KEWAJIBAN BERBUAT BAIK KEPADA SESAMA
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah :
Berbuat kebaikan kepada sesama pada hakikatnya adalah salah
satu kebutuhan manusia. Betapa sulitnya kehidupan ini jika kita sesama manusia tidak saling berbuat baik. Betapa kacaunya
kehidupan bermasyarakat kalau manusia selalu berbuat keburukan dan kezhaliman
terhadap sesamanya.
Apalagi dizaman modern ini, tidak ada manusia yang bisa hidup
layak tanpa saling berbuat baik ataupun bekerjasama dengan orang lain. Sungguh
kita tidak akan mampu memenuhi semua yang kita butuhkan dalam hidup ini. Oleh
karena itu maka Allah telah memerintahkan kita untuk senantiasa berbuat baik
atau melakukan kebaikan terhadap sesama.
Perintah berbuat kebaikan.
Diantara kasih sayang Allah kepada hambaNya adalah perintah
untuk selalu berbuat kebaikan, karena kebaikan itu akan kembali kepada dirinya.
Ini adalah untuk kemashlahatan manusia
agar bisa selamat dalam menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat.
Dalam surat an Nahal
90 Allah telah menyuruh manusia untuk berbuat kebaikan dan sekali gus melarang
manusia untuk berbuat keji dan mungkar. “Innallaha ya’muru bil a’dli wal
ihsaan, wa-itaa- idzil qurba wa yanhaa ‘anil fahsyaa-i wal munkari wal baghyi. Ya’izhukum la’alakum
tadzakkaruun” Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang perbuatan
keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran.
Sungguh Allah telah sangat banyak berbuat baik kepada hamba hamba-Nya dan Allah
memerintahkannya untuk berbuat baik pula. Allah berfirman : “Wa ahsin kamaa
ahsanallahu ilaika” Berbuat baiklah
(kepada manusia) sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu. (Q.S al
Qashash 77).
Manfaat berbuat kebaikan.
Setiap kebaikan yang dilakukan seseorang pastilah kebaikan
itu akan kembali kepadanya. Jika
seseorang suka menolong pasti akan ditolong, jika seseorang suka memaafkan
pasti akan dimaafkan. Jika seseorang suka memudahkan urusan orang lain maka
pada suatu waktu dia mendapat kesulitan pasti akan ada saja yang menolongnya,
insya Allah. Begitupun sebaliknya. Ini
sunatullah. Allah berfirman : “In ahsantum ahsantum li anfusikum, wa in
asa’tum falahaa” Jika kamu berbuat baik (berarti kamu berbuat baik bagi
dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat buruk , maka (keburukan) itu bagi dirimu
sendiri.
Allah berfirman : “Hal jazaa-ul ihsan illal ihsaan” Tidak
ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) Q.S ar Rahmaan 60.
Jadi, sangatlah dianjurkan untuk senantiasa berbuat kebaikan.
Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalllam mengingatkan kita untuk tidak berbuat
keburukan kepada orang lain. Beliau bersabda : “Al muslimu man salimal
muslimuuna min lisaanihi wa yadih”. Orang Islam itu ialah orang yang
selamat orang Islam lainnya dari gangguan lidah dan tangannya (H.R Imam Ahmad,
dari Abu Hurairah)
Tingkatan dalam berbuat baik
Pertama : Tidak mengganggu dan tidak menyusahkan orang lain. Inilah fase awal dalam
berbuat baik. Andaikata seseorang belum mampu berbuat kebaikan maka paling
tidak janganlah mengganggu atau menyusahkan orang lain. Tidak mengganggu atau
tidak menyusahkan orng lain juga sudah termasuk sebagai kebaikan
Kedua : Melakukan yang bermanfaat bagi orang lain. Ini fase kedua dalam
berbuat kebaikan. Seorang hamba hendaknya memberi manfaat bagi orang lain.
Sekecil apapun akan ada nilainya disisi Allah. Diantaranya memberi salam dengan
senyum kepada sesama muslim.
Ketiga : Berbuat yang lebih baik kepada orang yang telah berbuat baik. Ini fase
ketiga dalam berbuat kebaikan. Allah berfirman : “Wa idzaa huiyiitum bi
tahiyyatin fahaiyuu biahsana minhaa au rudduuhaa. Innnallaha kaana ‘alaa kulli
syai-in hasiibaa” Dan apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya
Allah memperhitungkan segala sesuatu (Q.S an Nisa’ 86).
Keempat : Membalas perbuatan buruk dengan kebaikan. Inilah tingkat paling tinggi
dalam berbuat kebaikan. Tabiat manusia adalah selalu ingin membalas keburukan
yang diterimanya, bahkan ada yang ingin membalas dengan keburukan yang lebih
besar. Islam membolehkan membalas keburukan dengan keburukan yang setimpal.
Tapi berbuat baik yaitu dengan tidak membalas atau bersabar bahkan kalau
membalas adalah dengan kebaikan maka itu lebih utama.
Ingatlah akan firman Allah : “Wain ‘aaqabtum fa’aqibuu
bimitsli maa ‘uuqibtum bihii, wala-in shabartum lahum khairul lish shaabiriin” Dan
jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya
itulah yang lebih baik bagi orang orang yang bersabar (Q.S al Hajj 60).
Sikap dalam berbuat baik.
Seseorang yang melakukan kebaikan haruslah semata mata karena
Allah. Hanya karena mengharapkan pahala
dan balasan dari-Nya. Misalnya dalam hal berinfak, maka haruslah dilakukan
semata mata karena Allah sehingga bernilai disisi-Nya. Allah berfirman : “Illabtighaa-a
wajhi rabbihil a’laa.” Tetapi (ia memberi itu semata mata)
karena mencari keridhaan Rabbnya yang Mahatinggi (Q.S al Lail 20). Jangan mengharap
balasan dari manusia. Sebuah ungkapan menyebutkan bahwa jika engkau
telah berbuat kebaikan buanglah kelaut. Maksudnya tidak perlu disebut sebut,
jangan diungkit ungkit. Lupakan saja. Insya Allah kebaikan itu akan tetap ada
pada catatan amal kita sampai hari Kiamat.
Jika seseorang berharap
balasan dari manusia ujung-ujungnya adalah kekecewaan karena kemampuan manusia
untuk membalas kebaikan sangatlah terbatas. Ketahuilah bahwa manusia itu
sedikit sekali yang mau berterima kasih. Jangankan berterima kasih kepada sesama
manusia, berterima kasih (baca : bersyukur) kepada
Allah juga masih banyak manusia yang
tidak melakukannya. Allah berfirman : “Wa qalilun min‘ibaadiayas syakuur.” Dan
sedikit sekali dari hamba hamba-Ku yang bersyukur (Q.S Saba’ 13).
Padahal Allah telah memberikan nikmat yang sangat banyak dan tidak terhitung jumlah dan
jenisnya. Allah berfirman : Wa aataakum min kulli maa sa-altumuuh Wain
ta’uddu ni’matallahi laa tuhsuha. Innal insaana lazhaluumun kaffar”. Dan
Dia telah memberikan kepadamu segala yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika
kamu menghitung nikmat Allah niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.
Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah) Q.S
Ibrahim 34.
Jadi janganlah berharap terima kasih atau balasan dari
manusia. Cukuplah dengan balasan dari Allah saja. Perhatikanlah firman Allah
dalam surat al Insaan ayat 8 dan 9, berikut ini : Wa yuth’imuunath tha’ama
‘ala hubbihii miskinan wa yatiiman wa asiiraa. Innama nuth’imukum li
wajhillahi, la nuriidu minkum jazaa-a walaa syukuuraa”. Dan memberikan
makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanya untuk mengharapkan keridhaan
Allah. Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima
kasih.
Kita bermohon kepada Allah agar diberi kemampuan dan kekuatan
untuk menjadi hamba-hambaNya yang bermanfaat bagi orang lain yaitu dengan
senantiasa berbuat baik kepada sesama.
Wallahu a’lam. (128)
OM. IZIN SHARE YA......
BalasHapusMantap..,,
BalasHapusSF Terima kasih sangat bermanfaat
BalasHapusISO 9001
Izin share dan semoga bermanfaat kak😀😁😊
BalasHapusSangat bermanfaat
BalasHapus