MERASAKAN SENDIRI AKIBATNYA
Oleh : Azwir B. Chaniago
Salah seorang guru saya, yaitu ustadz Muhammad Sobari M.A
dalam suatu ceramahnya pernah berkisah. Kata beliau : Secara rutin, sekali dalam sebulan saya memberikan kajian di sebuah Masjid di kawasan
Tanah Abang Jakarta Pusat.
Lalu disitu ada satu orang jamaah bertanya tentang hukum potong tangan bagi pencuri.
Sebelum bertanya dia memberi komentar
dan mencela hukum potong tangan bagi
pencuri. Itukan kejam, tidak manusiawi katanya. Apakah tidak ada cara lain yang
lebih baik untuk menghukum orang yang mencuri.
Saya, kata ustadz ini,
berusaha memberikan penjelasan kepada
penanya ini dengan berbagai dalil dan hikmah yang ada di dalam ketentuan hukum tersebut. Tapi jamaah ini tidak
merasa puas.
Pada kajian bulan berikutnya ditanyakan dan dipermasalahkan lagi dengan memberikan
argumentasi menggunakan akalnya. Sekali lagi saya memberikan pemahaman kepada
jamaah ini bahwa ini adalah ketetapan Allah dan pasti ini adalah keadilan yang
sempurna. Jika mengetahui suatu hukum Allah maka sebagai seorang muslim
hendaklah kita dalam posisi sami’naa wa atha’naa. Namun demikian ternyata si penanya ini masih belum puas juga.
Tapi pada kajian bulan berikutnya lagi dia kelihatan sedih. Padahal dalam pengajian yang lalu selalu
bersemangat apalagi saat mencela hukum potong tangan.
Lalu dia mengatakan sendiri tanpa ditanya tentang keadaannya bahwa tiga hari yang lalu dia kehilangan mobil yang baru dibelinya dengan kredit. Sudahlah
mobil saya hilang kredit mobil itu harus saya cicil terus. Lebih lanjut dia
berkata : Saya sedih sekali ustadz dan kalau ketemu orangnya akan saya bunuh.
Ustadz Sobari menjawab dengan tenang, bahwa dalam Islam orang
mencuri tidak boleh dibunuh, maksimal
potong tangan dan itupun hanya boleh dilakukan oleh penguasa atau pemerintah. Ketahuilah kata ustadz Sobari, sungguh Allah telah
berfirman :”Wassaariqu wassaariqatu faqta’uu aidiyahumaa jazaa-an bimaa
kasabaa nakaalan minallah. Wallahu ‘aziizun hakiim”. Adapun orang laki laki
maupun perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (Q.S al Maidah 38)
Memang ada sebagian manusia dengan begitu lancang mengkritik
dan mencela sebagian hukum dan ketetapan Allah. Diantaranya yang dicela dan
dikritik adalah tentang hukum potong tangan, tentang hukum rajam, tentang pembagian
waris. Kata mereka Allah tidak adil.
Na’udzubillah. Rupanya ada manusia yang merasa dia lebih tahu keadilan dari
pada pencipta dan pemilik alam semesta ini.
Semoga orang orang yang suka mencela hukum dan ketetapan Allah bisa mengambil pelajaran dari kisah
ini. Bertakwalah kepada Allah. Takutlah akan adzab Allah yang sangat pedih.
Allah berfirman : “Inna ‘adzaba rabbika
kaana mahdzuraa” Sungguh adzab Rabbmu itu sesuatu yang (harus)
ditakuti (Q.S al Israa’ 57).
Wallahu A’lam. (243)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar