ADAB BERTANYA DI MAJLIS TA’LIM
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah.
Sungguh, belajar ilmu adalah wajib bagi setiap
Muslim. Rasulullah salallahu alaihi wassalam bersabda : “Thalibul ‘ilmi
faridhatun ‘ala kulli muslim.”
Menuntut ‘ilmu wajib bagi setiap Muslim (laki-laki dan perempuan). H.R. Ibnu
Majah.
Diantara keutamaan belajar ilmu adalah memudahkan jalan
menuju surga. Rasulullah bersabda : “Waman salaka thariiqan yaltamisu fiihi
‘ilman, sahhalallahu lahu bihi thariiqan ilal jannah.” Dan barang siapa menempuh
jalan untuk menuntut ilmu maka Allah mudahkan jalan baginya menuju Surga. (H.R
Imam Muslim, dari Abu Hurairah).
Saat ini sangatlah banyak sarana
atau media yang memudahkan kita untuk
belajar ilmu. Bisa melalui lembaga pendidikan formal, non formal atau melalui
berbagai media yang tersedia baik buku, majalah, cd-vcd, internet dan banyak lagi yang lainnya. Jadi masalah belajar belajar saat
ini bukan terletak pada masalah sarana ataupun materi pelajaran tapi masalahnya
ada pada semangat dan kemauan serta pengaturan waktu untuk belajar.
Sekarang tinggal kita bertanya kepada diri masing masing,
masih adakah semangat atau kemauan saya untuk belajar. Mungkin ada diantara
saudara kita yang berkata : Saya sudah puas belajar. Saya sudah banyak tahu
sehingga tidak perlu lagi belajar. Saya sudah memiliki ijazah dan sertifikat
ini dan itu. Bahkan ada yang berkata, saya sudah bosan belajar. Ketahuilah
bahwa orang bijak berkata : Berhentilah belajar jika sudah ada yang mengatakan
bahwa orang bodoh lebih baik dari orang berilmu.
Adab dalam bertanya
Dari sedemikian banyak sarana atau media untuk belajar ilmu
ternyata yang paling utama dan sangat bermanfaat adalah hadir di majlis ilmu,
duduk dihadapan guru atau ustadz. Namun
demikan, hadir di majlis ilmu memiliki adab
adab yang harus dipenuhi oleh seorang penuntut ilmu. Salah satu adab
yang sangat penting tapi agak sering diabaikan adalah “adab bertanya.”
Sungguh pada majlis ilmu terkadang kita melihat ada
yang bertanya dengan melupakan tata cara yang baik bahkan kurang santun.
Ketahuilah bahwa pertanyaan yang diajukan tanpa mengindahkan
adab bisa menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan baik bagi guru yang
ditanya atau bagi peserta yang lain. Ujung-ujungnya akan mengganggu suasana
atau tertib majlis tersebut.
Itulah sebabnya banyak ulama yang
mengajarkan sopan santun dalam bertanya pada majlis-majlis ilmu. Imam Ibnul
Qayyim, dalam kitab Miftah Darus Sa’adah, menjelaskan bahwa belajar ilmu memiliki enam
tingkatan. Salah satu tingkatannya kata beliau adalah “berlaku baik dalam bertanya”.
Sungguh sangatlah banyak adab yang patut dijaga dalam
bertanya di majlis ilmu, diantaranya adalah
:
Pertama :
Bertanya dengan mengikhlaskan niat.
Ketika bertanya seseorang hendaknya
:
1. Dia mengikhlaskan niatnya karena Allah dalam rangka
melaksanakan perintah Allah kepadanya yaitu : Fas’alu aladz dzikri inkuntum lata’lamun.
Maka bertanyalah kepada yang berilmu jika kalian tidak mengetahui (Q.S. Al Anbiya 7).
2. Dalam rangka menghilangkan kebodohan bagi dirinya karena
Allah telah mengingatkan dalam firmanNya : “Wala taqfu malaisa laka bihi ilmun, innas sam’a wal
bashara wal fu’ada kullu, ulaaika kana ‘anhu mas’uulaa”. Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui,
karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta
pertanggung jawabannya. (Q.S. Al
Isra’ 36).
3. Dalam rangka mencari keutamaan dari sesuatu yang belum dia ketahui agar bermanfaat bagi dirinya dan juga
bagi orang lain sebagaimana para sahabat dahulu senantiasa bertanya.
4. Jangan salah niat, bertanya bukanlah untuk dianggap hebat
karena pertanyaannya dan cara menyampaikannya sangat mengagumkan yang
hadir.
Kedua : Tidak
malu bertanya jika
itu bermanfaat.
Sebagaimana dinukil oleh Imam
Bukhari, Imam Mujahid berkata : Tidak
akan memperoleh ilmu orang yang malu bertanya dan orang yang sombong.
Malu disini maksudnya adalah
minder karena kata malu hakikatnya
adalah baik atau positif. Minder atau merasa rendah diri dalam bertanya bukanlah adab yang baik dalam belajar ilmi. Memang ada yang merasa minder bertanya. Jangan-jangan
pertanyaan saya rendah, tidak bermutu. Jangan-jangan dicemoohkan atau
direndahkan. Ini bisa terjadi pada pertanyaan langsung. Apalagi bagi yang tidak biasa berbicara dihadapan orang banyak. Kalau begini keadaannya maka boleh
bertanya tertulis atau melalui teman lain.
Ummul Mukminin ‘Aisyah
berkata : “Sebaik-baik wanita adalah
wanita Anshar, karena mereka tidak terhalang dengan rasa malu (minder) untuk
mengetahui ilmu agama (dengan bertanya).
Ummu Sulaim pernah bertanya
kepada Rasulullah dalam suatu majlis secara langsung : Ya Rasulullah apakah seorang wanita wajib
mandi jika bermimpi basah. Pertanyaan ini mungkin dianggap kurang tepat jika ditanyakan didepan orang banyak.
Tapi Rasulullah menghargai dan memberikan
jawaban.
Beliau tidak memberi komentar, misalnya kenapa bertanya seperti ini
didepan orang banyak. Justru pertanyaan ini menjadi diketahui jawabannya oleh
orang banyak sehingga menjadi ilmu
baginya dan juga bagi kaum muslimin sesudahnya sampai hari Kiamat.
Ketiga : Memulai
pertanyaan dengan salam.
Disyari’atkan untuk memberi salam
sebelum bertanya. Memberi salam sebelum bertanya berlaku terhadap pertanyaan
lisan maupun tulisan. Ini termasuk adab Islam yang mulia.
Rasulullah bersabda :
Assalamu qablas sual faman bada-akum bi suali qablas salami fala tajiibuhu.
Siapa saja yang bertanya kepadamu sebelum ia mengucapkan salam, janganlah
kalian menjawabnya. (H.R. Ibnu ‘Adi, lihat Kitab Silsilah ash Shahihah.)
Hadits ini mengandung
perintah dan hukum suatu perintah adalah wajib.
Tapi wajib disini perlu memahami
bagaimana para sahabat mempraktekkannya. Dalam banyak hadits diketahui
bahwa para sahabat sering bertanya tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu tapi
tetap dijawab oleh Rasulullah. Contohnya adalah seorang Badui yang bertanya
kepada Rasulullah tentang kapan datang Kiamat. Penanya tidak memberi salam
lebih dahulu tapi tetap dijawab oleh Rasulullah Jadi mengucapkan salam sebelum
bertanya bukan suatu yang wajib tapi sangat dianjurkan.
Ini pelajaran berharga, agar kita
tidak cepat-cepat menghukumi sesuatu sebelum melihat bagaimana sahabat
memahaminya karena sahabatlah yang lebih tahu, bukan kita.
Namun demikian, meskipun tidak
wajib tentu akan lebih baik dan sangat
bermanfaat kalau kita mulai dengan salam sebelum bertanya karena Rasulullah
yang mengajarkannya melalui lisan beliau. Jika kita praktekkan berarti kita
telah ikut menghidupkan sunnah.
Ketahuilah bahwa salam bermakna
doa. Kalau kita ucapkan salam
kepada guru kita sebelum bertanya maka ini adalah kesempatan bagi kita
mendoakan, dengan memohon keselamatan, rakhmat dan berkah dari Allah untuk guru
kita. Dan ini insya Allah adalah sebagian dari rasa terima kasih kita. Sungguh
sangatlah pantas bila kita berterima kasih dan mendoakan guru yang telah
memberi kita berbagai ilmu yang nilainya tidak bisa dibanding dengan harta.
Tidak hanya sampai disitu,
sekiranya kita mengucapkan salam sebelum bertanya maka guru insya Allah akan
menjawab salam kita dengan yang lebih baik, minimal seperti yang kita ucapkan.
Inilah kesempatan yang sangat berharga bagi kita untuk mendapat doa dari orang
berilmu dan orang shalih seperti guru kita. Sebagai seorang muridnya kita
didoakan guru kita melalui
jawaban salam yaitu keselamatan, rakhmat dan berkah dari Allah bagi kita. Ini
sangat kita harapkan. Dan insya Allah akan diijabah karena doa dari orang
shalih tentu lebih utama untuk dikabulkan Allah.
Oleh karena itu kita mohon kepada
Allah agar dimudahkan untuk mengikuti sunnah Rasulullah yaitu memberi salam
sebelum bertanya.
Keempat : Bertanya
dengan bahasa yang jelas.
Suatu pertanyaan yang tidak jelas
atau samar bisa memiliki multi makna. Kalau dijawab, maka berpotensi keliru
atau tidak sesuai dengan yang dimaksud penanya. Kemungkinan lain adalah yang
ditanya akan bertanya lagi sebelum menjawab
sehingga tidak praktis dan tidak efisien.
Syaikh Shalih Alu Syaikh pernah
mengingatkan bahwa bertanya dengan bahasa atau kata-kata yang jelas berarti
kita menghargai guru. Dan ini adalah salah satu adab seorang pelajar terhadap
gurunya.
Perhatikanlah hadits yang
diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab yang dikenal dengan hadits Jibril, yaitu
saat Jibril datang kepada Rasulullah bertanya tentang Islam, Iman, Ihsan dan
tentang hari Kiamat.
Jibril tidak memulai dengan
mukaddimah apapun tapi langsung bertanya : Ya Muhammad, akhbirni ‘anil Islam,
setelah dijawab , lalu bertanya lagi fa-akhbirni ‘anil Iman. Setelah dijawab,
lalu bertanya lagi, fa-akhbirni ‘anil Ihsan. Dan terakhir
bertanya tentang hari
Kiamat dan tanda-tandanya.
Inilah pertanyaan yang sangat
jelas dan dicontohkan oleh seorang malaikat yang mulia yaitu Jibril
‘alaihissalam.
Kelima : Bertanya
dengan cara dan bahasa
yang santun.
Janganlah pernah lupa bahwa orang
yang akan ditanya adalah guru kita meskipun baru sekali itu memberi tausiah
dihadapan kita. Dia adalah orang beriman yang Allah telah meninggikan derajatnya.
Dia telah mengajarkan ilmu kepada
kita. Perhatikanlah apa yang dikatakan Imam asy Syu’bah sebagai mana dinukil
oleh Imam Abdil Barr, bahwa beliau berkata : Setiap orang yang pernah (aku
ambil ilmunya) berupa satu hadits maka aku merasa menjadi hambanya. Maksudnya
adalah dia siap menjadi pelayan, berkhidmat kepada setiap guru yang telah
mengajarnya meskipun hanya satu hadits. Ini bisa terjadi karena Imam Syu’bah
sangat menghargai ilmu dan gurunya.
Oleh karena itu sangatlah pantas
kalau kita bertanya dengan menggunakan kata-kata yang santun. Ada juga baiknya
sebelum bertanya yaitu setelah mengucapkan salam kita mulai dengan mendo’akan
lagi guru kita dengan mengucapkan
‘barakallahu fikum, ya ustadz” atau kata-kata lain yang semisal. Ini adalah
bagian dari adab Islam yang sangat indah dan berusahalah mengamalkannya.
Jangan mengajukan pertanyaan yang
memojokkan apalagi membanding-bandingkan dengan guru-guru yang lain. Andai kita
tahu ada ustadz yang berbeda dengan ustadz ini maka boleh bertanya untuk
klarifikasi tapi tetap dengan bahasa yang santun. Misalnya, mohon ustadz
jelaskan karena ada ustadz yang menjelaskan begini dan begitu.
Pada suatu majlis bisa jadi kesempatan bertanya adalah dengan
tertulis, bahkan tanpa menyebutkan nama siapa yang bertanya. Namun demikian
tetaplah menggunakan kata kata yang baik dan santun. Selain itu, jika
pertanyaan tertulis yang datang ke meja guru sangatlah banyak maka ada
kemungkinan pertanyaan yang kita ajukan tidak sempat dijawab karena waktu atau
yang lainnya. Jangan kecewa dan jika mungkin ajukan pada kesempatan yang lain.
Keenam : Bertanya
untuk sesuatu yang belum diketahui.
Hukum asal bertanya adalah untuk
sesuatu yang belum diketahui dan penanya ingin mengetahuinya. Syaikh Muhammad
bin Shalih al Utsaimin berkata : Bertanya adalah kebutuhan seseorang karena
tidak mengetahui.
Allah berfirman : “Fas’alu aladz dzikri inkuntum la ta’lamun. (Q.S. al Anbiyaa’
7).
Janganlah bertanya untuk mendapat
perhatian atau pujian. Supaya dikatakan hebat karena banyak bertanya dan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang berat. Apalagi dengan menggunakan kalimat seperti
bersajak, menggunakan istilah-istilah asing yang tidak jelas.
Juga tidaklah terpuji jika
seseorang bertanya untuk menguji ilmu gurunya. Jika kebetulan guru tidak bisa
menjawab dengan baik dia merasa senang. Ketahuilah bahwa tidak semua ilmu bisa diketahui
oleh seorang yang ‘alim karena kemampuan manusia terbatas dan ilmu adalah
sesuatu yang sangat luas dan banyak cabangnya.
Ketujuh : Bertanya untuk suatu yang sudah diketahui
Tidaklah tercela Jika seseorang bertanya di majlis ilmu tentang sesuatu yang sebenarnya dia sudah mengetahui tapi menurut perkiraan penanya banyak
peserta yang lain belum
tahu. Jadi
boleh bertanya dengan niat tarbiyah yaitu memberi pengajaran kepada yang lain
karena yang ditanyakan adalah suatu yang penting dan guru mungkin lupa
menjelaskannya.
Perhatikanlah hadits Jibril yang
diriwayatkan dari Umar bin Khathab. Jibril bertanya kepada Rasulullah tentang
Islam, Iman dan Ihsan. Setelah dijawab oleh Rasulullah lalu Jibril berkata “sadaqta-engkau
benar”. Kata Umar
bin Khaththab : Kami
heran kepadanya, ia yang bertanya dan ia pula yang membenarkan.
Jadi dalam hal ini Jibril sudah mengetahui jawaban dari apa yang
ditanyakannya. Jibril
bertanya adalah dalam rangka tarbiyah yaitu sebagaimana disabdakan oleh
Rasulullah pada bagian akhir hadits tersebut : Wahai Umar tahukah kamu siapa yang
bertanya itu tadi. Aku menjawab : Allah dan RasulNya yang lebih tahu.
Lalu Rasulullah bersabda : “Fainnahu jibriilu ataakum yu’allamukum diinakum”
Sesungguhnya dia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajari
kalian tentang agama kalian.” (H.R Imam Muslim).
Allahu a’lam. (169)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar