TEBUSAN PERBUATAN GHIBAH
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah.
Diantara penyakit hati yang sulit dihindari oleh seorang
hamba, kecuali hamba yang mendapat
petunjuk, adalah penyakit ghibah. Ghibah itu bahasa kitanya adalah bergunjing
atau membicarakan aib orang lain. Membicarakan tentang seseorang yang jika dia
mendengarnya maka dia tidak ridha
.
Lebih jelasnya, makna ghibah adalah sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah
Salllahu ‘alaihi wassalam. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bertanya kepada
sahabat : “Tahukah kalian apa ghibah itu ? Sahabat menjawab : Allah dan
Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Beliau bersabda : “Kamu menyebut nyebut
saudaramu dengan sesuatu yang dia benci.” Lalu ada yang bertanya : Wahai
Rasulullah, bagaimana kalau memang saudaraku itu melakukan apa yang aku
katakan. Beliau bersabda : Kalau dia memang melakukan seperti yang kamu katakan
berarti kamu telah berbuat ghibah
kepadanya. Sebaliknya, kalau dia tidak melakukan apa yang kamu katakan, maka
kamu telah memfitnahnya. (H.R Imam Muslim).
Larangan dan ancaman berbuat ghibah
Sungguh Allah Ta’ala telah melarang perbuatan ghibah. Allah
telah memberikan permisalan yang buruk bagi pelaku ghibah. Allah berfirman :
Allah berfirman : “Walaa yaghtab ba’dhukum ba’dhan,
ayuhibbu ahadukum an ya’kula lahma akhiihi maitan fa karihtumuuh,wat
taqullaha innallaha tauwabur rahiim”
Dan janganlah ada diantara kamu menggunjing sebagian yang lain, apakah ada
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati. Tentu kamu
merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mahapenerima
taubat dan Mahapenyayang. (Q.S al Hujuraat 12).
Syaikh Utsaimin berkata : Ini adalah sebagai bentuk
penghinaan Allah kepada manusia yang melakukan ghibah, supaya tidak ada
seorangpun yang melakukannya.
Berkenaan dengan ayat ini pula, Syaikh as Sa’di berkata :
Didalam ayat ini terdapat peringatan keras dari melakukan ghibah karena ghibah
tergolong kepada dosa besar. Allah menyamakan ghibah dengan memakan daging
bangkai, yang mana memakan bangkai adalah termasuk dosa besar.
Seorang hamba diharamkan melakukan perbuatan ghibah karena
akan mendatangkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada hal seorang hamba
sangatlah butuh kepada ridha Allah untuk keselamatan dirinya.
Ketahuilah bahwa berbuat ghibah, termasuk ikut duduk di
majlis ghibah atau diacara acara ghibahtainment adalah sama
dengan berbuat zhalim kepada saudaranya yang dighibah. Setiap kezhaliman
pastilah akan ada balasannya di dunia dan di akhirat. Bertakwalah kepada Allah.
Bagaimana kalau sudah terlanjur berbuat ghibah, apa kafarat
atau tebusannya. Adakah sesuatu yang bisa dilakukan. Imam Ibnu Qudamah dalam
Kitabnya Mukhtashar Minhajul Qashidin antara lain menjelaskan : Ketahuilah kata
beliau, bahwa seseorang yang melakukan ghibah berarti dia telah melakukan dua
maksiat sekali gus.
Pertama : Bermaksiat kepada Allah Ta’ala yaitu telah melanggar larangan Allah.
Kedua : Telah bermasiat dengan menzhalimi orang yang dighibah yaitu membuka
aibnya atau mencemarkan nama baiknya.
Oleh karena itu, jika seseorang telah terlanjur berbuat
ghibah maka kafarat atau atau tebusannya adalah :
Pertama : Bartaubat kepada Allah karena dia telah berbuat dosa besar melanggar sesuatu yang sangat dilarang Allah Ta’ala.
Kedua : Terhadap orang yang telah terlanjur dighibahi maka ini diperinci :
1) Kalau orang yang
dighibah telah mengetahui ada ghibah terhadap dirinya, maka orang yang
mengghibah harus berusaha sesegeranya mendatangi orang yang dighibah dan
meminta maaf kepadanya. Dia juga harus memperlihatkan penyesalan yang sungguh
sungguh dihadapan orang yang dighibah tersebut.
2) Kalau orang yang
dighibah tidak mengetahui bahwa dia telah dighibah maka yang mengghibah tidak
usah memberitahukan kepadanya. Ini untuk menjaga kemungkinan terjadinya
mudharat yang lebih besar. Tapi dia haruslah senantiasa mendoakan orang yang
pernah dighibahnya dengan berbagai kebaikan
untuk dunia maupun akhiratnya.
Imam Mujahid, seorang Tabi’in, salah satu murid terbaik Ibnu
Abbas, berkata : “Kafarat atau tebusan tindakanmu yang memakan daging saudaramu
(karena mengghibahnya) adalah dengan
cara memuji orang yang dighibah dan mendoakan kebaikan baginya.” Imam Ibnu Qudamah menambahkan :
Bahwa mendoakan kebaikan ini berlaku pada saat orang yang dighibah masih hidup
ataupun sudah meninggal.
Saudaraku ada satu hal
yang kiranya betul betul penting untuk kita ketahui bahwa para ulama memang
telah menunjukkan kepada kita kafarat atau tebusan terhadap ghibah. Tapi
berusahalah agar jangan sampai kita menggunakannya yaitu dengan cara menjauhi
ghibah sejauh jauhnya. Masalah tebusan atau kafarat ghibah yang diajarkan para
ulama bukanlah bermakna ridha terhadap ghibah lalu menggunakan pintu tebusan
atau kafarat. Ini bukan pintu biasa tapi pintu super darurat yang bisa dipakai jika
terlanjur berbuat ghibah.
Semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu a’lam. (150)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar