LAMBAN DALAM MENGAMALKAN ILMU
Oleh : Azwir B. Chaniago
Islam mewajibkan umatnya untuk terus menerus belajar ilmu
terutama ilmu syar’i dan ilmu ilmu lainnya yang bermanfaat bagi umat Islam.
Rasulullah bersabda : “Thalibul ‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslim”. Menuntut
ilmu adalah wajib bagi setiap muslim (H.R Imam Ahmad). Ini adalah salah satu
dalil yang tegas tentang wajibnya belajar bagi seorang muslim baik laki laki
maupun perempuan.
Ketahuilah bahwa ilmu dalam Islam terutama ilmu syar’i, bukan
sebatas untuk diketahui tapi wajib untuk diamalkan. Bukan sekedar penambah wawasan tapi haruslah
tercermin dalam kehidupan sehari hari yaitu berupa kelurusan akidah, keistiqamahan
dalam ibadah, kemuliaan akhlak dan kebaikan dalam bermuamalah.
Sungguh ilmu bisa
menjadi bumerang yang akan memberatkan
seorang hamba di hari Kiamat jika tidak diamalkan. Rasulullah bersabda : “Tidak
akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat hingga ia ditanya
tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya, apa
yang telah diamalkan, tentang hartanya dari mana ia
peroleh dan ke mana ia habiskan dan tentang tubuhnya untuk apa ia gunakan” (H.R
Imam at Tirmidzi).
Namun demikian sangatlah banyak kita menyaksikan orang orang
yang telah belajar dan tahu ilmu tapi lamban dalam pengamalannya. Diantara
contohnya adalah berapa banyak saudara saudara kita yang telah belajar ilmu tentang adab di masjid atau ilmu tentang
adab jika mendengar adzan tapi
pengamalannya masih sangatlah kurang. Berapa banyak pula saudara saudara kita
yang telah belajar misalnya tentang shalat shalat sunat dan keutamaannya, puasa
sunat dan keutamaannya tapi pengamalannya juga sering masih tanda tanya.
Pertama : Ini bisa terjadi bila seorang penuntut ilmu belum betul betul ikhlas
dalam belajar ilmu. Oleh karena itu periksalah keikhlasan diri kita pada setiap
akan hadir di majlis ilmu, pada saat hadir di majlis ilmu dan
pada saat setelah hadir di majlis ilmu
Khatib al Bagdadi berkata : Kemudian aku wasiatkan kepadamu
wahai para penuntut ilmu. Luruskan niatmu dalam menuntut ilmu dan
bersungguh sungguhlah dalam mengamalkannya.
Kedua : Mungkin ketakwaan yang belum mantap sehingga tidak mendapat furqan,
yaitu pembeda mana yang baik dan mana yang buruk. Allah berfirman : “Yaa aiyuhal ladzina aamanuu in
tattaquullaha yaj’al lakum furqanan wa
yukaffir ‘ankum saiyi-atikum wa yaghfirlakum, wallahu dzul fadhlil ‘azhiim” Wahai
orang orang yang beriman. Jika kamu bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan
memberikan furqan kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni
(dosa dosa) mu, Allah memiliki karunia yang besar. (Q.S al Anfaal 29)
Ketiga : Lingkungan yang tidak kondusif dan tidak mendorong seseorang untuk
banyak melakukan amal shalih meskipun dia sudah tahu ilmunya. Ibnu Khaldun
berkata : “Manusia adalah anak lingkungannya.” Maknanya adalah bahwa orang
orang disekitarnyalah yang akan membentuk karakter atau kepribadian seseorang.
Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Al mar-u
‘ala diini khalilihi fal yanzhur ahadukum man yukhaalil” Seseorang akan
mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya perhatikanlah siapa yang
akan menjadi teman karibnya (H.R Imam at Tirmidzi, Abu Dawud dan Imam Ahmad)
Keempat : Dikalahkan oleh bujukan syaithan yang selalu mengajak manusia untuk
menemaninya nanti di neraka. Mendorong manusia untuk berangan angan kosong yang
akhirnya malas beribadah. Syaithan akan
berkata :” Ah tidak apa apa engkau malas beribadah sekarang. Amalmu yang lalu
kan sudah banyak. Apakah engkau tidak melihat banyak orang yang juga kurang
ibadahnya. Bukankah engkau masih muda dan masih ada kesempatan beribadah yang banyak di lain waktu. Bukankah Allah Mahapengampun.”
Sungguh Alllah telah mengingatkan melalui firmanNya : “Ya’iduhum wa
yumannihi, wamaa ya’iduhumusy syaithaanu illa ghuruuraa” (Syaithan itu)
memberikan janji janji kepada mereka dan membangkitkan angan angan kosong pada
mereka, pada hal syaithan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka.
(Q.S an Nisaa’ 120).
Wallahu A’lam. (261)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar