunjuk bagi manusia yang mau mendapatkan kebahagian
itu. Perhatikanlah firman Allah : “Man
‘amila shalihan min dzakarin au untsaa wahuwa mu’minun, fala yuhyiyannahuu hayaatan
thaiyibah, wala najziyannahum ajrahum biahsani maa kaanuu ya’maluun”. Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan”. (Q.S.An-Nahl 97).
Sudah
sangat tegas penjelasan Allah SWT pada surat
ayat ini bahwa cara memperoleh
kebahagiaan atau kehidupan yang baik itu hanya pada dua hal :
Pertama : Beriman. Diantaranya yang paling
utama adalah beriman dengan rukun iman yang enam.
Kedua : Dengan melakukakan amal-amal shalih
yaitu taat pada seluruh aturan-Nya dan menjalankan segala perintah serta
larangan-Nya dan paling utama adalah yang disebut dalam rukun Islam yang lima.
Dua
hal inilah yaitu (1) iman dan (2) amal shalih yang
akan memberikan kabar gembira, berupa kebahagian, bagi seorang hamba
sebagaimana dimaksud dalam surat al Baqarah ayat 25 : “Wabasysyiril ladziina
aamanuu wa ‘amilush shalihaatii anna lahum jannaatin tajriimin tahtihal
anhaar. Dan berilah kabar gembira
kepada orang orang yang beriman dan beramal shalih, bahwa untuk mereka
(disediakan) surga surga yang mengalir dibawahnya sungai sungai. (Q.S al Baqarah
25)
Selain
itu ketahuilah, bahwa Allah Subahanu wa Ta’ala telah memperingatkan
pula dengan firman-Nya : “Waman a’radha ‘an dzikrii fainna lahuu ma’isyatan
dankan wa nahsyuruhuu yaumal qiyaamati a’maa” Dan barangsiapa berpaling
dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit,
dan Kami akan menghimpunnya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S Thaahaa 124).
Tentang ayat ini Syaikh as Sa’di
berkata : Berpaling dari peringatan-Ku bermakna berpaling dari al Qur an. Maka
dia akan mendapat kehidupan yang sempit, maksudnya sesungguhnya balasannya
adalah Allah menjadikan penghidupannya sempit lagi susah. Dan tidaklah hal itu
(terjadi) melainkan sebagai suatu siksaan. (Kitab Tafsir Karimir Rahman)
Semoga
bermanfaat. Allahu A’lam. (218)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar