ADAB MEMBERI NASEHAT
Oleh : Azwir B. Chaniago
Memberi nasehat adalah perkara yang agung dan sangat
dianjurkan bagi setiap muslim. Bahkan Rasulullah menjadikan nasehat sebagai
salah satu pokok ajaran agama. Beliau bersabda : “Addiinun naashihah” Agama itu adalah nasehat. (H.R Imam Muslim)
Rasulullah juga mengabarkan bahwa nasehat adalah sebagai
bagian dari hak seorang muslim atas saudaranya. Jika ada hak seseorang tentu
disitu ada kewajiban bagi yang lain.
Beliau bersabda : “Haqqul muslimi ‘alal muslimi sittun. …..Wa idzas
tanshahaka fanshah lahu…Hak muslim atas muslim lainnya ada enam … jika ia
minta nasehat kepadamu maka nasehatilah dia … (H.R Imam Muslim, dari Abu
Hurairah)
Setiap orang tentu sangat memahami bahwa memberi nasehat
adalah perkara yang baik dan sangat bermanfaat. Namun tidaklah sesuatu yang
baik itu betul betul akan bermanfaat jika tidak dilakukan dengan cara dan adab
yang baik pula. Untuk itu mari kita lihat beberapa adab yang dianjurkan jika
memberi nasehat, diantaranya adalah :
Pertama : Meluruskan
niat.
Sesungguhnya niat adalah perkara yang utama sebelum melakukan
suatu amal kebaikan. Niat yang baik akan memberikan manfaat yang baik pula
begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, dalam memberi nasehat seseorang perlu
lebih dahulu meluruskan niatnya. Tiada tujuan memberi nasehat kecuali ikhlas
semata mata ingin mengharapkan Wajah-Nya dan pahala dari-Nya serta mencari
keridhaan-Nya.
Janganlah memberi nasehat karena tujuan yang lain. Ingin
dinilai sebagai orang yang berilmu. Ingin pujian manusia atau ingin mendapatkan
keuntungan dunia, apalagi materi dan yang lainnya.
Kadang kadang kita mendengar keluhan dari yang sudah memberi nasehat kepada seseorang
atau sekelompok orang. Saya sudah berkali kali memberi nasehat tapi tidak
didengar. Jika ini terjadi maka jangan tergesa gesa menyalahkan orang orang
yang dinasehati. Adalah sangat baik jika sebagai pemberi nasehat memeriksa kembali niatnya
apakah sudah lurus atau belum. Ketahuilah bahwa niat yang baik yang dilakukan
dengan cara yang baik, insya Allah akan berbuah baik pula. Sesuatu yang keluar
dari hati yang tulus akan mencapai hati yang tulus pula, insya Allah.
Kedua : Beri nasehat walaupun tidak diminta.
Memberi nasehat kepada seseorang yang tidak minta dinasehati
bukanlah bermakna mencampuri hak pribadi
atau privasi seseorang. Syaikh as Sayyid Nada dalam kitabnya Ensiklopedi Adab
Islam, antara lain mengatakan : Jika
engkau mendapati saudaramu hampir jatuh kepada suatu keburukan, melanggar
ketentuan syar’i, berbuat sesuatu yang memudharatkan dirinya atau yang lainnya,
maka segeralah nasehati saudaramu itu walaupun ia tidak memintanya. Yang demikian itu bukanlah termasuk sikap lancang.
Bahkan ini merupakan kesempurnaan nasehat dan bentuk kepedulianmu kepadanya.
Hendaklah pula engkau bersabar terhadap kemungkinan tanggapan
tidak baik yang engkau terima darinya. Bisa jadi dia menuduhmu sebagai pihak luar
yang suka turut campur sesuatu yang bukan urusanmu atau yang lainnya.
Bersabarlah, jangan engkau berhenti memberikan nasehat kepadanya. Sesungguhnya
engkau melakukannya hanya dengan ikhlas dan mengharap kebaikan dari Allah.
Ketiga : Memberi nasehat harus dengan ilmu.
Jangan sembarang memberi nasehat apalagi menyalahkan. Bisa
jadi nasehat kita salah bila ditimbang dengan dalil syar’i. Jadi haruslah
berilmu dulu sebelum berkata, sebelum berbuat apalagi memberi nasehat. Tidak
cukup dengan niat baik saja.
Seorang yang tidak bisa berenang seharusnya tidak menasehati
orang lain tentang cara berenang yang baik. Ini urusan dunia. Apalagi urusan
akhirat. Kalau mau memberi nasehat tentang cara shalat yang baik, maka harus
punya ilmu tentang cara shalat yang benar. Jika tidak, maka bisa mendatangkan
kesalahan bahkan kesesatan.
Allah berfirman : “Walaa taqfu maa laisa laka bihii
‘ilmun. Innas sam’a wal bashara wal fu-aada
kullu ulaa-ika kaana ‘anhu mas-uulaa. Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu
yang tidak kami ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati nurani
, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya. (Q.S al Israa’ 36).
Keempat : Perhatikan cara, waktu dan keadaan.
Dalam meluruskan suatu kesalahan atau memberi nasehat
hendaklah dengan memperhatikan caranya yang sesuai, waktunya yang tepat dan
kondisi yang yang pas dengan yang akan diberi nasehat. Ada yang suka diberi
nasehat dengan perkataan langsung. Ada yang senang dengan contoh dan ada pula
yang mau menerima nasehat melalui orang yang diseganinya atau panutannya.
Perhatikan pula tingkat kesalahannya. Lihat manfaat dan
mudharat. Betapa banyak orang yang tidak mau menerima kebenaran ketika
dinasehati. Hal ini bukan karena dia menolak kebenaran tetapi karena cara
menasehatinya yang dia tidak suka.
Pada umumnya, seseorang tidak suka bila dinasehati dihadapan
orang banyak. Dia menganggap itu merendahkannya dan membuka aibnya. Orang yang
dinasehati secara diam diam, tidak dihadapan orang banyak, memiliki potensi
yang besar untuk menerima nasehat.
Imam asy
Syafi’i lewat sebuah sya’ir mengatakan :
·
Berilah nasehat kepadaku ketika aku
sendiri.
·
Dan janganlah memberiku nasehat ditengah
keramaian.
·
Karena nasehat ditengah tengah
manusia itu termasuk satu jenis pelecehan yang aku tidak suka mendengarnya.
·
Jika engkau menyelisihiku dan menolak
saranku maka janganlah engkau marah jika kata katamu tidak aku turuti.
Oleh karena itu, adalah suatu hal yang sangat bijak bila
merahasiakan nasehat dan insya Allah akan lebih bermanfaat.
Kelima : Beri nasehat dengan lemah lembut.
Sebesar apapun kesalahan seseorang, tetaplah menasehatinya
dengan lemah lembut. Allah berfirman : “Idzhaba ila fir’auna innahu tagha.
Faqula lahu qaulan laiyinal la’alahu yatadzakkaru au yakhsya”. (Allah
berfirman) Pergilah kalian (Musa dan harun) kepada Fir’aun. Sesungguhnya dia
telah melampaui batas. Dan berbicaralah kepadanya dengan perkataan yang lemah
lembut. Mudah mudahan dia sadar (atas kesalahannya) atau takut (kepada Allah).
Q.S Thaaha 43-44).
Suatu yang sudah maklum, bahwa manusia yang paling durhaka
kepada Allah adalah Fir’aun. Sedemikian durhakanya, sampai sampai dia berkata :
Ana rabbakumul a’la. Aku tuhanmu yang paling tinggi.
Lalu Allah menyuruh Musa dan Harun untuk mendatangi Fir’aun
dan memberi nasehat agar dia sadar kesalahannya dan takut kepada Allah, yaitu
sebagaimana dijelaskan dalam surat Thaaha 43-44 diatas. Meskipun yang akan
diberi nasehat oleh Musa dan Harun adalah Fir’aun, manusia yang paling durhaka,
namun Allah menyuruh agar berkata dengan lemah lembut kepada Fir’aun. Ini
adalah pelajaran yang sangat Agung yang Allah ajarkan kepada kita untuk
senantiasa berlemah lembut dalam memberi nasehat.
Ketahuilah bahwa saudara saudara kita yang mungkin perlu
dinasehati karena suatu kesalahan, tentu lebih berhak mendapatkan nasehat yang
lemah lembut dari kita. Biarpun dia memiliki kesalahan yang besar, tentu tidak
ada seorangpun dari saudara saudara kita, teman teman kita yang lebih buruk dari
Fir’aun.
Selanjutnya, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim, dijelaskan bahwa pada suatu kali ada seorang Yahudi lewat dan
mengucapkan salam kepada Rasulullah. Ucapan salamnya diplesetkan yaitu dengan
ucapan : Assamu ‘alaikum, bukan Assalamu ‘alaikum. Assamu ‘alaikum bermakna
semoga matilah engkau.
Mendengar ucapan si Yahudi ini, A’isyah yang ada disitu
menjadi tersinggung lalu menjawab : Kematian dan laknat Allah bagimu, wahai
anak keturunan kera dan babi. Rasulullah bersabda : “Innar rifqa laa yakuunuu
fi syai-in illa zanalu walaa yunza’u min syai’in illah syanah” Sesungguhnya
lemah lembut itu tidaklah ada pada sesuatu kecuali menghiasinya dan tidaklah
dia dicabut dari sesuatu itu kecuali akan memburukkannya. (H.R Imam Muslim)
Rasulullah juga bersabda : “ Innallaha yuhibbu rifqa fil amri
kullih” Sesungguhnya Allah mencintai lemah lembut dalam segala perkara. (H.R
Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh seorang ulama besar
Saudi, dalam kitab beliau tentang bagaimana menyikapi fitnah, berkata : Maka
wajib bagi kalian untuk berlemah lembut atau berhati hati. Jangan cepat marah
atau berlaku kasar. Kalian tidak akan menyesal selama lamanya bila berlemah
lembut.
Keenam : Beri nasehat sesuai tingkat kesalahan.
Kesalahan yang dilakukan seseorang bertingkat tingkat. Mulai
dari yang paling ringan sampai yang paling berat seperti kesyirikan ataupun
mengolok olok ayat ayat Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Sangatlah dianjurkan untuk
memperbaiki dan menasehati secara bertahap. Utamakan pada hal hal yang lebih
mendesak dan membahayakan terhadap iman dan aqidah.
Jika ada seseorang yang cara rukuk dan sujudnya dalam shalat kurang
sempurna dan diketahui pula bahwa dia suka berkunjung ke dukun atau para normal
maka prioritas nasehat adalah tentang kebiasaannya ke dukun. Ini yang mendesak
untuk diperbaiki. Contoh lain adalah jika ada seorang wanita belum melaksanakan
kewajiban shalat dan sehari hari tidak pula menutup aurat, tidak berjilbab maka
yang prioritas adalah menasehatinya agar shalat. Sedangkan untuk menutup aurat
menjadi nasehat berikutnya. Mudah mudahan kalau dia telah shalat akan timbul
kesadarannya untuk menutup aurat.
Ketujuh : Beri nasehat dalam urusan akhirat dan dunia.
Sesungguhnya wajib atas setiap muslim untuk mencintai
saudaranya dalam segala urusan yang ia
sukai bagi dirinya. Oleh karena itu memberikan nasehat harulah meliputi semua
hal. Bukan hanya terbatas urusan akhirat tapi juga untuk urusan dunia yang
bermanfaat.
Apabila ada seseorang yang lalai melakukan amalan yang sunat
apalagi yang wajib maka berilah nasehat. Selain itu, apabila ada seseorang
tidak melakukan sesuatu urusan dunia pada hal itu memberi manfaat dan mashlahat
baginya maka ini juga merupakan ruang untuk memberinya nasehat.
Kedelapan : Jangan bosan memberi nasehat.
Jika keadaan membutuhkan berilah nasehat dengan berulang
ulang. Jangan pernah bosan apalagi putus asa. Apakah nasehat diterima dan
diamalkan, jangan terlalu dipermasalahkan.
Allah berfirman : “Wa dzakkir fainna dzikraa tanfa’ul mu’miniin” Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang orang yang beriman. (Q.S adz Dzaariyaat 55).
Allah berfirman : “Wa dzakkir fainna dzikraa tanfa’ul mu’miniin” Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang orang yang beriman. (Q.S adz Dzaariyaat 55).
Demikianlah delapan macam adab diantara sedemikian banyaknya
adab adab dalam memberi nasehat. Semoga
ada manfaatnya.
Wallahu a’lam. (092)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar