SANGAT DIANJURKAN MEMPERBANYAK PUASA SUNNAH
DI BULAN SYA’BAN
Disusun oleh : Azwir B. Chaniago
Allah Ta’ala memberi banyak
kesempatan kepada orang orang beriman untuk berpuasa di berbagai waktu dan
keadaan karena akan memberikan banyak manfaat baginya. Terutama sekali puasa
fardhu sebulan penuh di bulan Ramadhan yaitu 29 atau 30 hari. Selain itu ada
puasa sunnah yang banyak jumlah dan macamnya.
Diantara puasa sunnah yang sangat dianjurkan dan
bermanfaat adalah MEMPERBANYAK PUASA DI BULAN SYA’BAN. Ketahuilah bahwa
diluar bulan Ramadhan ada bulan yang Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam
PALING BANYAK BERPUASA yaitu bulan Sya’ban. Dalilnya adalah riwayat dari Aisyah
radhiallahu ‘anha, dia berkata :
يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ:
لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يَصُومُ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا
رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
Terkadang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam puasa beberapa hari sampai kami katakan, beliau tidak pernah
tidak puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan beliau
tidak melakukan puasa (sunnah) . Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan
penuh kecuali di bulan Ramadhan. Aku juga tidak melihat beliau berpuasa yang LEBIH
SERING ketika di bulan Sya’ban. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Aisyah radhiallahu ‘anha juga
mengatakan :
لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ،
فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
Belum pernah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan
Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Ketahuilah bahwa diantara hikmah
memperbanyak puasa di bulan Sya’ban adalah karena pada bulan itu amal terangkat
dan tentu lebih baik jika amal tersebut
diangkat dan kita dalam keadaan berpuasa.
Sebagaimana penjelasan dari al Hafidz Ibnu Hajar, beliau berkata : Pendapat yang benar di dalam hal ini adalah apa yang disebutkan di dalam sebuah hadits yang lebih shahih dibandingkan sebelumnya, diriwayatkan oleh An-Nasai dan Abu Dawud, dari Usamah bin Zaid, dia berkata, wahai Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa (lebih banyak) dalam satu bulan dari bulan-bulan yang ada sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban.
Sebagaimana penjelasan dari al Hafidz Ibnu Hajar, beliau berkata : Pendapat yang benar di dalam hal ini adalah apa yang disebutkan di dalam sebuah hadits yang lebih shahih dibandingkan sebelumnya, diriwayatkan oleh An-Nasai dan Abu Dawud, dari Usamah bin Zaid, dia berkata, wahai Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa (lebih banyak) dalam satu bulan dari bulan-bulan yang ada sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban.
Kemudian beliau menjawab : Bulan
itu adalah bulan yang dilalaikan manusia yaitu bulan antara Rajab dan Ramadhan,
dan ia adalah bulan yang diangkat di dalamnya seluruh amalan kepada Rabb
semesta alam, maka aku menginginkan amalanku diangkat dalam keadaan aku
berpuasa. (Fathul Bari).
Oleh karena itu orang orang
beriman hendaklah berusaha untuk banyak melakukan puasa sunnah pada bulan Sya’ban.
Diantaranya adalah puasa Senin- Kamis, puasa tiga hari sebulan seperti
yaumul-bidh dan bisa juga puasa Nabi Dawud.
Ketahuilah bahwa ada banyak
keutamaan berpuasa sebagaimana dijelaskan Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam
dalam sabda beliau, diantaranya :
إِنَّمَا الصِّيَامُ جُنَّةٌ
يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ
Puasa adalah perisai yang dapat melindungi
seorang hamba dari siksa neraka. (H.R Imam Ahmad).
Syaikh Shalih Fauzan hafidzahullah menjelaskan
: Maksudnya puasa adalah pelindung antara dirinya dengan api neraka. Hal ini
mencakup puasa yang wajib seperti puasa Ramadhan dan juga puasa sunnah seperti
puasa enam hari di bulan Syawal, puasa Senin-Kamis, puasa tiga hari setiap
bulan, puasa Dzulhijjah, puasa ‘Arafah, dan puasa ‘Asyura (Lihat Fii Syarhi al Arba’in an Nawawiyyah).
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.
Wallahu A’lam. (1933)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar