IMAM MADZHAB MENYURUH KAUM MUSLIMIN
MENGIKUTI AS SUNNAH
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Menurut ulama
fiqih, pengertian madzhab secara umum, adalah sebuah metodologi fiqih khusus yang
dijalani oleh seorang ahli fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain,
yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum dalam wilayah ilmu furu'.
Kaum muslimin mengetahui bahwa ada
beberapa madzhab. Empat diantaranya yang
paling dikenal adalah madzhab Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hambali. Meskipun diantara Imam madzhab didapati adanya
beberapa perbedaan karena ijtihad,
tetapi ketahuilah bahwa para imam ini
menyuruh kaum muslimin tetap
berpegang kepada as sunnah.
Perhatikanlah perkataan imam empat
madzhab yang sangat menekankan kaum muslimin untuk mengikuti as sunnah. Diantara
perkataan beliau adalah :
Pertama : Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah berkata :
(1) Jika sebuah hadits terbukti shahih maka itu
adalah madzhab (pendapat) ku.
(2) Tidak halal bagi seseorang mengambil
pendapat kami selama dia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.
(3) Haram bagi orang yang tidak
mengetahui dalil yang aku jadikan dasar untuk berfatwa dengan perkataanku
(pendapatku). Sebab kami adalah manusia, hari ini berpendapat dengan satu
pendapat, lalu besoknya kami rujuk darinya.
(4) Jika aku mengatakan suatu
perkataan yang berseberangan dengan Kitabullah dan hadits Rasulullah maka
tinggalkanlah perkataanku (pendapatku) itu.
Kedua : Imam Malik bin Anas. Imam Malik berkata :
(1) Sesungguhnya aku adalah manusia
biasa, yang bisa salah dan bisa benar. Karena itu lihatlah pendapatku itu.
Setiap yang sesuai dengan Kitabullah dan as Sunnah maka ambillah. Dan setiap
yang tidak sesuai dengan Kitabullah dan as Sunnah maka tinggalkanlah.
(2) Setelah Nabi Salallahu ‘alaihi
wasallam, tak seorangpun kecuali diambil pendapatnya dan dapat pula
ditinggalkan, kecuali Nabi.
(3) Ibnu Wahb berkata : Aku pernah
mendengar Imam Malik ditanya tentang menyela nyelai jari kedua kaki ketika
berwudhu’. Lalu Imam Malik berkata : Itu (menyelai jari) tidak harus dilakukan
oleh orang orang. Ibnu Wahb melanjutkan : Lalu aku membiarkan Imam Malik hingga
orang orang mulai berkurang. Setelah itu aku berkata kepada Imam Malik : Kami
memiliki dalil dari as Sunnah mengenai hal itu. Imam Malik bertanya : Apa itu
?.
Aku menjawab : Al Laits bin Sa’ad,
Ibnu Lahi’ah dan ‘Amr bin al Harits, menuturkan kepada kami dari Yazid bin ‘Amr
al Mu’afiri dari Abu Abdirrahman al Hubuli dari al Mustaurid bin Syaddad al
Quraisy, ia berkata : ”Ra-aitu rasulullah
salallahu ‘alaihi wasallam yudalliku bi khinsharihi maa baina ashaaba’i
rijlaihi”. Aku pernah melihat Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam menggosok dengan jari kelingkingnya antara
jari jari kedua kakinya.
Maka Imam Malik berkata : Hadits
ini hasan. Aku sama sekali belum pernah mendengarnya kecuali saat ini. Kemudian
setelah itu, Imam Malik pernah ditanya (tentang hal yang sama maka beliau
menyuruh agar menyelai jari-jari (ketika berwudhu’).
Ketiga : Imam asy Syafi’i. Beliau
paling tegas mengingatkan umat Islam untuk mengikuti as Sunnah dan
meninggalkan perkataan selain Nabi jika itu menyelisihi perkataan Nabi. Beliau
berkata :
(1) Tak seorangpun kecuali pernah
hilang iangatannya (lupa) dan samar baginya suatu Sunnah Rasulullah Salallahu
‘alaihi Wasallam. Maka betapapun perkataan yang telah aku katakana atau suatu
prinsip yang telah aku buat, jika mengenainya terdapat hadits dari Rasulullah
yang berseberangan dengan apa yang aku katakana itu maka perkataan yang diterima adalah perkataan Rasulullah
sebab itu juga perkataanku.
(2) Kaum muslimin telah bersepakat
(ijma’) bahwa siapa saja yang telah jelas baginya Sunnah Rasulullah Salallahu
‘alaihi Wasallam maka ia tidak boleh meninggalkannya karena (mengiktui)
perkataan seseorang.
(3) Jika kalian menemukan di dalam buku yang aku tulis ada hal yang
berseberangan dengan as Sunnah maka tinggalkanlah apa yang aku katakan. Dalam
riwayat yang lain disebutkan pula perkataan beliau : Maka ikutilah Sunnah itu
dan janganlah menoleh kepada perkataan siapapun.
(4) Jika sebuah hadits (terbukti) shahih
maka itulah madzhabku.
(5) Engkau (yang dimaksud adalah
Imam Ahmad, yang juga pernah berguru kepada Imam asy Syafi’i pen.) lebih
mengetahui daripada aku tentang hadits dan perawi hadits. Maka jika ada hadits
shahih beritahukanlah kepadaku, siapapun perawinya, apakah ia penduduk Kufah,
Basyrah atau Syam sehingga aku dapat menemuinya, jika benar itu hadits shahih.
(6) Setiap apa yang aku katakan
lalu ternyata ada hadits yang shahih dari Nabi Sallallahu ‘alaihi Wasallam yang
berseberangan dengan pendapatku tersebut maka hadits Nabi tersebut lebih utama (untuk
diikuti). Karena itu janganlah bertaklid kepadaku.
Keempat
: Imam Ahmad bin Hanbal. Ketahuilah bahwa diantara imam madzhab, Imam Ahmad
adalah yang paling banyak menghimpun hadits. . Kitab Musnad beliau terdiri dari
14 sub kitab dan memuat 26.363 hadits yang beliau seleksi dari 150.000 hadits.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata :
(1) Janganlah bertaklid kepadaku, kepada Imam Malik, Imam asy Syafi’i,
Imam al Auza’i maupun kepada Imam ats Tsauri (tetapi) ambillah dari mana mereka
mengambil.
(2) Makna ittiba’ adalah mengikuti
apa apa yang datang dari Nabi dan para sahabat, apabila berasal dari Tabi’in,
dia dapat memilih.
(3) Pendapat Imam al Auza-i, Imam
Malik dan Imam Abu Hanifah semuanya adalah pendapat dan itu sama bagiku.
Sesungguhnya hujjah ada dalam atsar (hadits).
Pertama : Meskipun para imam Madzhab itu adalah orang orang yang sangat
dalam ilmunya namun ternyata beliau adalah orang orang yang sangat tawadhu’.
Kedua
: Tidak ada seorang pun dari Imam Madzhab yang mengajak orang orang untuk
mengikuti perkataan atau pendapatnya apalagi bertaklid kepadanya.
Ketiga : Para Imam Madzhab menyuruh kita untuk mengikuti as sunnah dan
tidak mengikuti perkataan atau pendapat beliau jika perkataan atau pendapat
beliau menyelisihi as Sunnah.
Keempat
: Tidak seorang pun dari Imam Madzhab yang mengatakan bahwa pendapatnya paling
benar sehingga harus diikuti semua.
Kelima : Ternyata para imam madzhab sangat kokoh memegang setiap as
Sunnah yang telah diketahuinya.
Keenam : Sungguh jumlah hadits sangatlah banyak dan diantaranya ada
yang belum sampai atau belum diketahui oleh para Imam tetapi begitu mengetahui
maka beliau mengamalkannya.
Ketujuh : Jika kepada para Imam Madzhab saja tidak dianjurkan untuk
bertaklid apalagi kepada ulama atau ustadz yang memiliki ilmu dibawah ulama
madzhab.
Kesimpulannya ada pada satu hal
yaitu : Wajibnya berpegang kepada as
sunnah dan tidak bertaklid kepada pendapat para imam madzhab jika pendapat itu
berseberangan dengan as sunnah.
Insya Allah ada manfaatnya bagi
kita semua. Wallahu A’lam. (898).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar