KISAH WAFATNYA ABU THALIB
Oleh : Azwir B. Chaniago
Paman
Nabi, Abu Thalib meninggal pada tahun kesepuluh kenabian. Sayangnya Abu Thalib
meninggal dalam keadaan musyrik pada hal dia adalah pembela yang sangat banyak
jasanya terhadap Rasulullah Salallahu 'alaihi wasallam.
Imam
Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan, bahwa Ibnul Musayyib berkata : Sesungguhnya
Rasulullah menemui Abu Thalib ketika akan meninggal. Di situ beliau mendapati
Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah. Rasulullah berkata kepada Abu Thalib :
“Wahai pamanku katakan Laa ilaha illallah sebuah kalimat
yang aku akan menjadi saksimu di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari
Kiamat.” Maka Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata : Wahai Abu Thalib
apakah engkau membenci agama Abdul Muthalib ?.
Rasulullah
terus terus mentalqinnya dengan mengulangi kalimatnya diatas, hingga akhir
ucapan Abu Thalib dia tetap berada diatas agama Abdul Muthalib dan tidak
mengucapkan syahadat. Raslullah berkata : “Demi Allah, sungguh aku akan
memohonkan ampun untukmu selama aku tidak dilarang”hingga kemudian Allah
menurunkan ayat : “Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang orang beriman
memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang musyrik, walaupun orang orang
musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang
orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. (Q.S at Taubah 113).
Dan
juga ayat : “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada
orang orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah
lebih mengetahui orang orang yang mau menerima petunjuk” (Q.S al Qashash
56)
Disebabkan
pembelaan yang begitu besar dari Abu Thalib kepada Rasulullah baik sebelum
maupun setelah menjadi Rasul, maka dia bisa memperoleh syafaat dari Rasulullah
yaitu dengan diringankan siksaannya di hari Kiamat kelak.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah
berkata : “Ahwanu ahlin naari ‘adzaaban abuu thaalibin wa huwa munta’ilun
bina’laini yaghlii minhumaa dimaaghuh” . Penghuni neraka yang paling
ringan siksaannya adalah Abu Thalib. Ia memakai sepasang sandal yang bisa
membuat otaknya mendidih (H.R Imam Muslim)
Dari Abbas bin Abdul Muththalib, dia
bertanya kepada Rasulullah SAW., 'Ya Rasulullah! Apakah engkau dapat menolong
Abu Thalib, sebab ia pernah melindungimu dan mengasuhmu?" Rasulullah SAW
menjawab, 'Ya, dia berada di pelataran neraka yang tidak dangkal, seandainya
kalau bukan karena aku tentu dia berada di neraka yang paling dalam" (H.R
Imam Muslim)
Dalam
kisah wafatnya Abu Thalib ini, maka ada beberapa faedah yang bisa diambil :
Pertama : Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah menunjukkan bahwa hidayah itu semata mata milik-Nya dan
Dia memberikan hidayah kepada yang dikehendaki-Nya. Abu Thalib adalah paman
Nabi yang telah banyak membela beliau tetapi
tidak mendapat hidayah untuk mengucapkan kalimat tauhid.
Kedua : Adanya pengaruh yang besar dalam keikhlasan
suatu amal kebaikan. Abu Thalib telah memberikan pertolongan yang banyak dan
pembelaan kepada Rasulullah, tetapi itu dilakukan hanya karena hubungan kekerabatan
yaitu hubungan paman dan keponakan saja bukan karena Allah Ta’ala, maka Allah
tidak memberikan taufik kepada Abu Thalib.
Ketiga : Sebaik apapun perbuatan yang dilakukan
seseorang hanya akan bernilai disisi Allah jika dilandasi dengan iman dan Islam.
Keempat : Sungguh Rasulullah telah mengingatkan agar seseorang selalu memperhatikan dengan
siapa dia harus berteman dekat. Beliau
bersabda : “Arrajulu ‘alaa diini khaliilih, falyanzhur ahadukum man
yukhaalil” Seseorang itu bergantung
kepada agama teman dekatnya. Oleh karena itu hendaklah salah seorang dari
kalian memperhatikan siapa yang akan dijadikan teman dekatnya.(H.R at Tirmidzi
dan Abu Dawud)
Lihatlah
betapa besar pengaruh teman bagi seseorang. Abu Thalib yang berteman akrab
dengan Abu Lahab dan Abdullah bin Abu Umaiyah, yang kedua teman ini mampu
menghalangi Abu Thalib untuk mengikuti dakwah Rasulullah membaca kalimat
tauhid. Akhirnya dia meninggal dalam
keadaan musyrik, yaitu masih tetap teguh berpegang kepada agama Abdul Muthalib.
Allahu
a’lam. (167)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar