UJIAN ATAU COBAAN ADALAH ANUGERAH ALLAH TA’ALA
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Muqaddimah
Ketahuilah bahwa apapun ujian dan
cobaan yang menimpa seorang hamba maka itu adalah merupakan ketetapan Allah dan
telah tertulis di Lauh Mahfudz. Ini sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya dan
juga dalam sabda Rasul-Nya.
Allah berfirman : “Maa
ashaaba min mushibatin fil ardhi wa laa fii anfusikum illa fii kitaabin min qabli an nabra-ahaa, inna dzaalika
‘alallahi yasiiraa”. Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa
dirimu sendiri semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuuzh) sebelum Kami
mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah. (Q.S al Hadid 22)
Allah berfirman : “Qul, lan yushiibanaa, illa maa kataballahu
lanaa, huwa maulaanaa wa ‘alallahi fal yatawakalil mu’minuun” Katakanlah
(Muhammad), Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah
bagi kami. Dialah pelindung kami dan hanya kepada Allah bertawakkal orang orang
yang beriman. (Q.S at Taubah 51).
Sebuah hadits dari Abdullah bin
Amr, beliau berkata, Aku mendengar
Rasulullah bersabda : Kataballahu
maqaadiiral khalaa-iqi qabla an yakhluqas samaawaati wal ardha bi khamsiina
alfa sanah”. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menulis takdir setiap
makhluk-Nya, lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.
(H.R Imam Muslim).
Anugerah dan karunia Allah bagi yang diberi ujian atau cobaan.
Lihatlah betapa besar anugerah dan
karunia Allah yang akan diturunkan kepada orang orang yang diberi-Nya ujian atau cobaan, diantaranya adalah :
Pertama : Allah ingin menghapus kesalahannya.
Sungguh tidak ada manusia yang yang
terbebas dari dosa, termasuk orang orang yang shalih dan taat. Dengan kasih
sayang-Nya Allah turunkan musibah kepadanya sehingga terhapus sebagian dosa dosanya.
Rasulullah bersabda : “Tidaklah seorang Muslim ditimpa
keletihan, penyakit, kesedihan, gangguan, kegundah gulanaan hingga duri yang
menusuknya melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan
kesalahannya” (H.R Imam Bukhari dari
Abu Hurairah).
Rasulullah bersabda : “Maa
min muslimin yushiibuhu adzdza min maradhin illaa haththallahu bihi
sai-yiaatihi kamaa tahaththusy syajaratu waraqahaa”. Tidaklah seorang muslim itu tertimpa
suatu bencana berupa penyakit dan yang lainnya
melainkan dengannya Allah akan menggugurkan kesalahan kesalahannya
sebagaimana pohon menggugurkan daun daunnya. (H.R Imam Bukhari dan Imam
Muslim).
Kedua : Allah menghendaki kebaikan baginya.
Sungguh
Allah Ta’ala melalui Rasulul-Nya memberikan kabar gembira bahwa orang orang
yang diberikan musibah sebagai ujian adalah merupakan salah satu tanda bahwa Allah Ta’ala menghendaki kebaikan baginya. Rasulullah
bersabda : “Man yuridillahu bihi khairan
yusib minhu”. Barang siapa yang dikehendaki
Allah dengan kebaikan, Allah
akan menimpakan kepadanya musibah. (H.R Imam Bukhari).
Abu ‘Ubaid berkata : Makna dari
hadits diatas adalah bahwa Allah Ta’ala akan mengujinya dengan berbagai musibah
untuk melimpahkan pahala kepadanya (Lihat Fathul Baari)
Ketiga : Supaya mendapatkan kedudukan yang tinggi.
Seorang hamba bisa jadi memiliki
kedudukan yang tinggi disisi Allah Ta’ala. Akan tetapi dia tidak memiliki amal
shalih yang cukup untuk dapat membuatnya mencapai kedudukan yang tinggi
tersebut. Lalu Allah Ta’ala memberinya cobaan dengan sesuatu yang dia benci.
Akhirnya dengan cobaan yang menimpanya maka
dia berhak dan dapat mencapai kedudukan
tinggi tersebut.
Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya seseorang itu untuk memperoleh
kedudukan (tinggi) di sisi Allah, ia tidak akan dapat mencapainya dengan amal
perbuatannya. Allah akan memberikannya ujian berupa sesuatu yang dibencinya,
hingga ia dapat mencapai kedudukan (yang tinggi) tersebut. (H.R Ibnu Hibban
dan Abu Ya’la, dihasankan oleh Syaikh al Albani)
Diantara anugerah dan hikmah juga
bagi seorang hamba yang didatangi ujian atau cobaan adalah untuk mensucikan dirinya dari berbagai
penyakit hati. Imam Ibnul Qayyim berkata
: Jika saja Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menimpakan (kepada) hamba hamba-Nya
berbagai ujian dan cobaan maka niscaya mereka akan bersikap sombong, angkuh dan
zhalim.
Perkataan Ulama ulama salaf tentang ujian dan musibah.
Selanjutnya, mari kita simak apa
yang dikatakan oleh ulama ulama terdahulu tentang ujian dan cobaan yang menimpa
seorang hamba, diantaranya adalah :
Pertama : Sufyan ats Tsauri berkata : Tidaklah dikatakan sebagai orang faqih (ahli
fikih) jika tidak menjadikan bala sebagai nikmat dan kemewahan sebagai bala
(Hilyatu al Auliya’)
Kedua : Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
Segala sesuatu yang menimpa manusia dan menjadikannya senang adalah nikmat
nyata yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya. Sedangkan segala
sesuatu yang menimpa manusia dan menjadikannya susah adalah nikmat yang dapat
melebur dosa dosanya jika ia sabar atas kesusahan itu. Sebab di dalam segala
sesuatu terdapat hikmat dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak
diketahui manusia, lalu beliau membaca firman Allah :
“Wa’asaa an takrahuu syai-an wa
huwa khairul lakum, wa’asaa an tuhibbuu syai-an
wa huwa syarrul lakum , wallahu ya’lamu wa antum laa ta’lamuun”. Boleh
jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui
sedangkan kamu tidak mengetahui. (Q.S al
Baqarah 216).
Ketiga : Imam Ibnul Qayyim berkata : Seandainya manusia mengetahui bahwa nikmat Allah
yang ada di dalam bala’ itu tidak lain seperti halnya nikmat Allah yang ada
didalam kesenangan maka niscaya hati dan lisannya akan selalu sibuk untuk
mensyukurinya. (Lihat Syifaa’ul ‘Alil)
Beliau juga mengatakan :
Sesungguhnya Allah tidak memberi suatu keputusan (qadha’) bagi hamba-Nya yang
mukmin kecuali keputusan itu baik baginya. Apakah keputusan itu menyakitkannya
maupun menyenangkannya. Keputusan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala
kepada hamba-Nya yang mukmin adalah pemberian, walaupun itu dalam bentuk tidak
mengabulkan apa yang diminta hamba-Nya. Ia juga merupakan suatu nikmat meskipun
dalam bentuk ujian dan bala’ (cobaan) yang diberikan-Nya adalah keselamatan
bagi hamba-Nya walaupun itu dalam bentuk yang menyakitkan. (Madarijus Salikin).
Keempat : Wahab bin Munabih berkata : Sesunguhnya umat sebelum kamu, apabila salah
seorang diantara mereka tertimpa bala, ia menganggapnya sebagai kemewahan dan apabila
ia mendapat kemewahan ia menganggapnya sebagai bala. (Sairu al A’laam an
Nubala’)
Beliau juga berkata : Tidaklah seseorang itu dikatakan sebagai ahli
fikih yang sempurna sehingga ia memahami bahwa cobaan adalah nikmat dan
kesenangan adalah musibah. Hal itu karena setiap orang yang ditimpa bala pada
hakikatnya sedang menantikan (datangnya)
kesenangan dan setiap orang yang senang
pada hakikatnya sedang menantikan (datangnya) musibah. (“Uddatu ash Shabirin).
Mudah mudahan ada manfaatnya bagi
kita semua.
Wallahu A’lam (461)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar