KEUTAMAAN BELAJAR ILMU SYAR’I
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah
Sungguh belajar ilmu terutama
ilmu syar’i adalah salah satu amal shalih yang utama dan mulia disisi Allah.
Dikatakan sebagai amal shalih karena disyari’atkan. Sungguh, hukum asal belajar ilmu adalah
wajib. Ketahuilah bahwa sesuatu yang diwajibkan atau dianjurkan dalam syariat
Islam adalah amal shalih, bernilai
ibadah dan pastilah disitu ada banyak keutamaan bagi yang melakukannya.
Para ulama terdahulu mengatakan bahwa andaikata tidak
ada manfaat lain dari dari belajar ilmu maka manfaatnya sebagai ibadah saja sudah
mencukupi bagi seseorang yang terbiasa
belajar ilmu. Pada hal sungguh sangatlah banyak manfaat yang akan diperoleh
bagi seorang hamba yang memasang niat ikhlasnya dalam belajar ilmu.
Kebutuhan terhadap ilmu.
Ketahuilah, bahwa setiap saat kita butuh ilmu, karena ilmu
akan memudahkan seseorang untuk menjalani hidup ini sehingga selamat di dunia
dan di akhirat.
Imam Hasan al Bashri antara lain menjelaskan tentang kaitan surat
al Baqarah ayat 201 dengan ilmu dan amal.
Allah berfirman : “…Rabbanaa aatina fiddunya hasanah..” Wahai Rabb kami, berilah kami kebaikan di
dunia. Makna kebaikan di dunia adalah ilmu dan ibadah. Dan firman Allah “..Wa fil aakhirati
hasanah..” Dan (berikanlah kami) kebaikan di akhirat. Maknanya adalah Surga.
Imam Ibnul Qayyim berkata : Sesungguhnya kebaikan dunia yang
paling agung adalah ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Dan ini adalah
sebaik baik tafsir ayat di atas. (Lihat Kitab
al ‘Ilmi wa Fadhlihi)
Satu ungkapan yang cukup masyhur menyebutkan bahwa : “Untuk
mendapatkan dunia kita butuh ilmu, untuk mendapatkan akhirat kita butuh ilmu.
Dan untuk mendapatkan keduanya kita butuh ilmu. Ya memang demikianlah adanya.
Kita butuh ilmu untuk memahami aqidah yang benar. Kita
butuh ilmu untuk beribadah yang benar. Kita butuh ilmu untuk berakhlak
yang terpuji. Kita butuh ilmu agar bisa bermuamalah dengan baik. Bahkan beberapa
saat sebelum matipun kita masih butuh ilmu yaitu ilmu
tentang kalimat apa yang harus kita ucapkan pada saat yang kritis itu.
Imam Ahmad bin bin Hambal pernah berkata : Kebutuhan manusia
terhadap ilmu melebihi kebutuhannya terhadap makan dan minum. Untuk makan dan
minum manusia hanya butuh dua atau tiga kali saja sehari. Tapi kebutuhan
manusia terhadap ilmu adalah sebanyak tarikan nafasnya.
Ilmu syar’i paling penting
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, dalam Kitab beliau, Al ‘Ilm wa
Akhlaqu Ahliha, menjelaskan bahwa ilmu syar’i adalah :
Pertama : Ilmu yang paling utama diantara ilmu ilmu yang lain.
Kedua : Ilmu yang paling layak dan penting untuk dipelajari dan diraih dengan
sungguh sungguh.
Ketiga : Ilmu yang paling terang dan jelas.
Keempat : Ilmu yang dengannya hakikat Allah akan diketahui.
Kelima : Ilmu yang dengan pedomannya Allah akan disembah
Keenam :Ilmu yang dengannya akan diketahui segala yang dihalalkan dan diharamkan
Ketujuh : Ilmu yang dengannya diketahui hal hal yang diridhai dan dimurkai
Allah.
Kedelapan : Ilmu yang dengannya diketahui muara tempat kembali dan titik akhir dari
kehidupan ini.
Dalam kitab yang sama, Syaikh bin Baaz menjelaskan pula
kepada kita tentang makna ilmu syar’i, yaitu :
Pertama : Ilmu yang terkandung dalam al Qur an dan as Sunnah.
Kedua : Ilmu tentang Allah dan Sifat sifat-Nya.
Ketiga :Ilmu tentang hak Allah terhadap hambanya
Keempat : Ilmu tentang segala hal yang disyari’atkan Allah kepada hamba
hambaNya.
Kelima : Termasuk pula ilmu tentang jalan yang akan mengantarkan hamba kepada
ilmu itu beserta rinciannya.
Keutamaan belajar ilmu
Pertama : Bukti kepatuhan pada perintah Allah dan Rasul-Nya.
Seorang hamba yang sungguh sungguh mempelajari ilmu syar’i
merupakan suatu buki ketaatannya kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya karena
belajar ilmu adalah diwajibkan baginya. Rasulullah bersabda : “Thalibul ‘ilmi
faridhatun ‘ala kulli muslim”. Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim
(H.R Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah). Ini adalah salah satu dalil yang tegas
tentang wajibnya menuntut ilmu bagi seorang muslim baik laki laki maupun
perempuan.
Lalu bagaimana implementasi kewajiban tersebut. Imam al
Qurtubi menjelaskan :
• 1. Hukumnya fardhu ‘ain,
seperti menuntut ilmu tentang shalat, puasa, zakat dan lainnya. Inilah yang
dimaksud dalam hadits yang mengatakan bahwa menuntut ilmu itu (hukumnya) wajib.
• 2. Hukumnya fardhu kifaayah, seperti
menuntut ilmu tentang pembagian hak waris, pelaksanaa haad, tentang
perdamaian dan yang lainnya.
Selanjutnya Imam Qurtubi berkata : Ketahuilah, menuntut ilmu
adalah suatu kemuliaan yang besar dan menempati kedudukan yang tinggi yang
tidak sebanding dengan menjalankan amalan (sunnah) apapun. (Lihat Tafsir al
Qurtubi)
Kedua : Jalan mudah menuju surga.
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kasih sayangNya memberi
banyak jalan untuk mendapatkan surga. Misalnya haji mabrur, mati syahid dan
yang lainnya. Salah satu jalan yang disebut mudah menuju surga adalah dengan
thalibul ilmi.
Rasulullah bersabda : “Man salaka thariqan yaltamizu bihi
‘ilman salallahu bihi thariqan ilal jannah” Barang siapa yang menempuh suatu
jalan untuk mencari ilmu, Allah mudahkan jalannya menuju surga (H.R Imam
Muslim)
Imam Ibnu Rajab al Hambali menjelaskan bahwa menempuh suatu
jalan untuk menuntut ilmu memiliki dua makna : (1) Menempuh jalan dalam arti
sebenarnya yaitu melangkahkan kaki menuju majelis majelis ilmu. (2) Menempuh
jalan atau cara cara yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu,
seperti menghafal dan mengulangi pelajaran, membaca dan menelaah kitab kitab.
Juga termasuk cara cara lain yang
menghantarkan seorang hamba memperoleh ilmu syar’i. (Kitab Jami’ul Ulum wal Hikam)
Ketiga : Allah
meninggikan derajat orang berilmu.
Sungguh Allah akan meninggikan derajat orang orang berilmu.
Allah berfirman : “..Yarfa’illahul ladzi na aamanu minkum walladzina utul
‘ilma daraajat” Niscaya Allah akan meninggikan orang orang
beriman diantara kamu dan orang orang yang diberi ilmu beberapa derajat. (Q.S
al Mujadilah 11).
Imam Ibnul Qayyim menyampaikan sebuah kisah bahwa : Dahulu di
Makkah ada seorang anak muda yang lehernya cacat. Dia menjadi bahan ejekan dan
tertawaan bagi orang orang. Ibunya sangat sedih dan kemudian berkata : Wahai
anakku hendaklah engkau belajar ilmu, niscaya Allah akan mengangkat derajatmu.
Sejak itu ia belajar ilmu dengan sungguh dan akhirnya menjadi orang sangat
‘alim. Dengan ilmunya itu diangkat menjadi qadhi atau hakim di Makkah selama 20
tahun. Dia adalah qadhi yang sangat disegani.
Keempat : Dikecualikan dari laknat Allah.
Ternyata dunia ini
beserta isinya dilaknat. Diantara yang tidak
dilaknat adalah orang yang belajar ilmu atau orang yang mengajarkan
ilmu.
Rasulullah bersabda : “Alaa innad dun-ya mal’unah, mal’unun
wama fiha, illa dzikrullahi, wama walahu, wa’alimun au muta’allimun”.
Ketahuilah sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat apa yang ada di
dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah dan ketaatan kepadaNya, orang yang
berilmu dan orang yang mempelajari ilmu.
(H.R Imam Ibnu Majah).
Kelima : Peluang menjadi ahli waris Nabi.
Rasulullah bersabda : “Innal ‘ulamaa’ hum waratsatul
anbiyaa’. Lam yaritsuu diinaaran walaa dirhaaman, waratsul ‘ilma faman
akhadzahu akhadza bihazhin waafir.” Sesungguhnya orang yang berilmu itu pewaris
para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham,
yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barang siapa yang mengambil ilmu itu,
maka sungguh, ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak (H.R Imam at
Tirmidzi, Imam Ahmad dan yang lainnya) .
Secara umum diketahui bahwa yang menjadi waris adalah
seseorang yang mempunyai hubungan dekat yang mewariskan. Andaikata kita mampu
mendapatkan ilmu yang banyak dari Rasulullah berarti kita telah mendapatkan
warisan yang banyak. Insya Allah menjadikan kita adalah pewaris yang dekat
dengan Rasulullah.
Keenam : Kesempatan mendapat pahala jariah.
Seorang hamba yang banyak thalibul ilmi tentu akan semakin
‘alim dan akan semakin terbuka
kesempatan baginya untuk mengajarkan
ilmu kepada orang lain dengan berdakwah secara langsung ataupun
menggunakan media cetak, photo
copy, media elektronik bahkan dunia
maya. Inilah salah satu pintu pahala jariah yang akan mengalir kepadanya berupa
kebaikan semasa hidup maupun setelah wafatnya.
Rasulullah bersabda : “Idza maatal insaanu inqatha-a ‘amaluhu
illa min tsalatsin : shadaqatin jariatin, au ‘ilmin yuntafa’u bihi au waladin
shalihin yad’ulahu” Apabila manusia meninggal, maka terputuslah amalnya,
kecuali tiga perkara : sedekah jariah atau ilmu yang bermanfaat (yang dia
ajarkan) atau anak shalih yang mendoakannya (H.R Imam Muslim).
Itulah sebagian keutamaan dan belajar ilmu syar’i. Insya
Allah bermanfaat bagi kita semua. Allahu a’lam.(135)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar