MAKNA JALAN YANG LURUS
Oleh : Azwir B. Chaniago
Salah satu surat yang mulia dalam al Qur an dan paling sering
dibaca kaum muslimin adalah surat al
Faatihah yang terdiri dari tujuh ayat. Sering dibaca bukan karena surat ini
adalah surat pertama dalam mushaf. Lebih dari itu karena Rasulullah mewajibkan
kita untuk membacanya pada setiap rakaat shalat kita baik shalat fardhu maupun
shalat sunat. Bahkan membaca surat ini adalah salah satu syarat sahnya shalat
seseorang.
Rasulullah bersabda : “Laa shalaata liman yaqra’ (fiihaa) bifaatihatil kitaabi
(fashaa’idan)” Tidak sah shalat seseorang jika tidak membaca al Fatihah.
H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Didalam surat ini ada
satu ayat, berupa kalimat doa yaitu : “Ihdinash shiraathal mustaqiim” (Ya Allah) tunjukilah kami jalan yang lurus.
(Q.S al Faatihah 6). Sungguh ini adalah bentuk doa yang sangat agung dan sangat
sangat dibutuhkan oleh setiap hamba. Karena demikian maka sungguh sangatlah
baik dan bermanfaat jika ayat berupa doa ini, tidak hanya kita baca dan kita
ketahui arti atau terjemahannya saja, tapi
kita pahami pula maknanya.
Untuk memahami maknanya yang benar tidaklah mungkin dengan
akal kita yang sangat terbatas. Oleh karena itu dengan memohon pertolongan
Allah Ta’ala, mari kita pelajari maknanya yang benar, sebagaimana yang dipahami
oleh para ulama salaf dan orang orang yang mengikutinya. Diantaranya adalah :
Pertama : Imam Ibnu Jarir ath Thobari berkata : “Ihdinash shiratal mustaqiim” bermakna : Ya Allah, berikanlah taufik kepada kami agar tetap pada jalan yang lurus. Berikanlah taufik kepada kami dengan apa apa yang telah Engkau tunjukkan pada orang orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka. Yaitu dari kalangan para Nabi dan orang orang yang taat kepada-Mu. (Jami’ul Bayan).
Pertama : Imam Ibnu Jarir ath Thobari berkata : “Ihdinash shiratal mustaqiim” bermakna : Ya Allah, berikanlah taufik kepada kami agar tetap pada jalan yang lurus. Berikanlah taufik kepada kami dengan apa apa yang telah Engkau tunjukkan pada orang orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka. Yaitu dari kalangan para Nabi dan orang orang yang taat kepada-Mu. (Jami’ul Bayan).
Kedua : Imam Ibnu Katsir berkata : Hidayah
dalam ayat ini adalah petunjuk dan taufik sehingga ayat ini mengandung
makna : Ya Allah, ilhamkanlah, tunjukkanlah dan berikanlah kepada kami. (Tafsir
Ibnu Katsir)
Ketiga : Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di berkata : “Tunjukilah kami
jalan yang lurus” bermakna : Berikanlah kami hidayah dan taufik ke jalan yang
lurus, (1) yaitu jalan yang jelas, yang menghubungkan kepada Allah dan kepada
surga-Nya. (2) yaitu pengetahuan tentang al haq dan mengamalkannya (3) yaitu
selalu memegang teguh Islam dan meninggalkan semua agama yang lainnya (4) yaitu
tentang Islam secara terperinci, baik dalam mengilmui dan mengamalkannya.
Maka jelaslah (kata beliau) bahwa doa ini merupakan doa yang paling bermanfaat bagi seorang hamba.
Karenanya seorang muslim tidak henti hentinya berdoa dengan doa ini disetiap
rakaat shalatnya tersebab kebutuhannya yang sangat kepada kandungannya. (Tafsir
as Sa’di)
Selanjutnya, tentang
makna “shiratal mustaqiim” Jalan
yang lurus. Ada beberapa perbedaan dalam
ungkapan tentang penjelasan ayat ini. Tetapi jika dilihat lebih dalam
ternyata maknanya sama.
Pertama : Imam Ibnu Jarir ath Thabari menjelaskan dalam Kitab Tafsirnya, bahwa
makna : Jalan yang lurus adalah Kitabullah.
Ini sebagaimana dinukil dari Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Mas’ud.
Kedua : Imam Ibnu Jarir ath Thabari menjelaskan pula dalam Kitab Tafsirnya,
bahwa makna : Jalan yang lurus adalah Islam.
Ini sebagaimana dinukil dari Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan
Muhammad bin al Hanafiyah. Imam Ahmad dalam musnadnya meriwayatkan bahwa
Rasulullah bersabda : “Allah membuat suatu permisalan shirath (jalan) yang
lurus, dan sirath tersebut adalah Islam.”
Ketiga : Imam Ibnu Jarir ath Thabari menjelaskan pula dalam Kitab Tafsirnya,
bahwa makna : Jalan yang lurus adalah Rasulullah,
Abu Bakar dan Umar. Ini sebagaimana dinukil dari
Abul ‘Aliyah.
Keempat : Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam Kitab Tafsirnya, bahwa makna : Jalan
yang lurus adalah al Haqq. Ini sebagaimana dinukil dari Imam Mujahid, murid
Ibnu Abbas.
Orang orang kebanyakan mungkin melihat perbedaan ini sebagai
suatu perselisihan. Barangkali diantaranya ada yang berkomentar : Bagaimana
ini, kok penafsirannya berbeda beda. Sungguh, sebenarnya tidak, tidak berbeda. Bagaimana
mungkin berbeda secara hakikat karena mereka adalah para sahabat yang belajar
langsung dari Nabi dan para Tabi’in yang belajar langsung dari para sahabat. Perbedaan
yang ada hanyalah sekedar ungkapan yang bila digabungkan bisa bermakna sama atau hakikatnya
tidaklah berbeda.
Mari kita lihat, bagaimana ketajaman pemikiran para ulama
salaf dalam melihat, mengkompromikan dan
menjelaskan bahwa perbedaan makna ini hanya dari segi ungkapan saja. Bukan dari
sisi hakikat.
Pertama : Imam Ibnu Katsir dalam Kitab Tasirnya, memberikan penjelasan tentang
adanya perbedaan makna tentang “Jalan yang lurus” Beliau berkata : Pendapat pendapat ini
semuanya benar dan saling berkaitan. Barangsiapa yang ittiba’ (mencontoh,
mengikut) kepada Rasulullah dan meneladani Abu Bakar dan Umar,
maka sungguh dia telah mengikuti al haq
(kebenaran). Barangsiapa yang mengikuti al haq maka berarti dia
telah mengkuti Islam. Barangsiapa yang mengikuti Islam maka sungguh dia
telah mengikuti al Qur an.
Saudaraku, perhatikanlah bagaimana pemahaman dan penjelasan
Imam Ibnu Katsir tentang perbedaan makna tersebut. Ternyata maknanya adalah
sama meskipun berbeda dalam ungkapan. Lihatlah urutannya yang sangat sesuai dan
berkaitan dengan sangat kuat. Siapa yang mengikuti jalan yang lurus berarti
dia mengikuti al Qur an. Jika mengikuti al Qur an berarti mengikuti al haq dan jika mengikuti al haq berarti
mengikuti Rasulullah, Abu Bakar dan Umar.
Kedua : Imam Ibnu Jarir ath Thabari dalam Kitab Tafsir, memberikan penjelasan
tentang makna “Tunjuki kami jalan yang
lurus” adalah : Ya Allah berikan taufik
kepada kami agar kami tetap berada diatas hal yang Engkau ridha dan diatas
jalan orang orang yang Engkau beri nikmat dari para hamba hamba-Mu, baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Itulah shirathal mustaqim. Karena barang siapa yang
diberi taufik oleh Allah sebagaimana taufik yang diberikan kepada orang orang
yang diberi nikmat oleh Allah dari para Nabi, Shiddiqiin dan Syuhada’ maka
berarti dia telah diberi taufik kepada Islam, membenarkan para Rasul,
memegang teguh al Qur an. Juga melaksanakan perintah perintah Allah, menjauhi
apa saja yang dicela oleh Allah. Ittiba’ kepada manhaj Rasulullah dan
manhaj Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali dan manhaj semua
hamba yang yang shalih, semua itu masuk kepada makna shirathal mustaqim
(Jami’ul Bayan).
Demikianlah diantara penjelasan ulama tentang makna shirathal
mustaqim atau jalan yang lurus. Dan kita berdoa agar mendapatkan jalan yang
lurus itu. Semoga Allah mengabulkan semua doa doa kita. (101)
Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar