Minggu, 29 November 2015

MELURUSKAN ITTIBA' KEPADA RASULULLAH



WAJIB MELURUSKAN ITTIBA’ KEPADA RASULULLAH

Oleh : Azwir B. Chaniago

Para ulama tidak berselisih pendapat bahwa amal shalih yang bernilai disisi Allah Ta’ala  harus berada pada dua keadaan yaitu ikhlas karena Allah dan ittiba’ yaitu sesuai contoh yang diajarkan Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam. 

Diantara dalil yang mencakup dua hal ini yaitu tentang ikhlas dan ittiba’  adalah sebagaimana dijelaskan Allah Ta’ala dalam firman-Nya  

Pertama : Surat an Nisaa’ ayat 125.
Allah berfirman : “Waman ahsanu diinan mimman aslama wajhahu, lillahi wahuwa muhsin”  Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia mengerjakan kebaikan.

Syaikh as Sa’di berkata : Maksudnya, tidaklah ada seorangpun yang paling baik agamanya daripada seorang yang menyatukan antara kepada Dzat yang disembah yaitu penyerahan diri hanya untuk Allah yang menunjukkan akan penyerahan hati, penghadapannya, kembalinya, keikhlasannya dan penghadapan wajah serta seluruh anggota tubuh kepada Allah Ta’ala. 
Sedangkan diapun disamping keikhlasan dan penyerahan diri tersebut dia mengerjakan kebaikan yaitu mengikuti syariat Allah yang telah Allah utus rasul rasul dengannya dan telah Allah turunkan kitab kitabNya dan Allah jadikan hal itu sebagai jalan bagi makhluk makhluk-Nya yang terpilih dan pengikut pengikut mereka. (Kitab Tafsir Karimir Rahman). 
    
Kedua : Surat al Mulk ayat 2.
Allah berfirman : “Alladzi khalaqal mauta wal hayaata liyabluwakum aiyukum ahsanu ‘amala, wa huwal ‘aziizul ghafuur”  (Dialah) Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapa yang paling baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Mahapengampun.     
   
Al Imam Fudhail bin Iyadh menjelaskan bahwa :  Ahsanu amala, paling baik amalnya  dalam ayat ini maksudnya adalah paling ikhlas dan paling sesuai dengan syariat. Kemudian ada yang bertanya : Apakah maksud yang paling ikhlas dan paling sesuai dengan syariat ? Lalu beliau menjawab : Sesungguhnya amalan apabila ikhlas tetapi tidak sesuai dengan syariat maka tidak diterima. Demikian pula apabila sesuai dengan syariat tetapi tidak ikhlas maka amalan itu tidak diterima, hingga amalan tersebut ikhlas dan sesuai dengan syariat. (Hilyah al Auliya’).

Syaikh Abdul Aziz bin Fathi as Sayyid Nada berkata : Tentang ittiba’ dapat dijelaskan maknanya yaitu seorang Muslim wajib menjadikan Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wa sallam sebagai panutan dan teladan Ini adalah sebagaimana dimaksud  dalam firman Allah : “Laqad kaana lakum fii rasuulillahi uswatun hasanatun, liman kaana yarjullaha wal yaumal aakhira wa dzakarallaha katsiira” . Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S al Ahzaab 21).

Oleh karena itu meneladani Nabi dan mengikuti (cara beragamanya) beliau merupakan dalil tentang benarnya keimanan seseorang kepada Allah Ta’ala dan hari Akhir. Sungguh tiada jalan untuk mendapat hidayah atau petunjuk yang benar, sebagaimana firman Allah : …“Fa aaminuu billahi wa rasuulihin nabiyil ummiyilladzii yu’minu billahi wa kalimaatihii, wattabi’uhu la’allakum tahtaduun”. …Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat kalimat-Nya (kitab kitab-Nya dan ikutilah dia supaya kamu mendapat petunjuk.  (Q.S al A’raaf 158).

Mengikuti Rasulullah juga merupakan jalan untuk mendapatkan kecintaan Allah Ta’ala kepada seorang hamba yaitu sebagaimana firman-Nya : “Qul inkuntum tuhibbuunallaha fattabi’uunii, yuhbibkumullahu wa yaghfirlakum dzunuubakum, wallahu ghafuurur rahiim”. Katakanlah : Jika kamu (benar benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S Ali Imran 31).

Selanjutnya beliau berkata : Tidak akan mungkin baik keadaan manusia di dunia dan di akhirat tanpa mengikuti petunjuk Nabi Muhammad. Oleh karena itulah, wajib bagi setiap muslim berusaha untuk mengikuti Nabi dalam setiap keadaannya, yakni dalam akidah, ibadah, perilaku, akhlak, muamalah, jihad dan semua urusannya. Sebab ini merupakan bukti keimanan yang paling kuat dan paling benar.

Adapun berpaling dari ittiba’ kepada Nabi dan menggantinya dengan yang lain adalah merupakan sebab terbesar timbulnya kerusakan dan kekurangan dalam setiap perkara, kesesatan di dunia serta kerugian dan adzab di akhirat.  

Kerusakan yang terjadi ditengah tengah kaum muslimin, kekurangan dalam berbagai sisi kehidupan mereka, musuh musuh berkuasa, menimpakan adzab serta mengambil apa yang ada ditangan mereka, harga harga melambung tinggi, tersebarnya berbagai macam penyakit dan wabah serta munculnya virus virus penyakit yang tidak pernah dikenal sebelumnya terjadi karena umat telah berpaling dari petunjuk Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam. Pada hal petunjuk Nabi sudah cukup untuk memperbaiki keadaan mereka di dunia, mengangkat kedudukan mereka, mengalahkan musuh dan meraih kemenangan di akhirat. Yaitu dengan mengikuti petunjuk itu dan berpegang teguh dengannya.

Sesungguhnya hal itu merupakan kewajiban yang paling utama atas mereka setelah mengikhlaskan agama kepada Allah Ta’ala semata. Memurnikan ittiba’ kepada Nabi merupakan realisasi syahadat Muhammad Rasulullah dan bukti kejujuran itu.
Tanpa ittiba’ maka orang yang mengucapkan syahadat dianggap telah berdusta karena apa yang dilakukannya bertentangan dengan ucapannya. Oleh karena itu wajib atas setiap muslim untuk memperbaiki ittiba’ kepada Nabi dalam setiap urusannya karena itu semua merupakan jalan untuk meraih kemenangan dan keselamatan. (Lihat Kitab Ensiklopedi Adab Islam).

Dengan demikian maka seorang muslim wajib menjadikan Rasulullah sebagai panutan tentang Islam karena beliaulah yang diberi amanah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menerima penjelasan yang paling shahih tentang Islam dan beliau pula yang diamanahkan untuk  mengajarkan Islam ini kepada manusia.  Beliaulah yang paling tahu tentang Islam dibanding manusia manapun. Oleh   sebab itu tidak ada pilihan bagi seorang muslim yang ingin memegang Islam ini dengan benar kecuali meluruskan ittiba’-nya kepada Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam. Insya Allah semuanya akan berujung pada kebaikan di dunia dan di akhirat.
Wallahu A’lam. (478)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar