SEMANGAT MENGAMALKAN ILMU
Oleh : Azwir B. Chaniago
Seseorang bertanya dalam suatu majlis ta’lim : Ya ustadz,
kenapa ya, kalau saya sedang berada di
majlis ta’lim mendengar nasehat ustadz,
rasanya saya ingin segera mengamalkan semua nasehat tersebut. Apalagi jika
nasehat itu didukung oleh dalil dalil yang kuat dan disampaikan dengan kalimat
kalimat yang menyentuh.
Diantara contohnya adalah seperti ini ustadz :
Pertama : Jika saya mendengarkan ustadz menjelaskan tentang keutamaan membaca
dan mempelajari al Qur an, tentang pahalanya, tentang syafaat dari al Qur an
serta kemuliaan pembaca al Qur an, timbul semangat untuk membaca, mempelajari
al Qur an. Bahkan keinginan untuk mengkhatamkan al Qur an sebulan sekali.
Kedua : Jika saya mendengarkan ustadz menjelaskan tentang hukum dan keutamaan
shalat berjamaah, bagi laki laki dimasjid, timbul semangat untuk terus menerus
shalat berjamaah di masjid.
Ketiga : Jika saya mendengarkan ustdaz menjelaskan tentang keutamaan berdzikir,
timbul semangat untuk senantiasa berdzikir pada setiap kesempatan baik dzikir
yang muqayyad maupun dzikir mutlak.
Keempat : Jika saya mendengarkan ustadz menjelaskan tentang keutamaan puasa
sunat timbul semangat untuk senantiasa melakukan puasa sunat, apakah puasa
Senin Kamis, puasa Nabi Dawud, puasa tiga hari dipertengahan bulan dan yang
lainnya.
Kelima : Begitu pula jika saya mendengarkan ustadz menjelaskan tentang
keutamaan sabar maka timbul semangat untuk senantiasa bersabar dan menahan diri
dari segala gangguan orang lain bahkan ingin memaafkan.
Tapi setelah selesai mendengar kajian di majlis ta’lim maka semangat tadi menjadi kendor dan
berkurang. Seolah olah semangat itu hanya ada ketika mendengarkan kajian saja.
Setelah berada dalam lingkungan masyarakat, beraktifitas dan bergaul maka
keinginan dan semangat untuk mengamalkan ilmu tadi seolah olah sirna. Kalaupun
tidak sirna seluruhnya, tapi sangat sedikit yang bisa diamalkan dengan berbagai
alasan yang dicari cari.
Ustadz menjawab : Ketahuilah wahai saudaraku bahwa keadaan
atau fenomena seperti ini dialami oleh banyak penuntut ilmu, kecuali bagi orang
orang yang Allah berikan petunjuk dan kemudahan untuk melakukan amal shalih.
Sungguh, semua kita sangat paham bahwa ilmu adalah sarana
untuk beramal. Ilmu bukanlah tujuan tapi tujuan utama adalah amal. Dan juga
kita memahami bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan. Buah ilmu
adalah amal. Yang akan diitimbang di akhirat kelak adalah amal. Oleh sebab itu
tetaplah belajar ilmu dan bersemangatlah dalam mengamalkannya.
Ketahuilah saudaraku bahwa ilmu bisa menjadi bumerang yang akan memberatkan seorang hamba di hari
Kiamat jika tidak diamalkan. Rasulullah bersabda : “Tidak akan beranjak
kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat hingga ia ditanya tentang umurnya untuk
apa ia habiskan, tentang ilmunya, apa yang telah
diamalkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan ke mana ia habiskan
dan tentang tubuhnya untuk apa ia gunakan” (H.R Imam at Tirmidzi).
Kita bermohon kepada Allah agar selalu diberi kesempatan untuk
mendapatkan ilmu dan istiqamah dalam mengamalkannya.
Lalu kenapa hal ini
bisa terjadi. Kenapa kurang semangat mengamalkan ilmu.
Diantara penyebabnya
adalah :
Pertama : Ini bisa terjadi bila seorang penuntut ilmu belum betul betul ikhlas
dalam belajar ilmu. Oleh karena itu periksalah keikhlasan diri kita pada setiap
akan hadir di majlis ilmu, pada saat hadir di majlis ilmu dan
pada saat setelah hadir di majlis ilmu. Khatib al Bagdadi berkata :
Kemudian aku wasiatkan kepadamu wahai para penuntut ilmu. Luruskan niatmu
dalam menuntut ilmu dan bersungguh sungguhlah dalam mengamalkannya.
Kedua : Mungkin ketakwaan yang belum mantap sehingga tidak mendapat furqan,
yaitu pembeda mana yang baik dan mana yang buruk. Allah berfirman : “Yaa aiyuhal ladzina aamanuu in
tattaquullaha yaj’al lakum furqanan wa
yukaffir ‘ankum saiyi-atikum wa yaghfirlakum, wallahu dzul fadhlil ‘azhiim” Wahai
orang orang yang beriman. Jika kamu bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan
memberikan furqan kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni
(dosa dosa) mu, Allah memiliki karunia yang besar. (Q.S al Anfaal 29)
Ketiga : Lingkungan yang tidak kondusif dan tidak mendorong seseorang untuk
banyak melakukan amal shalih. Ibnu Khaldun berkata : “Manusia adalah anak
lingkungannya.” Maknanya adalah bahwa orang orang disekitarnyalah yang akan
membentuk karakter atau kepribadian seseorang.
Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Al mar-u
‘ala diini khalilihi fal yanzhur ahadukum man yukhaalil” Seseorang akan
mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya perhatikanlah siapa yang
akan menjadi teman karibnya (H.R Imam at Tirmidzi, Abu Dawud dan Imam Ahmad)
Keempat : Dikalahkan oleh bujukan syaithan yang selalu mengajak manusia untuk
menemaninya nanti di neraka. Mendorong manusia untuk berangan angan kosong yang
akhirnya malas beribadah. Syaithan akan
berkata :” Ah tidak apa apa engkau malas beribadah sekarang. Amalmu yang lalu
kan sudah banyak. Apakah engkau tidak melihat banyak orang yang juga kurang
ibadahnya. Bukankah Allah Mahapengampun.”
Sungguh Alllah telah mengingatkan melalui firmanNya : “Ya’iduhum wa
yumannihi, wamaa ya’iduhumusy syaithaanu illa ghuruuraa” (Syaithan itu)
memberikan janji janji kepada mereka dan membangkitkan angan angan kosong pada
mereka, pada hal syaithan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka. (Q.S
an Nisa’ 120).
Wallahu A’lam. (241)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar