DOSA MEMBAWA SENGSARA
Oleh : Azwir B. Chaniago
Kesengsaraan dan kesulitan ataupun musibah yang dialami manusia
adalah bawaan dari dosa dan maksiat yang dilakukannya. Kenapa begitu, karena
memang antara dosa dan kesengsaraan memiliki kaitan yang amat kuat. Sungguh
Allah telah mengabarkan hal ini kepada manusia melalui firman-Nya. : “Wa maa ashaabakum min mushibatin fa bimaa
kasabat aidiikum wa ya’fuu ‘an katsiir” Dan musibah apapun yang menimpamu
maka itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. (Q.S asy Syuraa 30)
Syaikh as Sa’di berkata : Allah mengabarkan bahwa apa pun musibah
yang menimpa hamba hamba-Nya, pada diri mereka, pada harta atau pun anak anak
mereka dan pada apa saja yang mereka cintai lagi mereka sayangi adalah akibat
dosa dosa yang mereka lakukan sendiri. Dan sesungguhnya yang dimaafkan oleh
Allah lebih banyak dari itu. Sebab sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim
terhadap hamba hamba-Nya, akan tetapi diri merekalah yang menzhalimi diri
mereka sendiri (dengan berbuat dosa). Lihat Tafsir Karimir Rahman.
Para ulama menjelaskan bahwa kasabat aidiikum,
perbuatan tanganmu dalam ayat ini maknanya adalah dosa dosa kalian.
Ketahuilah bahwa umat
terdahulu seperti kaum Nabi Nuh yang durhaka diadzab dengan musibah berupa
banjir besar. Sungguh banjir itu datang bukan karena mereka membuang sampah
sembarangan atau karena pengrusakan lingkungan, pembalakan liar dan
penggundulan hutan tetapi mereka diadzab karena dosa dosa mereka terutama
kesyirikan dan menolak ajaran Nabi Nuh.
Imam Ibnul Jauzi dalam Kitab Shifatus Shafwah menukil sebuah
peristiwa yang pernah menimpa Muhammad bin Sirin (wafat tahun 110). Beliau adalah
seorang ulama dari kalangan Tabi’in.
Suatu ketika Muhammad bin Sirin meminjam uang untuk suatu
usaha tapi ternyata usaha itu merugi dan beliau menanggung hutang yang banyak
bahkan sampai sampai beliau dipenjara akibat belum mampu membayar hutang.
Muhammad bin Sirin berkata : Sungguh, aku benar benar
mengetahui (perbuatan) dosaku yang menyebabkan aku dililit hutang ini (yaitu)
empat puluh tahun yang lalu aku pernah berkata kepada seorang laki laki (dengan
sebutan) : Wahai orang yang bangkrut.
Sungguh begitu mulianya sifat Muhammad Ibnu Sirin. Sangatlah
tinggi pengagungan serta adabnya terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Musibah
yang menimpanya tidaklah membuat dia buruk sangka kepada Rabbnya. Dia
menisbatkan keburukan yang terjadi kepada dirinya sendiri.
Ketika mengetahui sikap Ibnu Sirin yang begitu mulia, maka
Imam Abu Sulaiman ad Darani berkata : Memang dosa dosa mereka sangatlah sedikit
sehingga mereka mengetahui dari (arah) mana mereka didatangi (musibah).
Sedangkan dosaku dan dosa kalian
banyak sehingga kita tidak mengetahui
dari (arah) mana kita didatangi (musibah).
Jadi salah satu sikap yang mulia seorang mukmin jika
menghadapi musibah adalah senantiasa menisbatkan kesalahan kepada dirinya. Dia
akan selalu berbaik sangka kepada Allah Ta’ala. Tentang hal ini disebutkan
dalam sabda Rasulullah : … Kebaikan itu
semua ada di tangan-Mu (ya Allah) dan keburukan itu tidaklah ada pada-Mu”
(H.R Imam Muslim).
Umar bin Khaththab pernah berucap dalam doanya : Ya Allah, sesungguhnya tidak akan terjadi
suatu musibah kecuali dengan (sebab) perbuatan dosa, dan tidak akan hilang
musibah tersebut kecuali dengan taubat (yang sebenar benarnya) Lihat ad Da’ wa
ad Dawa’, Ibnul Qayyim.
Wallahu A’lam. (389).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar