MENGHITUNG KERUGIAN
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Secara tabiat, manusia tidak ada
yang mau rugi, baik untuk urusan dunia apalagi untuk akhiratnya. Sungguhpun
demikian Allah Ta’ala telah mengingatkan bahwa manusia
itu berada dalam kerugian . Allah Ta’ala
berfirman : “Wal ‘asr. Innal insaana lafii khusrin.
Illalladziina aamanuu wa ‘amilush shalihaati wa tawaa shaubil haqqi, watawaa
shaubish shabri”. Demi masa.
Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali
orang orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih serta saling menasihati
untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (Q.S al ‘Asr 2-3)
Surat al ‘Asr ini memberi petunjuk dengan sangat jelas
dan terang tentang empat sebab yang bisa
menjauhkan manusia dari kerugian. Ini mencakup kerugian di dunia maupun
kerugian di akhirat. Syaikh Muhammad bin Shalih memberikan beberapa penjelasan
bagi kita :
Pertama : Beriman dengan keimanan
yang murni dan dicampuri sedikitpun dengan keraguan ataupun kebimbangan tentang
enam rukun iman yang dijelaskan Rasulullah pada saat ditanya oleh Malaikat
Jibril.
Kedua : Beramal shalih yakni melakukan amalan dan
ibadah ibadah yang diperintahkan. Amal shalih ini haruslah dilandasi dengan
ikhlas karena Allah Ta’ala dan mengikuti sunnah yaitu beribadah dengan cara yang diajarkan oleh
Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam.
Ketiga : Saling menasehati agar mentaati kebenaran. Kebenaran yang dimaksud adalah syariat Islam. Setiap
hamba hendaklah saling menasehati. Jika ia melihat ada seseorang yang
melalaikan kewajiban maka ia memberi nasehat
: Wahai saudaraku, laksanakanlah kewajibanmu, jangan engkau lalaikan. Begitupun
jika ada seseorang melakukan suatu perbuatan buruk maka yang lain memberi
nasehat : Wahai saudaraku jauhilah perbuatan yang buruk ini. Dengan demikian
maka orang dikecualikan dari kerugian akan bermanfaat bagi dirinya dan juga
bermanfaat bagi orang lain.
Keempat : Saling menasehati satu sama lain agar tetap bersabar. (1) Bersabar dalam
mentaati perintah Allah. (2) Bersabar
dalam menjauhi larangan Allah dan (3) Bersabar dalam menerima takdir
atau ketetapan Allah Ta’ala.
Beliau menambahkan : Setiap manusia mengetahui bahwa ia
berada dalam kerugian kecuali dengan memiliki empat hal tadi. (Dari Kitab Tafsir Juz ‘Amma, Syaikh
Utsaimin).
Untuk amal amal yang sifatnya fardhu
sudah jelas bahwa seorang yang beriman tidak akan pernah melalaikannya sama
sekali. Namun demikian mungkin kita
perlu merenungkan sejenak seberapa banyak kerugian atau pahala yang luput dari
kita karena mengabaikan amalan amalan sunnah.
Diantara sedikit contoh dari kerugian kerugian itu adalah :
Pertama : Pada saat bangun tidur tadi pagi sebagian kita tidak
membaca doa bangun tidur. Ini kerugian saudaraku.
Kedua : Setelah bangun lalu kita ke kamar mandi dan sebagian dari kita tidak membaca doa masuk dan keluar dari
kamar mandi. Ini kerugian saudaraku.
Ketiga : Pada saat keluar rumah menuju ke masjid untuk shalat,
sebagian kita tidak membaca doa atau dzikir keluar rumah dan juga tidak membaca
doa berangkat ke masjid. Ini kerugian saudaraku.
Keempat : Pada saat masuk masjid sebagian kita tidak membaca doa masuk masjid dan begitu juga
waktu keluar dari masjid. Ini juga kerugian saudaraku.
Apa yang disebutkan diatas hanyalah
sekelumit saja dari amalan amalan sunnah dan sebagian saudara saudara kita ada
yang belum terbiasa mengamalkannya.
Lalu ada pula yang berkomentar,
diantaranya :
Komentar pertama : Doa bangun tidur, doa masuk dan keluar kamar mandi,
doa keluar rumah dan doa masuk serta keluar dari masjid itu hafalan anak anak
TK dan PAUD. Benar saudaraku. Tapi bagi kita yang sudah baligh dan berakal, maka doa doa ini bukan hafalan tapi amalan dan sangat baik jika
dilazimkan.
Komentara kedua : Doa doa itukan amalan amalan sunnah atau tidak wajib.
Kalau dilakukan memang berpahala tapi kalau tidak dilakukan tidak ada dosa.
Benar saudaraku, tapi Wallahu A’lam ini adalah sebagian yang termasuk dalam
hitungan hitungan kerugian. Lalu adakah diantara kita yang mau rugi ?
Ketahuilah bahwa amalan amalan sunnah atau yang tidak
diwajibkan adalah memiliki keutamaan yang sangat banyak. Satu diantaranya
adalah sebagai pendekatan diri kepada
Allah Ta’ala sehingga mendatangkan kecintaan-Nya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali
(kekasih)-Ku, maka Aku akan memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri
pada-Ku dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan
diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.
Jika Aku telah
mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan
untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk
melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang,
memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon
sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan,
pasti Aku melindunginya.” (H.R Imam Bukhari).
Lalu kalau demikian maka datang pertanyaan. Apakah kita akan
melalaikan amalan amalan sunnah yang kita mampu melakukannya ?. Jawabnya
tentulah tidak. Insya Allah akan kita lazimkan agar tidak merugi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar