QANA’AH SEBAGAI TANDA BERSYUKUR
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah.
Bersyukur hukumnya wajib bagi setiap muslim. Allah berfirman: “Dan
(ingatlah) ketika Rabbmu memaklumkan
sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmatKu)
maka sesungguhnya azabKu amat pedih”. (Q.S Ibrahim 7)
Iman Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa
maksud ayat ini adalah perintah untuk
bersyukur dan diiringi dengan ancaman jika tidak bersyukur. Ancaman Allah
adalah kalau tidak bersyukur maka akan diberi azab yang pedih yaitu:
Pertama : Didunia bisa
berbentuk diambilnya nikmat tersebut atau diambil berkahnya.
Kedua : Diakhirat akan
diazab karena tidak mau bersyukur.
Qana’ah
salah satu tanda bersyukur.
Sungguh sangat banyak cara atau jalan untuk bersyukur.
Salah satunya adalah dengan melazimkan dan memelihara sikap qana’ah. Rasulullah bersabda: “Wakum qani’an
takun asykarannasi” Dan jadilah kalian orang yang qana’ah niscaya engkau
menjadi manusia yang bersyukur. (H.R Ibnu Majah,
dari Abu Hurairah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Makna dan
hakikat qana’ah.
Imam Ibnu Sunni berkata :Qana’ah adalah sikap ridha terhadap
pemberian.
Imam Raghib al Ashfani berkata : Qana’ah adalah merasa cukup dengan yang sedikit dari
sesuatu yang dibutuhkan.
Imam Ali al Jurjani berkata : Qana’ah secara bahasa maknanya adalah
ridha
terhadap pemberian. Dan ada pula yang mengatakan makna qana’ah adalah
mencukupkan diri dan tidak meminta-minta.
Hakikat qana’ah
adalah engkau ridha dan
menerima berapapun yang diberikan Allah dalam kehidupan dunia ini, baik sedikit
ataupun banyak. Engkau menyerahkan urusanmu kepada Allah. Engkau mengetahui dan
yakin bahwa Allah lebih tahu dan lebih sayang terhadap dirimu daripada dirimu
sendiri. (AbduIlah bin Ibrahim Dawud, Kitab al Qana’ah).
Keutamaan qana’ah
Orang yang qana’ah akan memperoleh ketenangan jiwa. Selalu
yakin bahwa Allah
akan mencukupinya. Rezki yang berkah karena ridha dengan apa dan seberapa yang Allah berikan. Fudhail
bin Iyadh berkata: “Barangsiapa yang ridha dengan pemberian Allah kepadanya
maka Allah akan memberkahi pemberian tersebut.”
Ketahuilah
bahwa qana’ah adalah bagian dari takwa. Ali bin Abi
Thalib berkata : “Takwa adalah
takut kepada Allah, beramal sesuai dengan wahyu (al-Qur’an dan as Sunnah),
qana’ah dengan yang sedikit dan selalu
mempersiapkan diri menghadapi hari pembalasan.
Qana’ah hanya untuk urusan dunia.
Ketahuilah
bahwa sikap qana’ah hanya dipakai dalam perkara
dunia saja. Qana’ah
adalah untuk hal-hal yang sifatnya akan punah dan hilang, yaitu perkara yang
bersifat duniawi dan
segala kenikmatannya.
Rasulullah bersabda: “Unzuruu ilaa man asfala
minkum. Walaa tanzuru ila man
huwa fauqakum. Fahuwa ajdaaru alla tardaru ni’matallah” Lihatlah kepada orang
yang berada di bawahmu dan janganlah kalian melihat orang yang di atasmu,
karena hal itu akan lebih menjadikan kamu tidak meremehkan nikmat Allah (H.R. Iman Muslim)
Hadits ini adalah untuk perkara dunia seperti harta,
kedudukan, pangkat dan jabatan yang pada waktunya akan punah.
Tanda
qana’ah terhadap harta
Seorang yang
qana’ah atau merasa cukup dengan pemberian Allah maka dia (1) tidaklah rakus untuk
mendapatkan tambahan yang sebenarnya tidak diperlukan. (2) Tidak
memaksa-maksakan diri dalam mencarinya apalagi dari sumber yang tidak jelas. (3) Tidak mau
meminta-minta, sehingga terjaga kehormatan diri. (4) Selalu merasa cukup dan ridha dengan pemberian Allah sedikit atau
banyak.
Fastabiqul
khairat untuk urusan akhirat.
Ketahuilah
bahwa untuk urusan akhirat tidak ada istilah qana’ah, tapi haruslah fastabiqul
khairat. Berlomba lomba dalam mengejar kebaikan. Ada tiga hal kiranya bisa kita
ambil manfaat darinya.
Pertama :
Jangan pernah merasa cukup atau qana’ah dalam hal menjaga dan melakukan ketaatan atau
beribadah kepada Allah.
Kedua :
Jangan ada ruang untuk merasa
cukup atau qana’ah dalam urusan akhirat seperti mencari ilmu yang
bermanfaat, beribadah, berakhlak mulia, berbuat baik dan yang lainnya.
Ketiga : Ketahuilah
bahwa para sahabat, tabiin, tabiut tabiin serta orang-orang shalih tidak pernah
merasa kenyang apalagi bosan, dalam menuntut ilmu, beribadah dan berbuat baik.
Bagaimana
kenyataan yang ada.
Pertama :
Untuk perkara dunia.
Kita melihat
sebagian manusia zaman sekarang (1) Selalu
merasa kurang, tidak pernah merasa cukup (2)Punya harta yang banyak, merasa masih sedikit. (3) Senantiasa
melihat orang yang diatasnya dalam hal harta dan kenikmatan dunia. (4) Banyak mengeluh sebagai tanda
tidak ridha dan tidak puas. (5) Sibuk dengan harta dan kenikmatan dunia, sibuk mencari
harta dunia. (6) Sibuk
dalam menghitung-hitung harta yang telah dan akan dikumpulkan (7) Sibuk memelihara
harta. (8) Sibuk
dalam melipat gandakan harta. (9) Sibuk dalam membelanjakan harta. Akibatnya bisa melalaikan dirinya
untuk beribadah.
Kedua : Untuk
perkara akhirat.
Kita melihat
sebagian manusia zaman sekarang (1) Merasa sudah
cukup dengan ilmu agamanya, sehingga tidak bersemangat lagi belajar. Bahkan dalam ilmu agama ada manusia
yang tidak tahu bahwa dia tidak tahu.
Atau berlagak tahu, sok tahu. (2) Merasa sudah cukup dengan amalnya
sehingga tidak ada upaya untuk memperbaiki dan meningkatkannya. (3) Merasa sudah banyak berbuat kebaikan
sehingga tidak mau meningkatkannya. (4) Merasa tidak perlu mendakwahkan ilmunya meskipun
sedikit dan semampunya.
Sungguh, tulisan tidak dalam rangka memojokkan siapapun. Semuanya berangkat dari
semangat untuk saling menasehati dan saling mengingatkan. Mudah mudahan ada
manfaatnya.
Wallahu a’lam. (100)
Wallahu a’lam. (100)
Sukron katsiron ya ustadz.. ini sangat bermanfaat...
BalasHapus