MISKIN TAPI TIDAK SERAKAH
Oleh : Azwir B. Chaniago
Bekerja dan berusaha dalam syariat Islam sangatlah
dianjurkan. Seseorang yang bekerja dan berusaha akan mendapatkan penghasilan
sehingga tidak menjadi peminta minta
yang akan menjatuhkan harga dirinya sebagai muslim. Rasulullah bersabda : “Seorang
mencari seikat kayu bakar lalu dipanggul di pundaknya dan dijual, lebih mulia
dibandingkan dia meminta minta kepada orang lain, diberi atau tidak” (H.R
Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah).
Selain itu seseorang yang memiliki harta dari dari hasil
usahanya maka dia akan bisa beribadah dengan lebih baik seperti bersedekah, berinfak, berzakat,
berhaji, umrah dan yang lainnya.
Sungguh tidaklah ada larangan dalam Islam untuk memiliki
harta yang banyak. Para sahabat dahulu juga ada yang kaya seperti Abu Bakar ash
Shiddiq, Usman bin Affan dan Abdurrahman bin ‘Auf. Yang tidak dianjurkan adalah
serakah dalam mencari harta sehingga sampai
melalaikan diri dalam beribadah.
Kalau kita perhatikan sebagian orang di zaman ini, meskipun
terkadang sudah memiliki harta yang banyak tetap saja merasa kurang. Masih
serakah dalam mencari dan mendapatkan harta. Padahal seharusnya adalah berusaha
merasa cukup atau qanaah.
Para salaful ummah dan orang orang shalih tidaklah berlomba
dalam mencari harta. Mereka tidaklah tamak dengan harta meskipun miskin. Mereka
selalu menjaga sikap qana’ah yaitu merasa cukup terhadap harta dunia meskipun
dengan yang sedikit.
Salah satu kisah tentang orang miskin yang tidak serakah
adalah sebagaimana diceritakan oleh Imam Ibnul Jauzi (wafat 597 H.) dalam
Kitabnya Shifatu ash Shafwah. Dikisahkan bahwa ada seorang laki laki dari
Baghdad bernama Abdullah. Abdullah ini hendak berangkat menunaikan ibadah haji.
Dia membawa uang sepuluh ribu dirham milik pamannya yang berpesan kepadanya :
Kalau kamu sampai di Madinah maka carilah keluarga yang paling miskin di kota
itu lalu sedekahkanlah uang ini untuk mereka.
Abdullah mengisahkan perjalanannya : Ketika aku telah sampai
di Madinah maka aku bertanya kepada orang orang tentang keluarga paling miskin
di Madinah. Lalu aku ditunjukkan sebuah rumah. Maka aku mendatangi rumah
tersebut dan mengetuk pintu. Dan seorang
perempuan dari dalam rumah menjawab ketukanku dan berkata, Siapa engkau ? Aku
menjawab, aku Abdullah seorang yang datang dari Baghdad. Aku dititipi uang
sepuluh ribu dirham dan diminta memberikannya sebagai sedekah kepada keluarga
yang paling miskin di Madinah. Orang orang telah menceritakan keadaan kalian kepadaku.
Maka ambillah uang ini untuk kalian.
Perempuan itu menjawab, wahai Abdullah, orang yang menitipkan
uang itu kepada engkau mensyaratkan keluarga yang paling miskin di Madinah yang
berhak menerimanya. Ketahuilah bahwa keluarga yang tinggal di depan rumah kami
itu lebih miskin daripada kami (maka berikanlah uang itu kepada mereka).
Akupun meninggalkan rumah itu dan mendatangi rumah keluarga
di depannya. Aku mengetuk pintu dan seorang perempuan dari dalam rumah menjawab
ketukanku. Kemudian aku katakan kepadanya seperti yang aku katakan kepada
perempuan yang pertama tadi. Maka perempuan itu menjawab, wahai Abdullah kami
dan tetangga di depan kami itu sama sama miskin, maka bagilah uang itu untuk
kami dan untuk tetangga kami itu.
Saudaraku, renungkanlah kisah ini. Bagaimana orang orang
miskin ini sangat tidak serakah dengan harta. Mereka mendahulukan kepentingan
orang lain dan senang berbagi terhadap sesama meskipun mereka sangat
membutuhkan.
Lalu bagaimana pula kalau kisah ini terjadi pada orang orang
di zaman sekarang. Tentu besar kemungkinan jalan ceritanya akan sangat berbeda.
Semoga Allah memberi kita petunjuk untuk tidak serakah dengan harta dunia.
Wallahu A’lam. (242)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar