NIKMAT AKAN DITANYA DAN DIPERTANGGUNG JAWABKAN
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Nikmat apapun yang diperoleh
manusia adalah dari Allah Ta’ala datangnya. Allah
berfirman : “Wamaa bikum min ni’matin fa minallahi” Dan segala
nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. (Q.S an Nahl 53)
Dan sangatlah banyak nikmat itu
baik jumlahnya maupun jenisnya sehingga kita tidak akan pernah mampu menghitungnya.
Allah berfirman : “Wain ta’uddu ni’matalahi laa tuhshuhaa” Dan
jika kalian menghitung nikmat Allah maka engkau tidak akan mampu
menghitungnya. (Q.S Ibrahim 34).
Ketahuilah bahwa nikmat yang
diberikan Allah Ta’ala, pada waktunya haruslah dipertanggung jawabkan. Kita akan ditanya tentang nikmat yang kita peroleh dan telah dimanfaatkan. Allah
berfirman : “Tsumma la tus-alunna
yauma-idzin ‘anin na-iim. Kemudian kamu benar benar akan ditanya pada hari
itu tentang kenikmatan (bermegah megah di dunia). Q.S at Takaatsur 8.
Sungguh kita akan diminta
pertanggung jawaban tentang penggunaan nikmat yang Allah karuniakan. Apakah telah
digunakan untuk ketaatan atau untuk kemaksiatan. Dalam sebuah hadits Rasulullah
menyebutkan empat macam nikmat yang akan ditanya pada hari Kiamat kelak.
Rasulullah bersabda : “Tidak akan bergeser dua telapak kaki
seorang hamba ketika hari Kiamat kelak hingga ia ditanya : (1) Tentang umurnya untuk apa ia habiskan. (2) Tentang ilmunya untuk
apa dia amalkan. (3) Tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan
untuk apa ia belanjakan. (4) Tentang
badannya untuk apa dia letihkan. (H.R
Imam at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Silsilah Hadits
Shahih).
Dari hadits diatas ada empat nikmat yang akan ditanya dan dipertanggung jawabkan yaitu :
Pertama : Tanggung jawab tentang umur.
Manusia telah diberi nikmat umur
dan seharusnya digunakan untuk berbekal agar bisa kembali ke negeri asal yaitu
surga. Umur tersebut sewaktu waktu akan berakhir sehingga manusia haruslah
selalu waspada untuk siap mempertanggung jawabkannya dihadapan Allah Ta’ala
tentang penggunaannya.
Allah berfirman : “Wa likuli ummatin ajalun, fa idzaajaa-a
ajaluhum laa yasta’khiruuna saa’atan wa laa yataqdimuun”. Dan setiap umat
mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaatpun.
(Q.S al A’raaf 34)
Tentu sangat diharapkan agar umur ini
dimanfaatkan untuk ketaatan dan bukan untuk kemaksiatan sehingga bisa selamat
dalam menjalani hidup di dunia maupun di akhirat.
Namun demikian kalau kita
memperhatikan keadaan sebagian manusia saat ini ternyata tidak peduli kapan ajalnya akan tiba dan tidak
peduli pula apa yang telah dipersiapkan untuk akhiratnya. Jika diseru kepada
ketaatan ternyata banyak diantara mereka yang lalai tapi tanpa diseru untuk
kemaksiatan mereka selalu bersegera. Sungguh ini membahayakan baginya.
Allah Ta’ala telah menggambarkan
bagaimana keadaan orang orang yang lalai dan tidak memanfaatkan nikmat umurnya
untuk beramal shalih. Perhatikanlah firman Allah dalam surat Fathir 37 : “Dan mereka berteriak di dalam neraka itu :
Ya Rabb kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang shalih
yang berlainan dengan yang telah kami kerjakan (dahulu). Dan apakah Kami tidak
memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau
berfikir. Dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan ?. Maka
rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi orang orang yang zhalim seorang penolong
pun.” .
Kedua : Tanggung jawab tentang ilmu.
Sungguh Allah Ta’ala telah
membekali manusia dengan ilmu agar bisa
selamat menjalani kehidupan. Tetapi ilmu bagai pisau bermata dua. Ilmu bisa mendatangkan keselamatan dan kebahagian serta juga bisa mendatangkan kesengsaraan bagi
pemiliknya.
Oleh karena itu seharusnya kita
berhati hati dalam mengamalkan ilmu sebab harus dipertanggung jawabkan kelak.
Gunakan ilmu untuk sesuatu yang
bermanfaat yaitu terutama dengan melakukan amal shalih.
Ketiga : Tanggung jawab tentang harta.
Tanggung jawab terhadap harta lebih
berat lagi. Disini ada dua pertanyaan yaitu dari mana didapat dan untuk apa
dibelanjakan. Seharusnya harta didapat dengan cara yang halal lalu dibelanjakan
pada jalan yang Allah ridha. Dengan demikian
maka kelak akan mudah mempertanggung jawabkannnya.
Sungguh Rasulullah telah
mengingatkan kita dalam sabda beliau : “Wahai
sekalian manusia bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah cara mencari (rizki), karena satu jiwa tidak akan
mati hingga rizkinya sempurna meskipun secara lambat. Maka bertakwalah kepada
Allah dan perbaguslah cara mencari
(rizki) ambil yang halal dan tinggalkan yang haram. (H.R Ibnu Majah, al
Hakim dan al Baihaqi dari Jabir bin Abdillah, dishahihkan oleh Syaikh al
Albani).
Keempat : Tanggung jawab tentang badan.
Sungguh Allah Ta’ala telah memberi
nikmat berupa badan atau fisik kita
sempurna dan juga diberi kesehatan sehingga memudahkan untuk beribadah
kepada-Nya. Kita tidak boleh tertipu dengan fisik yang sehat sehingga lalai dalam
beribadah.
Lihatlah betapa banyak orang yang
tertipu dengan fisik yang sehat. Mereka mampu melakukan kegiatan olah raga
berjam jam tetapi tidak mampu
melangkahkan kaki ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah. Betapa
banyak orang yang fisiknya sehat sehingga mampu melakukan pekerjaan tambahan
atau lembur semalaman namun tidak mampu untuk shalat malam dua rakaat saja yang
hanya butuh waktu beberapa menit.
Sungguh benar apa yang disabdakan
Rasulullah : “Ni’mataani
maghbunun fihima katsirun minannash shihatu wal faragh” Dua kenikmatan yang banyak dilupakan manusia
adalah (nikmat) kesehatan dan waktu luang.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam.
(724)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar