ADAKAH WAKTU UTAMA UNTUK ZIARAH KUBUR ??
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Dalam Islam, ziarah kubur
disyariatkan meskipun hukumnya tidak wajib. Rasulullah salallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “Tahaitukum ‘an
ziyaaratil qubuuri fa zuruuhaa fa inna fii ziyaaratihaa tadzkirah”. Aku
pernah melarang kalian dari ziarah kubur, maka sekarang ziarahlah, karena dalam
ziarah kubur ada nasehat. (H.R Abu Dawud).
Sesuatu yang disyariatkan apakah
itu berupa perintah atau anjuran maupun larangan tentulah memiliki manfaat bagi
kita. Sebagaimana ziarah kubur yang disyariatkan jelas mempunyai beberapa
manfaat, diantaranya (1) Mengambil manfaat untuk mengingat kematian (2)
Mendoakan diri sendiri dan mendoakan penghuni kubur.
Kedua manfaat ini tergambar pada
doa ziarah kubur. Rasulullah mengajarkan
beberapa doa bagi umatnya yang melakukan ziarah kubur diantaranya : “Assalaamu ‘ala ahlid diyaari minal
mu’miniina wal muslimiina, wa innaa in syaa-Allahu lalaahiquuna ansya-alullaha
lanaa wa lakum al’aafiyah”. Mudahan mudahan keselamatan atas penduduk
negeri ini dari kalangan orang orang yang beriman dan orang orang Islam dan
sesungguhnya kami akan menyusul. Mudah mudahan Allah memberikan keselamatan
untuk kami dan untuk kalian. (H.R Imam Muslim)
Lalu ada yang menanyakan : Adakah waktu yang afdhal untuk ziarah kubur.
?. Ketahuilah saudaraku bahwa
tidak ada dalil yang menunjukkan keutamaan hari hari tertentu atau
moment tertentu untuk berziarah kubur karena hadits yang menjelaskan tentang
ziarah kubur adalah bersifat umum. Rasulullah tidak pernah menetapkan kapan
harus berziarah kubur. Rasulullah, para sahabat, para ulama salaf dan orang
shalih yang mumpuni ilmunya, tidak ada
yang melazimkan diri mereka untuk ziarah kubur pada hari hari tertentu, moment tertentu ataupun pada event event
khusus.
Kalau kita lihat dimasyarakat kita
memang ada sebagian yang melazimkan ziarah kubur pada moment atau event
tertentu. Bahkan ada pula yang melakukan ziarah kubur pada hari tertentu
seperti hari Jum’at.
Ziarah kubur pada hari Jum’at
terutama ke kubur orang tua (bapak dan ibu) atau salah satu keluarganya, oleh sebagian orang dianggap memiliki nilai
tersendiri. Diantara dalil yang dijadikan sandaran adalah hadits :
Pertama : “Man zaara qabra waalidaihi au ahadihimaa yaumal jumu’ati
faqara-a yaasin ghufiralahu”. Barangsiapa yang berziarah ke kuburan ke dua
orang tuanya atau salah satu dari keduanya pada hari Jum’at, lalu ia membaca
surat Yasin maka (dosa dosanya) akan diampuni.
Kedua : “Man zaara qabra waalidaihi fii kulli jumuatin au
ahadihima faqara-a ‘indahumaa au ‘indahu, yasin, ghufira lahu bi’adadi dzalika
ayatan au harfan” Barangsiapa yang
menziarahi kuburan kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya pada setiap
hari Jum’at, lalu ia membaca surat Yasin di sisi (kuburan) keduanya atau salah
satunya, niscaya (dosa dosanya) diampuni sebanyak bilangan ayat atau huruf
(yang dibacanya, pen.)
Kedua hadits tersebut dihukumi
maudhu’ atau palsu. Dalam sanadnya terdapat seorang perawi bernama ‘Amr bin
Ziyaad. Dia seorang perawi yang pembohong dan pemalsu hadits.
Imam Abu Ahmad ibnu ‘Adi dalam
Kitabnya al Kamil fi Dhu’afaa ar Rijal berkata : Hadits dengan sanad ini
derajatnya bathil, tidak ada asal usulnya. Dan ‘Amr bin Ziyaad meriwayatkan
beberapa hadits selain hadits ini. Di antaranya ada hadits yang ia curi dari
para perawi terpercaya dan ada pula hadits hadits palsu. Dialah orang yang
tertuduh memalsukannya.
Imam Daaraqutni berkata : Dia (‘Amr
bin Ziyaad) memalsukan hadits (Mizan al I’tidal, adz Dzahabi).
Imam Ibnu Zur’ah ar Raazi, seorang
ahli hadits, berkata : Dia (‘Amr bin Ziyaad) seorang pembohong. (Adh
Dhu’afaa)
Oleh karena itu tidaklah kedua
hadits ini bisa dijadikan sandaran untuk melakukan ziarah kubur pada hari hari
tertentu, seperti hari Jum’at, misalnya. Memang ada pula hadits hadits lain
yang semakna dengan hadits ini, tetapi oleh para ahli hadits dihukumi dha’if
jiddan, lemah sekali. Bahkan bisa juga
dihukumi maudhu’ atau palsu.
Wallahu A’lam. (407)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar