AKHLAK ORANG BERILMU
Oleh : Azwir B.
Chaniago
Orang yang berilmu memiliki kewajiban
yang sangat besar dalam mengajak manusia kepada kebaikan. Dia menjadi contoh
bahkan panutan oleh manusia. Oleh karena itu maka wajib baginya menunjukkan dan menjaga akhlak yang mulia.
Diantara akhlak yang harus dipeliharanya adalah :
Pertama
: Bersifat tawadhu’
Tawadhu’ atau merendahkan diri adalah
sikap yang selalu dijaga oleh seorang yang berilmu. Ini menjadi penguat bagi
dirinya untuk meyakinkan orang lain menerima kebenaran yang disampaikannya.
Allah berfirman : “Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan
janganlah berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sungguh Allah tidak menyukai
orang orang yang sombong dan membanggakan diri”. (Q.S Luqman 18)
Imam al Mawardi berkata : Adapun yang
wajib bagi para ahli ilmu adalah berhias dengan akhlak yang pantas baginya.
Diantaranya adalah sifat tawadhu’ dan menjauhi sifat ujub. (Adabud Dun-ya wad
Din)
Kedua : Senantiasa mengamalkan ilmunya.
Diantara sifat orang berilmu adalah
tidak pernah lalai dalam mengamalkan ilmunya karena Allah telah mengingatkan
: “Yaa aiyuhal
ladziina aamanuu lima taquuluuna maa laa taf’aluun. Kabura maqtan ‘indallahi an
taquuluu maa laa taf’aluun”. Wahai orang orang yang beriman !
Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ?. (Itu) sangatlah
dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa apa yang tidak kamu kerjakan. (Q.S ash Shaaf 2-3).
Syaikh as Sa’di berkata : Apakah kondisi tercela seperti ini pantas bagi orang-orang yang beriman ?.
Bukankah amat besar murka Allah pada orang yang mengatakan sesuatu namun tidak
dikerjakannya. Oleh karena itu orang yang menyuruh berbuat baik seharusnya
menjadi orang yang pertama mengamalkannya. Dan orang yang melarang kemungkaran
seharusnya menjadi orang yang paling jauh dari kemungkaran itu.
Ketiga : Menyadari
bahwa dia memiliki banyak kekurangan dan kelemahan.
Seorang berilmu harus memahami bahwa
ilmunya sangatlah sedikit. Sungguh dia selalu menyadari bahwa ilmu yang
dimilikinya sangat jauh dibawah ilmu orang lain. Dia sangat paham bahwa masih
sangat banyak orang yang memiliki ilmu yang lebih dibanding dirinya. Seorang
‘alim tidaklah akan pernah mengatakan bahwa dia yang paling mengetahui segala
galanya.
Allah berfirman : Wamaa uutiitum minal ‘ilmi illaa qaliilaa”. Sedangkan kamu diberi
pengetahuan hanya sedikit. (Q.S al Isra’ 85).
Oleh karena itu
orang yang berilmu tidak pernah merasa malu untuk mengatakan saya tidak tahu.
Justru jika dia mengatakan tidak tahu untuk sesuatu yang memang dia tidak tahu
adalah merupakan penghormatan dan penghargaanya terhadap ilmu. Ini juga
merupakan ujud dari kesadarannya bahwa dia memiliki kelemahan dan kekurangan.
Dengan menyadari bahwa dia banyak
kekurangan dan kelemahan maka ini menjadi pendorong yang kuat baginya untuk
terus belajar meskipun telah lulus dari beberapa strata pendidikan formal
maupun yang tidak formal.
Keempat : Ikhlas dalam mengajarkan ilmunya.
Seorang
yang ‘alim senantiasa menjaga niatnya dalam mengajarkan ilmunya. Tiada yang dia
inginkan dalam mengajarkan ilmu kecuali
mencari ridha Allah. Seorang yang berilmu selalu berusaha membersihkan niatnya
sehingga terus terjaga keikhlasannya.
Oleh
karena itu pendorong paling utama dan sangat mendasar bagi seorang yang berilmu
dalam mengajarkan ilmunya adalah menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya,
tidak tujuan lain apalagi perkara duniawi.
Sungguh
Allah telah berfirman : “Wamaa umiruu
illa liya’budullaha mukhlishiina lahuddiina hunafaa’. Pada hal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus. (Q.S al Baiyyinah 5).
Rasulullah
bersabda : “Innallaha la yuqbalu minal ‘amalu illa ma kana lahu khalisa wabtughiya bihi
wajhuhu.” Sesungguhnya Allah tidak akan menerima dari semua jenis amalan kecuali yang
murni (ikhlas) untuk-Nya. (H.R an Nasa’i, lihat Silsilah ash Shahihah).
Imam
Ibnul Qayyim memberi nasehat : Hendaknya (seorang hamba) tidak mencampur
amalannya dengan campuran campuran perusak berupa keinginan jiwa. Ingin agar
dilihat oleh manusia, ingin dipuji oleh mereka. Hendaknya lari dari keinginan mendapatkan pengagungan
dari manusia atau keinginan mendapat harta manusia atau ingin dapat bantuan dari mereka atau
selain itu dari tujuan tujuan yang rusak yang bermuara pada keinginan selain
Allah Ta’ala dengan amalannya, apapun bentuknya.
Kelima : Menjaga akhlak dalam majlis ilmu.
Diantara akhlak seorang berilmu dalam
bermajlis adalah lemah lembut. Dia senantiasa mengedepankan kelemah lembutan
dalam bermajlis dan juga dalam beramar
makruf ataupun dalam mencegah kemungkaran. Kelembutan sering membuat seseorang mau menerima kebenaran. Sebaliknya
sikap keras akan membuat orang orang menjauhkan diri.
Allah berfirman : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu” (Q.S Ali
Imran 159)
Selain itu, diantara akhlak seorang berilmu
dalam majlis adalah selalu berusaha untuk menyampaikan kebenaran dengan sabar yakni
kebenaran berdasarkan dalil.
Dan kebenaran bukanlah pendapat seseorang atau
kelompok kecuali jika disandarkan kepada nash atau dalil yang shahih.
Keenam : Tidak bakhil dalam menyampaikan
ilmu
Seseorang yang dermawan dengan hartanya adalah
orang yang terpuji. Begitupun orang yang dermawan atau tidak bakhil dengan
ilmunya tentulah lebih terpuji lagi karena ilmu jauh lebih berharga daripada
harta.
Imam Ibnul Qayyim berkata : Termasuk
kedermawanan dalam ilmu, bila ada yang bertanya kepadamu tentang suatu
permasalahan maka hendaklah engkau menjawabnya dengan jawaban yang memuaskan.
(Madaarijus Saalikin)
Orang orang berilmu sangatlah paham bahwa
terdapat larangan keras untuk menyembunyikan ilmunya. Allah berfirman : “Sungguh, orang orang yang menyembunyikan
apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan keterangan dan petunjuk setelah
Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (al Qur an) mereka itulah yang
dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh
mereka yang melaknat. (Q.S al
Baqarah 159)
Dari Abu Hurairah,
ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah
bersabda : "Barangsiapa yang mengajak orang kepada suatu jalan
yang baik, maka dia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang mengikutinya,
dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak
kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosanya orang yang
mengikutinya, dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun".(H.R
Imam Muslim).
Dan hadits ini
adalah pendorong dan pemberi semangat bagi orang orang berilmu untuk senantiasa
menyampaikan ilmunya kepada kaum muslimin.
Ketujuh : Zuhud dalam perkara dunia.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : Zuhud
adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat untuk akhirat.
Imam Ibnu Jamaah al Kinani berkata : Hendaknya
orang yang berilmu berakhlak dengan perangai
kezuhudan dalam perkara dunia. Mengambil sedikit dari dunia sesuai
kemampuan yang tidak membahayakan dirinya karena apa yang dia ambil sedikit
dari perkara dunia dengan qanaah bukanlah termasuk tanda mencintai dunia.
Imam al Mawardi berkata : Diantara ahklak ahli
ilmu adalah hendaknya dia membersihkan dirinya dari syubhat dalam mata
pencarian. Hendaknya dia qanaah dengan apa yang mudah baginya dalam mencari
rezki tidak rakus dengan keinginan. Sebab terjatuh ke dalam syubhat mata
pencarian adalah sebuah dosa dan rakus dengan keinginan adalah kehinaan. (Adab
Dun-ya wad Din).
Inilah
akhlak yang dipegang dan selalu ada pada diri orang orang berilmu dari
dahulu sampai sekarang.
Demikianlah diantara akhlak
orang orang yang berilmu. Wallahu A’lam (452)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar