BERLAKU ADIL DALAM SETIAP KEADAAN
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Saat ini sungguh sangat sulit
menemukan atau mendapatkan keadilan. Nampaknya keadilan sudah betul betul
langka meskipun belum bisa dikatakan punah sama sekali. Barang kali karena berbagai
kepentingan sebagian orang dizaman ini sulit untuk berlaku adil.
Sungguh dalam surat an Nahal 90 Allah Ta'ala telah memerintahkan manusia
untuk berlaku adil dan sekali gus
melarang manusia untuk berbuat keji dan mungkar. “Innallaha ya’muru bil
a’dli wal ihsaan, wa-itaa- idzil qurba wa yanhaa ‘anil fahsyaa-i wal munkari wal baghyi. Ya’izhukum la’alakum
tadzakkaruun” Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Selain itu, didalam surat al
Ma-idah ayat 8 Allah Ta’ala juga memerintahkan orang yang beriman untuk berlaku adil dalam berbagai keadaan.
Allah berfirman : “Wahai orang orang yang
beriman !. Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi
saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap duatu kaum mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Mahateliti apa yang kamu
kerjakan”.
Syaikh as Sa’di berkata : Dalam
ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan orang yang beriman untuk menegakkan
konsekwensi imannya dengan menjadi orang yang
selalu menegakkan keadilan Allah dan menjadi saksi dengan adil. Hendaknya
gerak gerikmu, lahir dan bathin, terus bersemangat dalam penegakkan keadilan
dan hendaknya pelaksanaannya itu hanya karena Allah semata, bukan karena tujuan
dunia. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).
Prof. DR. Hamka berkata : Kalau
seorang yang beriman diminta kesaksiannya dalam suatu hal atau suatu perkara
hendaklah dia memberikan kesaksian yang sebenarnya saja, yakni yang adil. Tidak
membelok belik karena pengaruh suka atau tidak suka, karena lawan atau kawan.
Ataupun yang akan diberikan saksi adalah orang kaya lalu segan (memberikan
kesaksian yang benar) karena kayanya. Ataupun miskin lalu kasihan kepada
kemiskinannya. Katakan apa yang engkau tahu dalam hal itu. Katakan yang
sebenarnya walaupun kesaksian itu akan menguntungkan orang yang tidak engkau
senangi atau merugikan orang yang engkau senangi.
“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil.” Prof. Hamka memberikan contoh dalam hal ini : Misalnya
orang yang akan engkau berikan kesaksian dahulu pernah berbuat sesuatu yang
menyakitkan hatimu maka janganlah kebencianmu itu menyebabkan kamu memberikan
kesaksian dusta untuk melepaskan sakit hatimu kepadanya sehingga kamu tidak
berlaku adil lagi.Kebenaran yang ada pada pihak dia jangan dikhianati karena
rasa bencimu.
“Berlaku adillah karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa”. Prof. Hamka menjelaskan : Keadilan
adalah pintu yang terdekat dengan takwa sedangkan rasa benci akan membawa jauh
engkau dari Rabb-mu. Apabila kamu telah dapat menegakkan keadilan maka jiwamu
sendiri akan merasa dapat kemenangan yang tiada taranya. Ini akan membawa
martabatmu naik disisi manusia dan disisi Allah Ta’ala. Lawan adil adalah
zhalim dan zhalim adalah salah satu puncak maksiat kepada Allah Ta’ala. (Kitab
Tafsir al Azhar).
Syaikh Muhammad bin Shalih al
Utsaimin menyebutkan antara lain tentang kisah (perlakuan adil terhadap) seorang
wanita dari marga Makhzum yang telah mencuri. Nabi Salallahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan para sahabat untuk memotong tangannya untuk menegakkan keadilan.
Padahal ia adalah seorang wanita dari bani Makhzum, sebuah marga yang sangat
dihormati di kalangan kaum Quraisy.
Keputusan Rasulullah membuat risau
hati orang orang Quraisy. Bahkan mereka bingung dan gelisah. Bagaimana mungkin
tangan seorang wanita dari marga Makhzum (yang disegani) dipotong ?. Akhirnya
mereka pun mencari seseorang untuk meminta keringanan kepada Rasulullah.
Mereka berkata : Tidak ada yang
berani membicarakan hal ini kepada Rasulullah selain Usamah bin Zaid. Mereka
tidak menyebut nama Abu Bakar, Umar, Utsman atau Ali bin Abi Thalib yang
mempunyai kedudukan lebih tinggi dari Usamah bin Zaid. Kemungkinan mereka telah
mencobanya tapi tidak berhasil. Boleh jadi juga mereka mengetahui bahwa Abu
Bakar dan yang lainnya tidak bisa atau tidak mau memberikan (usulan keringanan)
hukuman di dalam hukum Allah Ta’ala.
Yang jelas, mereka meminta
pertolongan Usamah bin Zaid. Usamah adalah anaknya Zaid bin Haritsah. Zaid bin
Haritsah dahulunya adalah merupakan seorang budak pemberian Khadijah kepada
Rasulullah dan kemudian beliau membebaskannya sebagai budak. Beliau sangat
mencintai Zaid dan juga Usamah anak Zaid.
Maka Usamah pun berbicara kepada
Nabi tentang kasus wanita al Makhzumiyah ini, dengan harapan beliau akan
membatalkan keputusan sehingga wanita tersebut selamat dari hukuman potong
tangan.
Pada saat itu wajah Rasulullah
berubah ronanya karena marah. Beliau bersabda : “Apakah engkau berani meminta keringanan di dalam hukum Allah ?.
Artinya Usamah tidak layak dan tidak pantas meminta keringanan di dalam hukum
Allah Ta’ala.
Kemudian beliau berdiri dan
berkhutbah dengan khutbah yang sangat jelas. Beliau bersabda : “Amma ba’du : Sesungguhnya orang orang
sebelum kalian binasa dikarenakan ketika seorang yang terpandang diantara
mereka mencuri maka mereka tidak menghukumnya. Sedangkan apabila seorang yang
lemah mencuri maka mereka pun segera menghukumnya”. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Kemudian Rasulullah Salallahu
‘Alaihi Wasallam bersumpah, pada hal beliau adalah orang baik dan jujur,
sehingga beliau tidak perlu bersumpah (untuk memberikan keyakinan kepada orang
lain tentang apa yang beliau ucapkan). Akan tetapi dalam hal ini beliau bersumpah : Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, akulah yang akan
memotong tangannya” (H.R Imam
Bukhari).
Ya Allah, semoga shalawat dan salam
selalu tercurah kepada beliau. Inilah keadilan, hukuman Allah ditegakkan, bukan
(hukum) mengikuti hawa nafsu. Beliau bersumpah apabila Fatimah bin Muhammad
mencuri, pada hal nasab dan keturunan Fatimah lebih mulia daripada wanita al
Muakhzumiyah, karena Fatimah akan menjadi pemimpin para wanita di surga, tetapi
Rasulullah bersumpah tetap akan memotong
tangannya jika dia mencuri.
Selanjutnya Syaikh Utsaimin
memberikan nasehat : Sudah menjadi
kewajiban bagi para pemimpin untuk bersikap adil terhadap yang dipimpinnya
dalam hal penegakkan hukum. Jangan pilih kasih kepada seseorang karena garis keturunannya, kekayaannya,
kedudukannya di kaumnya atau sebab yang lain. Hukuman adalah miliki Allah dan
wajib ditegakkan karena Allah Ta’ala.
Selanjutnya Syaikh berkata : Ketika umat Islam bisa berbuat adil seperti
ini, tidak pernah terpengaruh, berpendirian teguh, tidak takut dengan celaan
para pencela maka umat Islam akan mulia, memiliki kekuatan dan akan ditolong
Allah.
Akan tetapi apabila umat Islam
tidak mau menegakkan hukum Allah, banyak mempertimbangkan permintaan permintaan
untuk membatalkan hukum Allah, maka umat Islam pun berada pada titik terendah
seperti yang kalian lihat sekarang. Semoga Allah mengembalikan kejayaan umat
Islam dan semoga mereka selalu berpegang teguh dengan agamanya. Sesungguhnya
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Syarah Kitab al Kaba’ir).
Insya Allah ada manfaatnya bagi
kita semua. Wallahu A’lam. (726)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar