LEVEL IMAN
SESEORANG BISA TERGAMBAR DARI LISANNYA
Diiusun oleh : Azwir
B. Chaniago
Lisan adalah salah
satu anugerah yang besar dari Allah Ta'ala. Dengan lisan manusia bisa
berbicara, berkomunikasi dengan sesamanya dalam pergaulan dan berbagai aktifitas sehari hari. Sungguh kita tidak bisa
membayangkan betapa sulitnya kehidupan ini jika kita tak punya lisan untuk
berbicara.
Bahwa sifat dari satu
nikmat dari Allah Ta'ala bukan hanya sekedar dimanfaatkan tetapi ADA KEWAJIBAN
BERSYUKUR TERHADAP NIKMAT ITU. Sungguh Allah Ta'ala ridha kepada hamba
hamba-Nya yang bersyukur. Allah Ta'ala
berfirman :
وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ ۗ
Jika kamu bersyukur Dia (Allah Ta’ala) MERIDHAI
kesyukuranmu itu. (Q.S az Zumar 7).
Diantara tanda bersyukur
adalah menggunakan nikmat itu sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah
Ta'ala yang telah memberi nikmat yaitu dengan memenuhi perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.
Ketahuilah bahwa sungguh
Rasulullah Salallahu alaihi Wasallam telah mengingat tentang menjaga lisan
sebagaimana sabda beliau :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ
فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik
atau hendaklah ia diam. (Mutafaq ‘alaihi).
Imam an Nawawi berkata : Apabila salah seorang dari kalian hendak berbicara dan pembicaraan tersebut benar-benar baik dan berpahala, baik dalam membicarakan yang wajib maupun sunnah, silahkan ia mengatakannya. Jika belum jelas baginya, apakah perkataan itu baik dan berpahala atau perkataan itu tampak samar baginya antara haram, makruh dan mubah, hendaknya dia tidak mengucapkannya.
Berdasarkan hal
ini, maka perkataan yang mubah tetap dianjurkan untuk ditingggalkan dan
disunnahkan menahan diri untuk tidak mengatakannya, karena khawatir akan
terjerumus kepada perkataan yang haram dan makruh. Inilah yang sering terjadi
(Syarah Shahih Muslim).
Umar bin
Khaththab berkata : “Semoga Allah merakhmati orang yang menahan diri dari
banyak berbicara dan lebih mengutamakan banyak beramal”. (Uyun al Akhbar, Ibnu
Taimiyah).
Dari
zhahir hadits ini, pertama sekali ada faedah yang bisa diambil, diantaranya
bahwa BERKATA YANG BAIK ATAU DIAM bukanlah sekedar masalah etika berbicara tapi
terkait dengan iman. Lihatlah lafazh hadits ini : “Barang siapa beriman
kepada Allah dan Hari Akhir”. Jadi jika kita melihat seseorang tidak
menggunakan lisannya dengan baik, sering berbicara kotor, jorok, menyakiti
orang lain, berbicara sesuka hawa nafsunya maka itu ADALAH SALAH SATU GAMBARAN
TENTANG IMANNYA YANG PERLU DIPERBAIKI.
Sebagai penutup tulisan ini, dinukil satu hadits dari
Abu Hurairah :
إن العبد ليتكلم بالكلمة من رضوان الله , لا يلقي لها
بالا , يرفعه الله بها درجات , و إن العبد ليتكلم بالكلمة من سخط الله , لا يلقي
لها بالا يهوي بها في جهنم
Sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang
mendatangkan keridhaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, karena sebab
perkataan tersebut Allah meninggikan derajatnya.
Dan sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat
yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, dan TERSEBAB
PERKATAAN TERSEBUT DIA DILEMPARKAN KE DALAM API NERAKA. (H.R Imam
Bukhari dan Imam Muslim).
Wallahu A'lam. (2.952).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar