MENJADI PRIBADI YANG SABAR
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Muqaddimah.
Kata sabar sangatlah sering kita dengar dan sering pula kita ucapkan. Lalu apakah makna kata sabar
itu. Para ulama menjelaskan, diantaranya :
Pertama : Imam Ibnul Qayyim dalam Kitab
Madaarijus Saalikin antara lain menjelaskan bahwa secara bahasa sabar
bermakna menahan atau mencegah. Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa secara istilah sabar
bermakna (1) Menahan diri dari berputus asa. (2) Meredam amarah jiwa. (3)
Mencegah lisan dari mengeluh. (4)
Mencegah anggota badan untuk melakukan kemungkaran.
Kedua : Syaikh Muhammad bin Shalih berkata
: Sabar adalah menahan jiwa agar taat kepada Allah. Menahannya dari berbuat
maksiat dan menahan jiwa dari rasa tidak ridha terhadap takdir-Nya, sehingga
seseorang bisa menahan jiwanya dari menampakkan rasa marah, jemu dan bosan.
Manusia membutuhkan
kesabaran.
Seorang hamba selalu butuh kesabaran dalam setiap kondisi.
Sebab ia selalu berada dalam perintah yang wajib dilaksanakan dan larangan yang
wajib ditinggalkan. Berada di atas takdir Allah serta kenikmatan yang wajib dia
syukuri. Apabila semua perkara ini tidak bisa lepas dari dirinya maka kesabaran
harus senantiasa ada (dalam diri seseorang) sampai matinya. (Tazkiyatun Nufus,
Syaikh Ahmad Farid, Mesir).
Sungguh kita tidak dapat membayangkan betapa tidak nyamannya
hidup ini kalau kita sendiri tidak sabar dan berada dalam lingkungan yang tidak
sabar pula. Semua bisa mendatangkan konflik dan pada gilirannya semua akan
berantakan. Bahkan kita dituntut untuk bisa sabar bukan terhadap orang lain
saja, terhadap keadaan diri sendiripun sering pula kita butuh kesabaran.
Tiga tempat sabar.
Para ulama menjelaskan bahwa sabar haruslah ada pada tiga
tempat yaitu :
Pertama : Sabar dalam
menjalankan ketaatan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia untuk beribadah
kepadaNya yaitu dengan senantiasa
menjaga ketaatan. Ini tentu membutuhkan
keikhlasan dan kesabaran.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Washbir nafsaka ma’aladzi yad’uuna rabbahum bil ghadawaati wal’asyiiyi yuriiduuna wajhahu…. Dan
bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya di
pagi dan senja hari dengan mengharap
wajah-Nya. (Q.S al Kahfi 28)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : Sabar dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah
lebih utama dan sempurna daripada menjauhi
yang diharamkan-Nya karena kemashlahatan mengerjakan ketaatan lebih
disukai Allah daripada kemashlahatan
menjauhi maksiat.
Kedua : Sabar dalam menjauhi larangan.
Untuk menjauhi larangan Allah dibutuhkan kesabaran. Apalagi
saat ini begitu banyaknya godaan. Pintu-pintu maksiat yang dilarang Allah
terbuka dimana-mana. Bahkan setiap saat dengan mudah bisa masuk ke rumah kita
bahkan ke kamar tidur kita
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah berkata :
Sabar dalam menjauhi yang diharamkan Allah, yaitu seorang hamba hendaklah
menahan diri dari yang Allah haramkan. Karena jiwa ini senantiasa memerintahkan
kepada keburukan.
Ketiga : Sabar dalam menerima takdir.
Allah mentakdirkan bagi seorang hamba dua ketetapan yaitu :
1.
Ketetapan Allah yang sesuai dengan keinginan manusia. Diantaranya adalah berupa
keselamatan, harta yang banyak, jabatan dan pangkat serta berbagai kelezatan
dunia. Seorang hamba jangan sampai
tertipu dengan keadaan ini bersabarlah
menghadapinya. Jangan lalai dan haruslah senantiasa bersabar memenuhi hak-hak
Allah terhadap harta dan dirinya.
Rasulullah bersabda : “Fawallahi lalfaqra akhsya ‘alaikum
walakin akhsya ‘alaikum an tubsatha ‘alaikum dun-yaa kamaa busithat ‘ala man
kaana qablakum fatanaa fasuuhaa kamaa tanaafasuhaa watuhlikukum kamaa
ahlakat-hum”. Maka demi Allah bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan dari
kalian. Akan tetapi aku khawatir apabila dunia telah dibentangkan bagi kalian,
sebagaimana telah dibentangkan kepada umat-umat sebelum kalian. Mereka
berlomba-lomba sebagaimana kalian juga berlomba-lomba mengejarnya, yang
menyebabkan kalian binasa sebagaimana mereka binasa. (H.R
Imam at Tirmidzi dengan sanad hasan).
Hendaklah kita bersabar dengan ketetapan Allah berupa
kenikmatan yaitu sabar yang diikuti rasa syukur.
2.
Ketetapan Allah berupa cobaan, musibah
atau sesuatu yang tidak dikehendaki. Ini adalah sunatullah yang akan selalu ada pada kehidupan seorang hamba
dan membutuhkan kesabaran untuk menerimanya.
Sungguh musibah dan cobaan yang menimpa manusia adalah
ketetapan Allah yang tidak bisa ditolak. Bersabar dan terimalah ketetapan ini
dengan hati lapang agar derita musibah
tidak bertambah berat.
Allah Ta’ala dalam banyak ayat al Qur’an telah mengingatkan
kita tentang ujian dan cobaan yang pasti akan menimpa setiap manusia.
Allah Ta’ala berfirman : “… Liyabluakum ayyukum
ahsanu ‘amalaa …Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang
lebih baik amalnya… (Q.S al Mulk 2).
Oleh karena itu teruslah menjaga kesabaran dengan apa
apa yang telah Allah tetapkan bagi kita.
Ketahuilah bahwa semua ketetapan Allah
bagi diri kita itulah yang terbaik dan telah Allah pilihkan buat kita.
Bagaimana supaya bisa
bersabar.
Dari pengalaman banyak orang ternyata bersabar itu sulit.
Tapi ketahuilah bahwa sesuatu yang disebut sulit bukan berarti tidak bisa.
Diantara cara yang dapat dilakukan agar bisa bersabar adalah :
Pertama
: Menyadari bahwa jika suatu musibah mendatangi seseorang maka apakah
dia sabar menerima atau tidak, musibah itu sudah datang kepadanya dan itu
adalah ketetapan Allah Ta’ala. Dalam hal ini ada dua keadaan.
(1) Jika bersabar maka akan mendapat pahala yang tidak
terbatas. Sulaiman bin Qashim berkata : Setiap amalan
dapat diketahui ganjarannya kecuali kesabaran yang ganjarannya seperti air
mengalir. Kemudian beliau membacakan firman Allah Ta’ala : “Innama yuwaffash
shaabiruuna ajrahum bighairi hisaab” Sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabarlah yang disempurnakan pahala
mereka tanpa batas (Q.S az Zumar 10)
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Adapun kesabaran,
pahalanya berlipat ganda tidak terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa ganjarannya
sangat besar sekali hingga tak mungkin bagi seorang insan untuk membayangkan
pahalanya karena tidak bisa dihitung dengan bilangan. Bahkan juga,
pahala sabar termasuk pahala yang maklum diisi Allah tanpa bisa dibatasi. Tidak
pula dapat disamakan dengan mengatakan satu kebaikan dilipat gandakan sepuluh
kali sampai tujuh ratus kali lipat. Kesabaran itu
pahalanya tanpa batas. (Syarah Riyadush Shalihin)
(2) Jika tidak bersabar maka berarti tidak suka pada apa yang
telah Allah takdirkan atau dengan kata lain dia menolak takdir.
Ujung-ujungnya adalah dosa. Sebab manusia harus menerima apapun yang telah
Allah takdirkan baginya.
Allah berfirman : “Setiap
bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah
tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh yang
demikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang
luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.
(Q.S al Hadiid 22-23).
Kedua : Jika seseorang mendapat musibah
atau ujian maka sadarilah bahwa bukan dirinya saja yang pernah mendapat
musibah. Semua orang akan di uji dan itu sudah pasti. Allah berfirman : “Ahasibanaasu aiyutrakuu aiyaquuluu
amannaa wahum laa yuftanuun”. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
dibiarkan saja mengatakan ; Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi.
(Q.S al Ankabut 2).
Ketiga : Yakin bahwa Allah telah
menyediakan jalan keluar dari setiap kesulitan dan musibah. “Allah berfirman : “Fa inna ma’al ‘usri
yusraa. Inna ma’al ‘usri yusraa” Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada (Q.S al Insyiraah
5-6).
Tentang ayat ini, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin
berkata : (Disamping kemudahan yang konkrit). Dan ada pula kemudahan maknawi.
Yakni pertolongan Allah kepada seseorang untuk bersabar, itu juga termasuk
kemudahan. Apabila Allah menolongmu untuk bisa bersabar, maka menjadi ringanlah
bagimu urusan urusan yang sulit. Jadi kemudahan bukan hanya terangkatnya
kesusahan secara keseluruhan saja, namun termasuk kemudahan adalah terangkatnya
musibah dan kesulitan. Dan ini merupakan kemudahan yang bersifat nyata.
Keempat : Yakin bahwa kita milik Allah dan
akan kembali kepada-Nya. Oleh karena itu bersabarlah jika mendapat musibah dan
berdoalah agar diberi pahala dengan musibah itu dan mohonlah kepada-Nya agar
ganti yang lebih baik. Renungkanlah bagaimana ketegaran Ummu Sulaim dan
suaminya Abu Thalhah pada saat anaknya meninggal. Kesabarannya telah
mendatangkan nikmat yang besar setelah mendapat musibah itu. Dimana kemudian Allah Ta’ala mengganti anak yang meninggal itu dengan anak
anak yang shalih. Sufyan berkata, salah seorang Anshar berkata : Aku
menyaksikan sembilan anaknya, semuanya telah hafal al Qur-an.
Kelima : Ingatlah pesan Imam Ibnul Qayim.
Beliau berkata : Meringankan derita suatu cobaan (agar bisa bersabar) dapat
dilakukan diantaranya dengan menghitung hitung nikmat dan pertolongan yang
telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada dirinya. Jika dia tidak mampu
menghitungnya, niscaya derita yang dialaminya pun akan terasa ringan. Dia akan
mengerti bahwa cobaan yang sedang dialaminya jika dibandingkan dengan nikmat
dan pertolongan Allah kepadanya, maka musibah itu tidak lebih dari setetes air
hujan.
Semoga ini bermanfaat bagi kita semua. Wallahu A’lam. (385)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar