TENTANG PRASANGKA BURUK
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah.
Seorang hamba tidaklah bisa terbebas sama sekali dari
perasaan buruk sangka atau su’uzhan, kecuali orang orang yang mendapat lindungan
Allah dari hal ini. Jika pada suatu waktu timbul perasaan demikian maka seorang
hamba perlu menjaga diri dan berusaha menjauhinya agar tidak menimbulkan
mudharat bagi diri sendiri dan bagi orang lain.
Ketahuilah, berapa
banyak kemudharatan, persengketaan permusuhan bahkan peperangan yang telah terjadi sebagai akibat prasangka
buruk. Sering juga terjadi bahwa prasangka membuat seseorang merasa menyesal
berkepanjangan.
Makna prasangka
Al Imam Raghib Ashfani berkata: Azhzhan adalah sebuah nama untuk sesuatu yang
bersifat terkaan karena ada indikasi dan tanda-tandanya. Bila sangkaan ini kuat
maka akan membawa kepada ilmu. Jika sangat lemah maka tidaklah melebihi kecuali
disebut prasangka dan dugaan saja.
Al Imam Ibnu Manzhur
berkata. Azhzhan
maknanya adalah ragu-ragu dan yakin. Tapi yakin dalam zhan bukan keyakinan
yang pasti melainkan keyakinan yang dihasilkan dari berfikir. Keyakinan yang
pasti tidak dikatakan kecuali untuk ilmu (Lisanul Arab).
Larangan berprasangka buruk.
Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang orang orang yang beriman
untuk berprasangka karena termasuk sebagian dari dosa. Allah berfirman : Yaa aiyuhalladzina aamanuuj tanibuu
katsiiran minazh zhan, inna ba’dhazh zhanni itsmun. Wahai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan) karena sebagian prasangka
itu adalah dosa. (Q.S al Hujurat 12)
Berkenaan dengan ayat ini Imam Ibnu Katsir berkata : Allah melarang
para hamba-hambanya yang beriman, dari perbuatan curiga, prasangka dan dugaan, apakah
itu kepada keluarganya, kerabat atau manusia pada umumnya jika tidak pada
tempatnya. Sebab pada sebagian prasangka
dan curiga itu terdapat dosa, maka jauhilah perbuatan banyak curiga sebagai
pencegah dari dosa.
Selanjutnya, Imam Ibnu Katsir berkata : Seorang muslim
adalah orang yang selalu memberi udzur kepada orang lain sehingga batinnya
selamat. Sedangkan orang munafik adalah orang yang selalu
mencari-cari kesalahan dan aib orang lain karena bathinnya buruk.
Rasulullah bersabda: “Iyyakun wazh-zhan. Fainna zhanna
ahdzabul hadits” Waspadalah kalian terhadap prasangka karena
prasangka adalah sejelek-jelek perkataan (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Al Iman an Nawawi berkata: Maksud hadits ini adalah larangan dari berprasangka
buruk” (Syarah Shahih Muslim)
Al Hafizh Ibnu Hajar Ashqalani berkata: Hadits ini memberikan isyarat bahwa prasangka yang
terlarang adalah prasangka yang tidak bersandar kepada sesuatu apapun yang bisa dijadikan
pijakan menghukuminya.
Dengan demikian orang yang menghukumi sesuatu tanpa pijakan disebut pendusta.
Penyebutan “prasangka” lebih buruk hukumnya dari dusta yaitu sebagai celaan
yang sangat keras dan wajib dijauhi. (Fathul Bari, dengan diringkas).
Nasehat Ibnu
Qadamah.
Sangatlah banyak ulama dari
dahulu hingga sekarang yang memberikan nasehat agar seorang yang beriman
berusaha menjauhi prasangka. Diantaranya adalah al Imam Ibnu Qudamah.
Beliau berkata : Ketahuilah bahwa buah dari prasangka
buruk adalah mencari-cari kesalahan, sebab hatimu tidak akan merasa puas hanya
dengan berburuk sangka, tetapi ia akan mencari pembenarannya, sehingga dia
sibuk mencari-cari kesalahan. Ini dilarang karena bisa menjurus kepada
perbuatan membuka aib orang lain.
Jika seorang muslim nyata-nyata
membuat kesalahan, bukan
sekedar prasangka, maka
beri dia nasehat secara diam-diam tanpa diketahui orang lain. (Kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin).
Kita bermohon perlindungan kepada Allah dari berprasangka buruk kepada saudara saudara kita
sesama muslim.
Wallahu a’lam. (113)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar