Oleh : Azwir B.
Chaniago
Muqaddimah
Seorang hamba sangatlah memahami bahwa shalat adalah tiang agama. Shalat adalah
sarana pemelihara keyakinan. Bukti keimanan. Induk segala bentuk pendekatan
diri kepada Allah. Amal yang pertama kali akan dihisab. Perintah ibadah yang
super istimewa yaitu diterima langsung oleh
Rasulullah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala pada saat isra’- mi’raj.
Sungguh shalat adalah urusan yang sangat besar
bagi seorang hamba. Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya ash Shalah mengatakan:
Pertama : Umat Islam
tidaklah berselisih pendapat bahwa siapa yang meninggalkan shalat dengan
sengaja adalah termasuk dosa besar yang paling besar.
Kedua : Bahwa dosanya (menginggalkan
shalat) lebih besar disisi Allah dari pada membunuh jiwa, mengambil harta
(tanpa hak), dosa zina, mencuri dan minum khamar.
Ketiga : Dan
sesungguhnya dia (orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja) akan
berhadapan dengan siksa Allah dan kemurkaanNya serta kehinaan di dunia dan di
akhirat.
Makna dan hakikat shalat
Menurut ilmu fiqih, shalat adalah suatu ibadah
berupa perbuatan, gerak dan ucapan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam, sesuai ketentuan, dengan cara-cara yang ditetapkan syari’at Islam.
Hakikat shalat adalah merupakan salah satu
bentuk komunikasi langsung dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang didalamnya
memuat puji-pujian, janji untuk taat dan doa yang dimohon untuk kebahagiaan di
dunia dan di akhirat dengan merendahkan
diri serta tunduk dihadapanNya.
Diantara keutamaan shalat adalah :
Pertama : Sebagai jalan meminta pertolongan
Allah dalam keadaan sulit.
Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman : “Ya
aiyuhal ladzina aamanus ta’iinuu bishshabri washshalaah innallaha ma’ash
shabiriin”. Wahai orang orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan
sabar dan shalat. Sungguh Allah bersama orang orang yang sabar (Q.S al Baqarah
153).
Sungguh Rasulullah telah mengamalkan ayat ini.
Jika menghadapi masalah besar maka Rasulullah minta pertolongan kepada Allah
dengan melakukan shalat sunat. Ini adalah sebagaimana kesaksian para sahabat.
Ali bin Abi Thalib berkata : “Pada malam
(sebelum) perang Badar, semua kami tertidur kecuali Rasulullah. Beliau shalat
dan berdoa sampai subuh”.
Diriwayatkan dari Hudzaifah bin Yaman : “Pada
malam perang Ahzab, saya menemui Rasulullah dan senantiasa beliau shalat dan
menutup tubuhnya dengan jubah. Hudzaifah juga berkata : “Inna nabiyyu
salallahu ‘alaihi wasalam idzaa hazabahu amrun shalla” Nabi salallahu ‘alaihi wasallam apabila
dirundung masalah maka beliau
mengerjakan shalat”. (H.R Imam Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh al Albani)
Kedua : Dijanjikan Allah dengan surga.
Rasulullah bersabda : “Ada lima shalat yang
Allah wajibkan kepada para hamba. Barang siapa yang mengerjakannya dan tidak
menyia-nyiakannya sedikitpun karena menganggap remeh akan hak Allah maka Allah
memberikan janji akan memasukkannya kedalam surga”. (Al Iraqi berkata, H.R. Abu
Dawud dan an Nasa’i, al Ihya).
Ketiga : Membersihkan dosa-dosa.
Diantara keutamaan adalah untuk menghapus dosa
dosa. Rasulullah bersabda : “Fainna shalawaatil khamsi tudzhibudz dzunuuba
kamaa yudzhibul maa’ud daran” Maka sesungguhnya shalat lima waktu itu akan
membersihkan dosa-dosa sebagaimana air yang membersihkan kotoran (H.R Muslim).
Keempat : Bukti ketaatan terhadap perintah
Allah dan Rasul-Nya.
Sungguh telah memerintahkan shalat kepada kaum
muslimin dan tata caranya telah diajarkan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi
wasallam Seorang hamba yang melakukan shalat adalah suatu bukti
kepatuhannya.
Allah berfirman : “Wa aqimush
shalaata wa aatuz zakaata warka’u ma’arraki’in. Dan dirikanlah shalat
tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk (Q.S al Baqaran
43).
Allah Ta’ala berfirman : “Aqimish shalaata
liduluukisy syamsi ilaa ghasaqil laili wa qur’anal fajr, inna qur’anal fajri
kaana masyhuuda.” Dirikanlah shalat sejak matahari tergelincir sampai
gelapnya malam dan (dirikan pula shalat) subuh. Sungguh shalat subuh itu disaksikan
(oleh malaikat). Q.S al Israa’ 78.
Kelima : Pemisah antara Muslim dengan
kesyirikan dan kekufuran.
Rasulullah bersabda : “Bainar rajuli wa
bainasy syirki awilkufri tarkush shalaah.” Pemisah antara seorang (muslim)
dengan kesyirikan atau kekufuran adalah meninggalkan shalat. (H.R Muslim).
Keenam : Mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Ketahuilah bahwa shalat yang dilakukan dengan
benar dan sempurna akan menghalangi seorang hamba dari berbuat keji dan
mungkar. Allah Ta’ala berfirman : “Innash shalaata tanhaa ‘anil fahsyaa’i
wal munkar.” Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan
mungkar. (Q.S al Ankabuut 45)
Ketujuh : Amal yang pertama kali dihisab.
Diriwayatkan dari Syuraik dan Ashim dan Abi
Wail dari Abdullah dia berkata, Rasulullah bersabda : “Awwalu yuhasabu bihil
‘abdush shalaah.” Amalan pertama yang akan dihisab dari seorang hamba adalah shalat. (H.R an Nasa’i
dan ath Thabrani).
Jika seorang hamba shalatnya baik maka baik
pulalah amal amalnya yang lain. Oleh karena itu amal yang pertama akan
diperiksa nanti di akhirat adalah shalat.
Delapan pertanyaan tentang shalat
Pertama : Saya beragama
Islam dan saya belum mengerjakan shalat. Tapi mengapa saya belum mau
memulainya sekarang juga.
Padahal
Allah berfirman : “Wa saari’uu ilaa maghfiratin min rabbikum wa jannatin
‘ardhuhas samaawaatu wal ardhu, u’iddat lil muttaqiin.” Dan bersegeralah
kamu mencari ampunan Rabbmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit
dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S Ali Imran
133).
Kedua : Saya belum
melaksanakan shalat karena belum
mengetahui tata caranya yang benar. Tapi mengapa saya tidak mencari
tahu, bertanya dan belajar kepada yang
sudah tahu.
Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman : “Fas’aluu ahladz dzikri
inkuntum la ta’lamuun” Maka bertanyalah kepada orang-orang yang berilmu,
jika kamu tidak mengetahui. (Q.S al Anbiya’ 7).
Ketiga : Saya sudah melaksanakan shalat. Tapi apakah saya sudah berusaha
melakukannya di awal waktu sebagaimana yang diajarkan dan dipraktekkan oleh
Rasulullah bersama sahabat
Ibnu Mas’ud pernah bertanya kepada Rasulullah : “Ya rasulullah aiyul ‘amali afdhalu. Qalaa : shalaata ‘ala miqatiha.” Wahai utusan Allah amalan apa yang utama.
Rasulullah bersabda: Shalat pada waktunya. (H.R Bukhari dan Muslim).
Keempat : Saya sudah berusaha melaksanakan shalat di awal waktu. Tapi apakah
shalat itu sudah saya lakukan dengan ikhlas dan ittiba’.
Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa syarat diterimanya suatu ibadah
adalah : Ikhlas yaitu karena Allah semata bukan karena yang lain. Allah
berfirman “Wamaa umiruu illa liya’budullaha mukhlishina lahuddin.” Padahal
tidaklah mereka disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus. (Q.S al Baiyinah
5).
Dan selanjutnya adalah ittiba’ yaitu beribadah menurut cara yang
diajarkan atau dicontohkan oleh Rasulullah. Bukankah Rasulullah yang telah
membawa risalah Islam ini kepada kita dan beliaulah yang paling tahu tentang
agama ini. Rasulullah bersabda : “Man ‘amila ‘amalan laisa lahu amruna
fahuwa raddun.” Barang siapa yang
melakukan suatu amal yang tidak ada perintahnya dari kami maka amal itu
tertolak. (H.R Muslim).
Kelima : Saya sudah berusaha melaksanakan shalat sebagaimana mestinya. Tapi
apakah saya sudah mengajak keluarga dan orang-orang terdekat dengan saya untuk
melaksanakan shalat dengan cara yang bijak dan tidak pernah bosan. Allah
berfirman : “Yaaiyuhal ladzi na’amanuu quu anfusakum wa ahliikum naara. Wahai
orang orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.
(Q.S at Tahrim 66)
Keenam : Saya sudah berusaha melaksanakan shalat wajib secara tertib dan
melakukannya dengan sebaik mungkin. Tapi apakah saya sudah melengkapinya dengan
shalat-shalat sunat sebagai tambahan amal agar Allah ridha kepada saya.
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari : Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu
yang lebih Aku cintai daripada melaksanakan apa yang telah Aku wajibkan
kepadanya. Dan hamba-Ku masih saja mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan
amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.
Ketujuh : Saya sudah shalat secara tertib. Tapi apakah saya terus berusaha
meningkatkan kualitas shalat saya baik bacaan, gerakan, kekhusyu’an dan menjaga
tuma’ninahnya yaitu memberikan hak kepada setiap gerakan dalam shalat. Jangan
jangan saya shalat hanya sekedar memenuhi sahnya saja. Jangan-jangan cara
shalat saya masih seperti pada saat saya pertama kali shalat.
Ketahuilah, bahwa Rasulullah pernah mengingatkan seorang sahabat yang
shalat dan disuruh mengulangi shalatnya sampai tiga kali, karena dia shalat tanpa
tuma’ninah.
Kedelapan : Saya sudah berusaha melaksanakan shalat wajib secara tertib dan
menambah dengan shalat-shalat sunat. Tapi apakah shalat saya telah memberi
bekas kepada tutur kata, sikap, prilaku dan akhlak saya secara keseluruhan.
Jika belum maka saya ingin mencari tahu kenapa. Ini pertanyaan yag besar bagi
saya. Inilah PR yang harus saya perhatikan dengan sungguh sungguh.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kita semua, taufik dan
hidayahNya. Wallahu A’lam. (252)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar