WAKTU UNTUK PUASA SUNAT
Oleh Azwir B. Chaniago
Setelah Ramadhan berlalu, kita masih memiliki kesempatan untuk melaksanakan shaum atau
puasa yaitu puasa sunat. Ini sangat bermanfaat untuk menambah kebaikan dan
pahala bagi kita disisi Allah Ta’ala. Oleh karena itu jangan sia siakan shaum
sunat ini. Bagi yang mampu dan tidak terlalu mengganggu kepada kondisi dirinya
maka sangatlah dianjurkan untuk mengamalkannya.
Sungguh waktu waktu yang disyari’atkan untuk melakukan shaum
sunat ini sangatlah banyak. Mungkin sebagian kita tidak mampu melakukan
semuanya, tapi jangan pula ditinggalkan semuanya. Allah berfirman : “Fattaqullaha
mastata’tum” Maka bertakwalah kepada Allah
semampu kalian. (Q.S at Taghabun 16).
Telah disyari’atkan waktu waktu yang baik untuk melakukan shaum sunat dan juga beberapa keutamaannya. Diantaranya adalah :
Pertama : Puasa enam hari di bulan
Syawal.
Dari
Abu Ayyub bahwa Rasulullah bersabda : “Man shaama ramadhana, tsumma
atba’ahu sitta min syawwal, kaana kashiyamiihid dahr” Barang siapa yang
berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal
maka itu bagaikan puasa satu tahun. (H.R Imam Muslim).
Bagaikan puasa satu tahun hitungannya
adalah sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah : ”Shiyaamu syahri
ramadhaana bi ‘ashrati asyhur, wa shiyaamu sittati aiyaami bi syahrain, fa
dzalika shiyaamus sanah.” Puasa Ramadhan sama dengan sepuluh bulan, puasa
enam hari sama dengan dua bulan, maka itulah puasa satu tahun (H.R Ibnu
Khuzaimah dalam Shahihnya dan An Nasa’i).
Ini adalah karena satu kebaikan akan
dibalas dengan sepuluh kebaikan. Jadi seseorang yang berpuasa Ramadhan 30 hari ditambah 6 hari
puasa Syawal berarti jumlah puasanya adalah 36 hari dan itu bernilai puasa 360
hari atau satu tahun penuh.
Kedua : Puasa pada pertengahan bulan
Abu Dzarr berkata : Rasulullah
memerintahkan kepada kami untuk puasa pada hari hari purnama, yaitu tanggal 13,
14 dan 15 (H.R Imam Ahmad, an Nasa’i dan Ibnu Hibban).
Nabi tidak pernah meninggalkan puasa
tiga hari ini. Bahkan disebutkan bahwasanya Rasulullah selalu berpuasa pada
hari purnama ini, baik pada saat mukim maupun pada saat safar. (H.R an Nasa’i
dan ath Thabrani)
Ketiga : Puasa Senin Kamis
Ini adalah puasa sunat yang selalu
dijaga oleh Rasulullah. Dari Aisyah, dia berkata : Kaana rasuulullah
salallahu ‘alaihi wasallam, yataharra shaumal itsnaini wal khamiis” Adalah
Rasulullah senantiasa menjaga puasa Senin dan Kamis. (H.R at Tirmidzi, an
Nasa’i dan Ibnu Majah).
Rasulullah menjelaskan tentang
keutamaan puasa Senin dan Kamis ini, yaitu sebagaimana sabda beliau :
“Tu’radhul a’maalu yaumal itsnaini wal khamiisi fa uhibbu an yu’radha ‘amalii
wa anaa shaa-im. Amal amal dihadapkan (kepada Allah) pada hari Senin dan
Kamis, maka aku ingin amalku dihadapkan dalam keadaan aku berpuasa. (H.R Imam
at Tirmidzi, dari Abu Hurairah).
Keempat : Puasa hari ‘Asyura
Puasa hari Asyura, yaitu tanggal 10
Muharram adalah disyariatkan sebagaimana
disebutkan dalam sabda beliau dari Ibnu Abbas : “Anna Rasulullahi Salallahu
‘alaihi wa Sallam shaama yauma aa’syuuraa-a bishiyaamih” Bahwa Rasulullah
berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan agar (kaum muslimin) berpuasa
padanya. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Jika berpuasa pada 10 Muharram dan
menambahnya dengan tanggal 9 Muharram, maka itu lebih utama, yaitu berdasarkan
sabda Rasulullah : “Faidzaa kaanaa ‘aamul muqbilu insya Allahu shumnal yaumat
taasi’. Tahun depan, insya Allah, kami akan berpuasa mulai hari ke sembilan.
(H.R Imam Muslim).
Beliau belum sempat mengerjakan puasa
pada 9 Muharram, karena belum sampai tahun depan beliau telah wafat. Tapi
karena beliau telah mensyari’atkan hal itu maka adalah sangat baik kalau kita
mengamalkannya.
Diantara keutamaannya adalah
disebutkan dalam dua hadits :
(1) “Bahwa Rasulullah ditanya tentang puasa
hari Asyura, maka beliau menjawab : Ia melebur (dosa dosa) tahun yang lalu”
(2) “Puasa hari Asyura, sesungguhnya aku memohon
kepada Allah agar ia (puasa Asyura)
menghapus (dosa dosa) tahun yang sebelumnya
(Lihat shahih at Targhib wa at
Tarhib, Syaikh al Albani)
Kelima : Puasa hari Arafah
Puasa Arafah sangatlah dianjurkan
bagi yang tidak wukuf di Arafah. Telah datang banyak hadits tentang puasa hari
Arafah. Diantaranya adalah :
(1) “Shiyaamu
yaumi ‘arafah, inni ahtasibu ‘alallahi an yukkafiras sanatal latii ba’dahu,
wassanatil latii qablahu” Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah agar ia (puasa itu) melebur
dosa tahun sesudahnya dan tahun sebelumnya. (H.R Imam Muslim)
(2) “Man shaama
yauma ‘arafaa, ghufiralahu dzanbu sanataini matataa bi’ataini” Barang siapa yang berpuasa hari
Arafah maka dosanya diampuni dua tahun berturut turut. (H.R Abu Ya’la dari Saal
bin Sa’ad).
Keenam : Puasa Nabi Dawud.
Nabi Dawud biasa mempuasakan setengah
dari setiap satu tahun karena beliau berpuasa satu hari dan berbuka satu hari.
Ini adalah puasa yang paling disukai Allah. Rasulullah bersabda : “Ahabbush
shiyaamu daawuda kaana yashuumu yauman wayufthiru yauman …Puasa yang paling
dicintai Allah adalah puasa Dawud, beliau berpuasa satu hari dan berbuka satu
hari …(H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Dalam riwayat an Nasa’i disebutkan : “Berpuasalah
(kalian) dengan puasa yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,
yaitu puasa Nabi Dawud, beliau berpuasa satu hari dan berbuka satu hari”(Lihat
Shahih at Targhib wa at Tarhib).
Ketujuh : Memperbanyak puasa pada
bulan Muharram
Didalam Kitab Shahih at Targhib wa
atTarhib dua buah hadits tentang anjuran berpuasa di bulan Muharram. Kedua
hadits ini menunjukkan keutamaan puasa di bulan Muharram.
1). Dari Abu Hurairah, dia berkata,
Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “afdhalush shiyaami ba’da
Ramadhana syahrullahil muharram, wa afdhalush shalatti ba’dal fariidhati
shalaatul lail” Sebaik baik puasa setelah Ramadhan adalah (puasa di) bulan
Allah (yaitu) Muharram, dan sebaik baik shalat setelah shalat fardhu adalah
shalat malam (H.R Imam Muslim).
2). Dari Jundub bin Sufyan, dia
berkata, Rasulullah bersabda : “Inna afdhalash shalaati ba’dal mafruudhatish
shalaatu fii jaufil laili, wa afdhalush shiyaami ba’da ramadhaana syahrullahil
ladzi tad’uunahul muharram”. Sesungguhnya
sebaik baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat ditengah malam dan
sebaik baik puasa setelah Ramadhan adalah (puasa di) bulan Allah yang kalian
namakan Muharram. (H.R an Nasa’i dan ath Thabrani)
Kedelapan : Memperbanyak puasa pada
bulan Sya’ban.
Sungguh telah datang banyak hadits
yang menjelaskan bahwa Rasulullah banyak sekali melakukan puasa pada hari hari
di bulan Sya’ban. Diantaranya adalah dari Usamah bin Zaid. “Aku berkata : Ya
Rasulullah, aku tidak melihat engkau (banyak) berpuasa (sunah) di satu bulan
seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban. Beliau menjawab : Itu adalah bulan
yang dilalaikan oleh manusia antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan dimana
amal amal diangkat kepada Rabb alam semesta, maka aku ingin amalku diangkat
sementara aku dalam keadaan berpuasa (H.R an Nasa’i).
Dalam riwayat yang lain yaitu dari
Aisyah : Aku tidak pernah melihat Nabi lebih banyak dalam sebulan puasa (sunah)
nya dari pada di bulan Sya’ban, beliau berpuasa padanya, kecuali sedikit
(yang tidak dipuasakan), bahkan beliau (pernah) berpuasa seluruhnya. (H.R Imam
at Tirmidzi dan an Nasa’i, lihat shahih at Targhib wa at Tarhib)
Itulah diantara waktu waktu yang dianjurkan untuk melakukan
puasa sunat. Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar