PEMUDA KSATRIA MEMENUHI JANJI
Oleh : Azwir B. Chaniago
Seorang guru saya, dalam sebuah tausiah disatu masjid, menceritakan kisah tentang seorang pemuda yang
layak disebut pemuda ksatria karena memenuhi janjinya meskipun dengan taruhan
nyawanya. Kisah ini, kata beliau, dinukil dari Kitab Nawaadiru al Khulafa’.
Insya Allah bermanfaat.
Dikisahkan bahwa pada zaman Kahlifah Umar bin Khaththab ada
seorang pemuda yang berangkat dari kampungnya untuk melakukan ibadah Umrah. Dia
berangkat sendiri dengan mengendarai unta. Diperjalanan dia beristrirahat
sambil memegang tali untanya. Tetapi dia tertidur maka terlepaslah tali unta
yang dia pegang. Lalu untanya pergi menuju sebuah kebun yang tidak jauh dari
situ. Unta ini rupanya lapar maka dia memakan tanaman yang ada di kebun itu.
Kebun itu dijaga oleh seorang kakek. Melihat tanamannya
dimakan oleh unta maka kakek ini ketakutan karena bisa dimarahi pemilik kebun.
Lalu unta itu diusirnya tapi tidak mau pergi malah masih makan terus. Lalu
kakek ini mengambil sepotong kayu dan memukul unta itu. Tapi ternyata dengan
satu pukulan yang tidak seberapa kerasnya unta itu mati.
Kemudian pemuda tadi
tidur bangun dan mencari untanya. Dia berkeliling dan menemukan untanya berada disebuah kebun dan
telah mati. Pada saat dia bingung dan panik, dia melihat seorang kakek di kebun
itu, lalu dia bertanya : Wahai kakek siapa yang telah membunuh unta ini. Kakek
menjawab dengan jujur : Aku yang telah membunuhnya. Lalu pemuda ini memukul
kakek tersebut dengan kayu yang tadi digunakan untuk memukul untanya. Allah
berkehendak ternyata kakek itu meninggal meskipun pemuda tersebut tidak berniat
membunuhnya.
Pada saat itu pula datang dua orang anak muda ke kebun
memanggil manggil kakeknya. Tapi ternyata kakeknya sudah meninggal. Lalu kedua
anak muda ini bertanya kepada pemuda yang masih berada disitu. Wahai pemuda siapa yang
telah membunuh kakek kami. Dijawab : Saya yang telah membunuhnya kata
pemuda itu. Lalu kedua anak muda itu
berkata lagi : Kami menuntut agar keadilan ditegakkan. Ayolah ikut kami
menghadap Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab.
Didepan Amirul Mukmin
diceritakanlah tetang peristiwa kematian kakek tersebut. Pemuda ksatria
ini tidak membantah dan mengaku bahwa memang dia yang telah membunuh si kakek.
Setelah bertanya dan mendapat keterangan yang jelas serta meyakinkan maka Amirul Mukminin berkata : Wahai pemuda saya akan menegakkan
keadilan. Telah diputuskan bahwa engkau bersalah dan dikenakan hukuman mati
sebagai qishash. Pemuda ini menjawab : Baik Amirul Mukminin, saya siap untuk
menjalaninya.
Amirul Mukminin berkata lagi : Wahai pemuda hukuman akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Adakah
permintaanmu sebelum hukuman engkau jalani. Pemuda ini menjawab : Ada, wahai
Amirul Mukminin. Berilah saya kesempatan beberapa hari pulang ke kampung saya
untuk memberitahukan kepada orang tua dan saudara saudara saya bahwa saya akan
menjalani hukuman mati. Selain itu, kata pemuda tersebut : Saya memiliki
beberapa kewajiban dan hutang di kampung yang saya ingin melunasinya sebelum mati.
Lalu Umar berkata : Saya mengizinkan kamu pulang ke kampung
beberapa hari tetapi engkau harus mencari seseorang sebagai jaminan jika pada waktu yang ditetapkan engkau tidak
kembali maka orang itu yang jadi tebusanmu. Tentu saja pemuda ini menjadi
bingung. Meskipun banyak yang hadir dipersidangan itu tapi tidak satupun yang
dia kenal apalagi mau menjadi penjamin bagi dirinya yang telah dijatuhi hukuman
mati.
Dalam keadaan bingung itu, lalu ada satu orang yang hadir di
situ dan berkata dengan lantang : Wahai Amirul Mukminin, saya siap menjadi
penjamin anak muda ini. Berilah dia waktu beberapa hari untuk menunaikan
keperluannya di kampung. Sungguh Amirul Mukminin, saya ingin berbuat baik kepada pemuda ini. Lalu
siapakah orang
yang berani menjamin anak muda yang tidak dikenalnya ini, dialah seorang sahabat yang mulia Abu Dzar al Ghifari.
yang berani menjamin anak muda yang tidak dikenalnya ini, dialah seorang sahabat yang mulia Abu Dzar al Ghifari.
Setelah ditetapkan hari kapan pemuda ini harus kembali dan
menjalani hukumannya, maka pemuda ini berangkat ke kampung untuk menyelesaikan
urusannya. Lalu pada hari yang dijanjikan Amirul Mukminin sudah menyiapkan
segala sesuatu untuk pelaksanaan hukuman pancung bagi pemuda tersebut. Pemuda
ini ditunggu kedatangannya. Ternyata sampai habis zhuhur dia belum datang.
Orang orang sudah mulai ada yang memberi komentar bahkan ada yang berburuk
sangka. Barangkali pemuda ini tidak mau datang menjalani hukuman.
Setelah datang waktu shalat Ashar pemuda ini juga belum
datang maka semakin riuhlah komentar orang orang. Ternyata menjelang Maghrib
terlihat dari kejauhan seseorang yang berlari dengan cepatnya. Itulah pemuda
ksataria tersebut datang memenuhi
janjinya untuk melaksanakan hukuman mati.
Semua orang berguman, memuji pemuda ini yang berusaha datang
pada hari yang ditetapkan baginya. Lalu beberapa saat sebelum pelaksanaan
hukuman ternyata dua anak muda cucu kakek yang dibunuh tersebut berkata : Wahai
Amirul Mukminin, kami bermohon agar pelaksanaan hukuman dibatalkan. Kami telah
sepakat untuk memaafkan pemuda ksatria ini atas kelalaiannya membunuh kakek
kami. Akhirnya pemuda ini dibebaskan.
Kemudian orang orang ingin tahu apa rahasia semuanya ini lalu
mereka bertanya :
Pertama : Kepada pemuda ksatria.
Wahai pemuda kenapa engkau mau memenuhi janjimu untuk
melaksanakan hukuman mati padahal bisa saja engkau tidak datang lalu
bersembunyi atau melarikan diri. Pemuda ini menjawab : Sungguh aku datang
untuk memenuhi janjiku karena aku khawatir kalau orang orang belakangan nanti
tidak mau memenuhi janji janjinya.
Kedua : Kepada Abu Dzar al Ghifari.
Wahai Aba Dzar kenapa engkau mau menolong untuk menjamin
pemuda yang tidak engkau kenal ini dengan jaminan yang sangat berat risikonya
yaitu nyawamu. Lalu Abu Dzar menjawab : Sungguh aku mau berbuat baik kepada
pemuda ini karena aku khawatir kalau orang orang belakangan nanti tidak ada
lagi yang mau berbuat baik.
Ketiga : Kepada dua anak muda yang memaafkan.
Wahai anak muda kenapa engkau berdua mau memaafkan pemuda
yang telah membunuh kakekmu sehingga ia terbebas dari hukuman mati. Lalu kedua
anak muda ini menjawab : Sungguh kami mau memaafkan si pemuda itu karena
kami khawatir kalau orang orang belakangan nanti tidak adalagi yang mau menjadi
pemaaf.
Saudaraku bagaimana jika kisah ini terjadi di zaman kita
sekarang. Tentu jalan ceritanya akan menjadi sangat berbeda. Kenapa berbeda
? Jawabnya adalah sederhana yaitu pada saat ini
(1) Tidak banyak orang yang suka memenuhi janji yang merupakan
kewajibannya (2) Tidak banyak orang yang suka berbuat baik kepada orang lain
yang sedang kesusahan dan butuh pertolongan dan (3) Tidak banyak orang yang
suka memaafkan kesalahan orang lain.
Sekarang mari kita bicarakan sedikit tentang tiga point utama yang mestinya menjadi i’tibar
bagi kita semua yaitu :
Pertama : Tentang memenuhi janji.
Ketahuilah bahwa memenuhi janji adalah sesuatu yang
diwajibkan Allah Ta’ala kepada manusia. Allah berfirman : “Yaa aiyuhal ladziina aamanuu aufu bil
‘uquud” Wahai orang orang yang
beriman, penuhilah janji janji. (Q.S al Maidah 1)
Allah berfirman : “Wa aufuu bil ‘ahdi, innal ‘ahda kaana
mas-uulaa” Dan penuhilah janji
karena janji itu pasti diminta pertanggung- jawabannya. (Q.S al Isra’ 34)
Satu hal yang sangat perlu menjadi perhatian kita pula adalah
apa yang diperingatkan Rasulullah kepada umatnya bahwa mengingkari janji adalah
salah satu tanda orang munafik. Rasulullah bersabda : “Ayaatul munafiqi
tsalats, Idzaa haddatsa kadzaba, wa idzaa wa’ada akhlafa wa idzaa tumina
khaana” Tanda tanda orang munafik ada
tiga (1) Apabila berbicara ia berdusta (2) Apabila berjanji ia
mengingkari (3) Apabila diberi amanat ia berkhianat" (H.R Imam
Muslim)
Oleh karena itu janganlah sekali kali melalaikan janji janji
kita terutama janji kepada Allah untuk beribadah hanya kepada-Nya saja dan
janji kita kepada manusia dalam bermuamalah.
Kedua : Tentang berbuat baik.
Sungguh Allah telah sangat banyak berbuat baik kepada hamba hamba-Nya dan Allah
memerintahkan kita untuk berbuat baik pula. Allah berfirman : “Wa ahsin
kamaa ahsanallahu ilaika” Berbuat baiklah (kepada manusia) sebagai mana Allah
telah berbuat baik kepadamu. (Q.S al Qashash 77)
Setiap kebaikan yang dilakukan seseorang pastilah kebaikan itu akan kembali kepadanya. Jika seseorang suka menolong pasti akan ditolong, jika seseorang suka memaafkan pasti akan dimaafkan. Jika seseorang suka memudahkan urusan orang lain maka pada suatu waktu dia mendapat kesulitan pasti akan ada saja yang menolongnya, insya Allah. Begitupun sebaliknya. Ini sunatullah. Allah berfirman : “In ahsantum ahsantum li anfusikum, wa in asa’tum falahaa” Jika kamu berbuat baik (berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat buruk , maka (keburukan) itu bagi dirimu sendiri.
Setiap kebaikan yang dilakukan seseorang pastilah kebaikan itu akan kembali kepadanya. Jika seseorang suka menolong pasti akan ditolong, jika seseorang suka memaafkan pasti akan dimaafkan. Jika seseorang suka memudahkan urusan orang lain maka pada suatu waktu dia mendapat kesulitan pasti akan ada saja yang menolongnya, insya Allah. Begitupun sebaliknya. Ini sunatullah. Allah berfirman : “In ahsantum ahsantum li anfusikum, wa in asa’tum falahaa” Jika kamu berbuat baik (berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat buruk , maka (keburukan) itu bagi dirimu sendiri.
Allah berfirman : “Hal jazaa-ul ihsan illal ihsaan” Tidak
ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula (Q.S ar Rahmaan 60).
Ketiga : Tentang memaafkan.
Sungguh suka memaafkan adalah salah satu tanda orang
bertakwa. Setiap muslim tentu sangat ingin menjadi orang yang bertakwa karena
main goal dari kehidupan seorang muslim adalah mendapat surga dan surga hanya
disediakan buat orang orang yang bertakwa.
Allah berfirman : “Alladzina yunfiquuna fissaraa-i wadhdharraa-i wal kaazhiminal ghaizha, wal ‘aafiina ‘aninnaasi wallaahu yuhibbul muhsiniin”. (Orang orang yang bertakwa adalah) Orang orang yang berinfak baik di waktu lapang maupun di waktu sempit dan orang orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) manusia. Dan Allah mencintai orang orang yang berbuat baik (Q.S Ali Imran 134).
Allah berfirman : “Alladzina yunfiquuna fissaraa-i wadhdharraa-i wal kaazhiminal ghaizha, wal ‘aafiina ‘aninnaasi wallaahu yuhibbul muhsiniin”. (Orang orang yang bertakwa adalah) Orang orang yang berinfak baik di waktu lapang maupun di waktu sempit dan orang orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) manusia. Dan Allah mencintai orang orang yang berbuat baik (Q.S Ali Imran 134).
Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam. (271)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar