HADITS PALSU TENTANG BELAJAR ILMU KE NEGERI CINA
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Pada beberapa majlis ilmu atau
tausiah, ada diantara guru kita yang
membawakan kalimat : “Uthlubul ‘ilma
walau bishshiin” Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri Cina. Kalimat ini dikatakan
sebagai hadits bahkan sangat masyhur.
Yang membawakan kalimat ini dan
menyebutkannya sebagai hadits, mungkin
tujuannya baik yaitu untuk mendorong manusia belajar ilmu. Kita berbaik sangka
bahwa mungkin ustadz atau guru kita tersebut belum sempat memeriksa kedudukan
kalimat ini apakah memang hadits atau bukan. Kalaupun dikatakan sebagai hadits
bagaimana kedudukannya. Apakah shahih, hasan,lemah, lemah sekali, palsu atau
tidak asal usulnya.
Kalau kita mau melakukan upaya mencari
tahu mengenai kalimat yang dikatakan hadits ini, maka insya Allah, kita akan
mengetahui kedudukannya, yaitu sangatlah banyak ahli hadits yang mengatakan
bahwa hadits ini sagat lemah bahkan ada yang menyebutnya sebagai palsu dan
bathil.
Adapun penjelasan tentang kedudukan
kedudukan kalimat yang disebut sebagai hadits ini bisa dilihat dari dua sisi :
Pertama : Dari sisi sanad atau perawi yang meriwayatkan.
Didalamnya ada perawi yang bernama
Abu Atikah Tharif bin Sulaiman, yang oleh para ahli hadits disepakati kelemahannya bahkan sebagian ahli hadits
mensifati perawi ini sebagai pemalsu
hadits. Diantaranya adalah : (1) Imam Bukhari dan Abu Hatim ar Raazi
mengatakan bahwa riwayatnya sangat lemah.(2) Imam Sulaimani mengatakan bahwa
perawi ini dikenal sebagai pemalsu hadits. (3) Ibnu Hibban berkata, haditsnya
sangat mungkar karena kelemahannya fatal. (4) Syaikh al Albani mengatakan
hadits ini palsu dan bathil.
Kedua : Dari sisi makna.
Seorang muslim mengetahui bahwa
negeri Cina bukanlah dikenal sebagai negeri Islam dan tidaklah dapat menuntut
ilmu agama disitu. Kalaupun ada ilmu disana tentu hanya ilmu ilmu dunia yang
tidaklah mungkin kita diperintahkan untuk belajar ke sana dengan bersusah payah
menempuh perjalanan yang jauh.
Kita memang diperintahkan bahkan
diwajibkan untuk belajar ilmu sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah : “Thalabul ‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslim” Belajar ilmu adalah wajib bagi
setiap Muslim (H.R Imam Ahmad dan Ibnu Majah).
Syaikh Utsaimin berkata : Pada
asalnya ilmu yang diperintahkan untuk dipelajari dalam Islam dan ditekankan
kewajibannya adalah ilmu agama yaitu
ilmu tentang petunjuk Allah dan petunjuk Rasul-Nya, untuk memperbaiki iman dan
ibadah kepada Allah. Inilah ilmu yang dipuji dan diperintahkan dalam Islam.
(Kitab al ‘Ilmu).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata :
Ilmu syar’i adalah ilmu yang paling utama untuk dipelajari dan diraih dengan
sungguh sungguh yaitu ilmu yang terkandung dalam al Qur-an dan as Sunnah.
(Kitab al ‘Ilmu wa Akhlaquhu).
Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan
dinar atau dirham, tapi yang mereka wariskan hanyalah ilmu agama, maka
barangsiapa mengambil (warisan tersebut)
berarti sungguh dia telah mengambil bagian yang sempurna.” (H.R at
Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Rasulullah bersabda : “Man yuridillahu khairan yufaqqih-hu
fiddiin” Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan
menjadikannya paham tentang agama (Islam) H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Dari kedua hadits ini diketahui
bahwa ilmu yang diperintahkan untuk dipelajari adalah ilmu agama yang bersumber
dari wahyu dan diturunkan melalui Rasulullah. Untuk menuntut ilmu agama memang
sangat ditekankan bahkan jika diperlukan dengan melakukan rihlah atau perjalanan
yang jauh untuk mendapatkannya.
Adapun ilmu ilmu dunia maka
kedudukan dan hukumnya mengikuti apa yang dijelaskan dalam ilmu agama. Ilmu
ilmu tersebut dianjurkan atau bahkan dalam keadaan tertentu diperintahkan untuk
dipelajari jika memang ada manfaatnya bagi
kaum muslimin.
Oleh karena itu, sangatlah dianjurkan kepada hamba hamba Allah
untuk berhati hati dalam mengabarkan suatu hadits sebelum mencari tahu
kejelasan dan kedudukannya. Takutlah kepada Allah, untuk mengatakan sesuatu
yang kita tidak mengetahui ilmunya.
Allah berfirman : Wa laa taqfu maa laisa laka bihii ‘ilmun,
innas sam’a wal bashara wal fu-aada kullu ulaaika kaana ‘anhu mas’uulaa”. Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang
tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu
akan diminta pertanggung jawabannya (Q.S al Israa’ 36).
Wallahu A’lam. (390).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar