Selasa, 31 Desember 2024

HADIS PALSU TENTANG PUASA 7 HARI PERTAMA BULAN RAJAB

 

HADIS PALSU TENTANG PUASA 7 HARI PERTAMA BULAN RAJAB

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Berpuasa sunnah adalah amal yang sangat dianjurkan dalam syariat Islam dan sangat banyak keutamaannya. Diantaranya disebutkan dalam sabda Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bahwa  AMALAN PUASA TAK ADA BANDINGANNYA, yaitu sebagaimana sabda beliau : 

عَنْ أَبِي اُمَامَةَ أنَّهُ سَأَلَ رَسُو الله سَلَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أيُّ العَمَلِ اَفْضَلُ قال عَلَيْكَ بِا لصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَا عِدْلَ لَهُ

Dari Abu Umamah, bahwa dia bertanya kepada Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam, apakah  amal yang paling utama. Beliau menjawab : Hendaklah engkau selalu berpuasa, SESUNGGUHNYA PUASA ITU TAK ADA BANDINGANNYA. (H.R an Nasa’i, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Dan juga dijelaskan dalam hadits hadits bahwa ibadah puasa adalah perisai atau pelindung dari api neraka. Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda : 

إِنَّمَا الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ

Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari siksa neraka (H.R Imam Ahmad).

Tetapi ketahuilah bahwa puasa sunnah yang akan mmeberikan manfaat kepada yang mengamalkannya adalah PUASA SUNNAH YANG DISYARIAT yaitu ada tuntunannya dari Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam. Sungguh Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam telah mengingatkan dalam sabda beliau :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْه ِأَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barang siapa  beramal yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalannya tertolak. (H.R Imam Muslim).

Nah, beberapa waktu  menjelang datang  bulan Rajab ada sebagian orang yang menganjurkan  baik lisan maupun tertulis di media sosial untuk berpuasa secara khusus pada TUJUH HARI PERTAMA BULAN RAJAB. Mereka bersandar antara lain kepada keterangan yang disebutkan sebagai hadits yaitu  :

Bulan Rajab adalah bulan yang agung. Allah akan melipatgandakan (nilai) kebaikan pada bulan itu.Barangsiapa yang berpuasa satu hari pada bulan Rajab maka seakan akan dia berpuasa selama setahun.Barangsiapa berpuasa tujuh hari pada bulan Rajab maka akan ditutup tujuh pintu api neraka Jahannam darinya…

Hadits ini ada di al Mu'jam al Kabir dan dikatakan oleh Syaikh al Albani sebagai hadits maudhu' atau palsu karena adanya Utsman bin Mathar dan Ibnu Hibban menyebutkan bahwa Utsman binMathar (biasa) meriwayatkan hadits hadits palsu.

Tentang kalimat yang disebut sebagai hadits ini maka Imam Ibnu Rajab al Hambali berkata : Bahwa hadits yang menunjukkan KEUTAMAAN BERPUASA SECARA KHUSUS DI BULAN RAJAB TIDAKLAH SHAHIH DARI Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam dan para sahabat beliau. (Latha'if al Ma'arif)..

Oleh karena itu hamba hamba Allah tidaklah patut untuk mengamalkannya karena puasa tujuh hari khusus di awal bulan Rajab disandarkan kepada hadits palsu.

Ketahuilah bahwa masih ada hari hari yang lain untuk berpuasa di bulan Rajab YANG MEMANG DISYARIATKAN antara lain adalah puasa Nabi Dawud, puasa Senin – Kamis dan puasa ayyamulbidh.

Wallahu A'lam. (3.455).  

 

 

 

 

Minggu, 29 Desember 2024

SEBAIK APAPUN SESEORANG UJIAN BERUPA MUSIBAH AKAN MENDATANGINYA

 

SEBAIK APAPUN SESEORANG UJIAN BERUPA MUSIBAH AKAN MENDATANGINYA

Disusun leh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, seseorang janganlah merasa bahwa ketika aqidahnya sudah lurus, ibadahnya sudah ikhlas dan ittiba', akhlaknya sudah mulia dan muamalahnya sudah baik maka ketika itu ujian berupa musibah tidak akan mendatanginya. Tidak, tidak demikian. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala berikut ini :

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, KAMI TELAH BERIMAN DAN MEREKA TIDAK DIUJI ?. Dan sungguh Kami telah menguji orang orang sebelum mereka maka Allah pasti mengetahui orang orang yang benar dan pasti mengetahui orang orang yang berdusta. (Q.S al Ankabut 2-3).

Ketahuilah bahwa ketika Allah Ta’ala menghendaki kebaikan bagi seorang hamba maka diberi ujian berupa musibah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

من يرد الله به خيرا يصب منه

Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan, Allah akan memberinya musibah. (H.R Imam Bukhari).

Dan juga  ujian berupa musibah  itu diantaranya untuk menggugurkan dosa. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ أَوْ الْمُؤْمِنَةِ فِي جَسَدِهِ وَفِي مَالِهِ وَفِي وَلَدِهِ حَتَّى يَلْقَى اللَّهَ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيئَةٍ

Senantiasa ujian itu menerpa mukmin atau mukminah pada jasadnya, harta dan anaknya sampai ia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa. (H.R Imam Ahmad dan at Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Ingatlah bahwa sungguh, ujian atau cobaan yang didatangkan kepada  para Nabi dan Rasul jauh lebih berat daripada yang selainnya. Ini adalah sebagaimana dijelaskan Rasulullah Salallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabda beliau :

 

عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: «الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ البَلَاءُ بِالعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

Dari Mus’ab dari Sa’ad dari bapaknya, aku berkata: Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya ?. Kata beliau: Para Nabi, kemudian yang semisal mereka dan yang semisal mereka. Dan seseorang diuji sesuai dengan kadar dien (keimanannya).

Apabila diennya kokoh, maka berat pula ujian yang dirasakannya; kalau diennya lemah, dia diuji sesuai dengan kadar diennya. Dan seseorang akan senantiasa ditimpa ujian demi ujian hingga dia dilepaskan berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak mempunyai dosa. (H.R at Tirmidzi no.2398, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Oleh karena itu hamba Allah tetaplah menjaga ketaatan kepada Allah Ta'ala. Ujian berupa musibah adalah suatu keniscayaan kapan saja Allah Ta'ala berkehendak. Semuanya harus diterima dengan sabar dan dengan memohon kepada Allah Ta'ala agar diberikan yang terbaik di dunia dan di akhirat kelak. 

Wallahu A'lam. (3.454)

Jumat, 27 Desember 2024

MANFAATKAN WAKTU DAN SISA UMUR SEBELUM DIWAFATKAN

 

MANFAATKAN WAKTU DAN SISA UMUR SEBELUM DIWAFATKAN

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Diriwayatkan oleh  Imam Bukhari dan juga yang selainnya bahwa Abdullah bin Umar memberi nasehat :

وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu.

Inti pokok  atsar diatas memberi pelajaran yang sangat berharga bagi kita terutama tentang kewajiban MENGGUNAKAN SISA UMUR  di dunia ini untuk bersiap bekal menuju negeri akhirat.

Sungguh, bahwa hakikat waktu ada tiga. Al Khalid bin Muhammad (wafat tahun 160 H) berkata  bahwa waktu itu ada tiga bagian : (1) Waktu yang telah berlalu darimu dan tidak akan kembali. (2) Waktu yang sedang kau jalani dan lihatlah bagaimana dia berlalu darimu. (3) Waktu yang engkau tunggu, bisa jadi engkau tidak akan mendapatinya. (Thabaqaat al Hanaabilah).

Oleh karena itu hamba hamba Allah hendaklah terus menerus MENGGUNAKAN WAKTUNYA dalam sisa umurnya  untuk hal hal yang bermanfaat terutama dan paling utama untuk akhirat. Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

Paling baiknya Islam seseorang (ialah) meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya. (H.R Ibnu Majah, dalam Shahihul Jami’).

Oleh sebab itu hamba hamba Allah mestilah memanfaatkan waktu dalam sisa umurnya untuk senantiasa memperbanyak ibadah dengan ikhlas dan sesuai dengan yang disyariatkan. Perbanyak shalat, puasa, berdzikir, membaca al Qur an, hadir di majlis ilmu, membaca kitab kitab yang bermanfaat seperti kitab Tafsir dan Kitab hadits beserta syarahnya dan yang lainnya seperti kajian di media sosial.

Sebagai penutup tulisan ini dinukil satu kisah tentang yang telah berumur 60 tahun diberi nasehat oleh Fudhail bin Iyadh.  Imam Ibnul Rajab al Hambali, dalam Jami’ul Ulum wal Hikam menceritakan bahwa pada suatu kali Fudhail bin Iyadh pernah bertanya kepada seorang laki laki : 

Berapa usiamu ? Orang itu menjawab : 60 tahunLalu Fudhail berkata : Berarti selama 60 tahun engkau telah berjalan menuju Rabb-mu dan saat ini engkau hampir sampai kepada-Nya.

Maka laki laki itu berkata : Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun (sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali).

Kemudian Fudhail bertanya kepadanya : Tahukah engkau tafsir dari apa yang engkau ucapkan itu ?. Laki laki itu berkata : Tafsirkanlah ucapan itu untukku, wahai Abu Ali (kun-yah Fudhail). Fudhail bin Iyadh berkata : 

Pertama : Barangsiapa yang mengetahui bahwa ia adalah hamba Allah dan akan kembali kepada-Nya  maka hendaklah ia mengetahui bahwa kelak ia akan disuruh berdiri dihadapan Rabb-nya. 

Kedua : Barangsiapa yang mengetahui bahwa ia akan disuruh berdiri dihadapan  Rabb-nya maka hendaklah dia mengetahui bahwa dia pasti akan ditanya.

Ketiga : Barangsiapa yang mengetahui bahwa ia akan ditanya maka hendaklah ia mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan itu.

Selanjutnya laki laki itu berkata : Lalu bagaimana jalan keluarnya ? Jalan keluarnya mudah kata Fudhail. Orang itu bertanya lagi : Apakah itu wahai Abu Ali ?

Fudhail bin Iyadh menjawab : Hendaklah engkau BERBUAT KEBAIKAN DI SISA UMURMU. Niscaya Allah akan mengampuni (dosa) apa yang telah lalu atas dirimu. Sesungguhnya jika engkau tetap berbuat keburukan pada sisa umurmu niscaya engkau akan dihisab atas semua perbuatan (buruk) mu yang telah lalu dan yang akan datang.

Wallahu A'lam. (3.453)

 

 

 

 

 

 

  

 

Kamis, 26 Desember 2024

BERDUSTA ATAS NAMA RASULULLAH HUKUMANNYA BERAT

 

BERDUSTA ATAS NAMA RASULULLAH HUKUMANNYA BERAT

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Ketahuilah berdusta atas nama beliau adalah sangat berat hukumannya sebagaimana sabda beliau, dari Mughirah, ia mendengar bahwa  Rasulullah shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda : 

إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka. (H.R Imam Bukhari  dan Imam Muslim).

Dan juga  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengigatkan sebagaimana sabda beliau : 

فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ  بنيَ لَهُ بَيْتٌ فِي جَهَنَّمَ

Barangsiapa berdusta atas namaku, maka akan dibangunkan baginya rumah di (neraka) Jahannam. (H.R ath  Thabrani, Mu’jam al Kabir)

Juga dalam satu hadits Rasulullah  Shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan :

لَا تَكْذِبُوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَلِجِ النَّارَ

Janganlah kamu berdusta atasku, karena sesungguhnya barangsiapa berdusta atasku, maka silahkan dia masuk ke neraka. (H.R Imam Bukhari  dan Imam Muslim).

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata tentang orang yang berdusta atas nama Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam, misalnya :

(1) Dengan mengatakan bahwa Rasulullah telah bersabda begini. Padahal beliau tidak pernah mengatakannya. Orang tersebut hanya ingin berdusta mengatas namakan Rasulullah. 

(2) Demikian juga hal nya jika menjelaskan makna hadits Rasulullah menggunakan sesuatu penjelasan  yang tidak sesuai dengan maknanya. Maka berarti dia telah berdusta atas nama Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam. (Syarah al Kaba-ir).

Ketahuilah bahwa Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam telah mengingatkan tentang salah satu bentuk berdusta atas nama beliau, Beliau bersabda :

مَنْ حَدَّثَ عَنِّى بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ

Barangsiapa menceritakan sebuah hadits dariku, dia mengetahui bahwa hadits itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari para pendusta. (H.R Imam  Muslim).

Tetapi ternyata di negeri kita ketika ada event tertentu maka muncul juga hadits hadits lemah dan palsu baik di mimbar beberapa kajian ataupun di media sosial. Diantara contohnya :

(1) Ketika akan ada hari raya qurban atau hari Raya Idul Adha diantaranya muncul hadits ini :

"Jadikanlah binatang kurban kalian itu besar, karena dia akan menjadi tunggangan kalian saat melewati shirathal mustaqim".

Hadits ini tidak ada asal usulnya, dengan lafaz sepeti ini. Kemudian ad Dailami meriwayatkan dengan lafaz : “Sembelihlah binatang kurban yang kuat dan gemuk karena dia akan menjadi tunggangan kalian saat melewati shirath. Riwayat ini pun lemah sekali. (Lihat Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’ No.74, Syaikh al Albani).

(2) Keika akan masuk masuk bulan Ramadhan atau dalam bulan Ramadhan diantaranya muncullah hadits ini, yaitu tentang Ramadhan dibagi tiga periode  :

“Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah maghfirah dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka.”

Hadits dengan matan ini dikeluarkan oleh al Uqaili, Ibnu ‘Adi, al Khatib , ad Dailami dan Ibnu Asakir. Kedudukan hadits ini telah dijelaskan oleh para ahli hadits, diantaranya : (1)  Dalam sanadnya ada Salam bin Sulaiman bin Siwar. Ibnu Adi berkata : Menurutku , haditsnya mungkar. (2) Juga terdapat Maslamah bin Shalt dan Maslamah itu tidak dikenal. Abu Hatim mengomentarinya : Haditsnya ditinggalkan.  

(3) Syaikh  Muhammad Nashiruddin al Albani, seorang ahli hadits abad ini,  menyebutkan bahwa : Hadits ini mungkar. (Lihat Kitab Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’ jilid 4/1571)

Wallahu A'lam. (3.452)

 

 

Rabu, 25 Desember 2024

KETIKA DIDATANGI PENYAKIT DOSA DIAMPUNI DERAJAT DIANGKAT

 

KETIKA DIDATANGI PENYAKIT DOSA DIAMPUNI DERAJAT DIANGKAT

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Ada saatnya seorang hamba didatangi musibah berupa penyakit. Ini adalah ketetapan Allah Ta'ala, sebagaimana firman-Nya : 

قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Katakanlah (Muhammad). Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami dan hanya kepada Allah bertawakallah orang orang yang beriman. (Q.S at Taubah 51).

Oleh karena itu ketika didatangi musibah termasuk sakit maka paling utama untuk dikedepankan adalah sifat sabar yaitu menerima dengan lapang hati dan meyakinkan diri seyakin yakinnya bahwa Allah Ta'ala akan memberikan kebaikan bagi hamba hamba-Nya.

Sungguh sangat banyak kebaikan yang akan mendatangi hamba hamba Allah yang diuji dengan penyakit, diantaranya :

Pertama : Sakit sebagai jalan penghapus dosa. Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda : 

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضِ إِلَّا حَطَّ اللَّهُ بِهِ سَيِّئَاتُهُ كَمَا تَحَطَّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا

Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu musibah berupa sakit atau lainnya, melainkan Allah akan menggugurkan dosa-dosanya dengan sakitnya itu, sebagaimana sebatang pohon yang menggugurkan daun-daunnya. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Dan juga satu hadits dari Jabir bin Abdullah menyebutkan bahwa Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

مَا يَمْرَضُ مُؤْمِنٌ وَلاَ مُؤْمِنَةٌ وَلاَ مُسْلِمٌ وَلاَمُسْلِمَةٌ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِذلِكَ خَطَايَاهُ كَمَا تَنْحَطُّ الْوَرَقَةُ مِنَ الشَّجَرِ

Tidaklah sakit seorang mukmin, laki-laki dan perempuan, dan tidaklah pula dengan seorang muslim, laki-laki dan perempuan, melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan hal itu, sebagaimana bergugurannya dedaunan dari pohon. (H.R Imam Ahmad).

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

 قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Tidaklah seorang muslim tertimpa cobaan, penyakit, kesulitan, kesedihan, gangguan, tidak pula gundah gulana, sampai kiranya duri yang menusuknya, melainkan Allah akan jadikan sebagai penghapus dari kesalahannya (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Kedua : Sakit jalan untuk mengangkat derajat. Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

 قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إِنّ َّ الرَّجُلَ تَكُونُ لَهُ المَنزِلَةُ عِندَ اللهِ فَمَا يَبلُغُهَا بِعَمَلٍ، فَلَا يَزَالُ يَبتَلِيهِ بِمَا يَكرَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ ذَلِكَ

Sesungguhnya seorang hamba akan memperoleh kedudukan di sisi Allah bukan karena  amal semata, namun, senantiasa dirinya memperoleh ujian dengan perkara yang tidak disenanginya (seperti sakit) hingga sampai (dia diangkat)  pada derajat yang tinggi. (H.R Ibnu Hibban, al Hakim, dihasankan oleh Syaikh al Albani).

Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا سَبَقَتْ لَهُ مِنْ اللَّهِ مَنْزِلَةٌ لَمْ يَبْلُغْهَا بِعَمَلِهِ ابْتَلَاهُ اللَّهُ فِي جَسَدِهِ أَوْ فِي مَالِهِ أَوْ فِي وَلَدِهِ ثُمَّ صَبَّرَهُ عَلَى ذَلِكَ حَتَّى يُبْلِغَهُ الْمَنْزِلَةَ الَّتِي سَبَقَتْ لَهُ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى

Sesungguhnya seorang hamba jika telah ditentukan atau ditakdirkan padanya suatu tingkatan (di Surga) yang mana dia belum bisa meraihnya dengan sebab seluruh amalnya, maka Allah akan timpakan padanya musibah berkaitan dengan dirinya, hartanya atau pada anaknya.

Kemudian Allah jadikan dia bisa bersabar atas musibah tersebut sehingga dengan sebab tersebut Allah sampaikan ia pada tingkatan yang telah Allah tetapkan untuknya (di surga). H.R Abu Daud.

Wallahu A'lam. (3.451).

 

LIHAT KEKURANGAN DIRI DAN BERUSAHALAH MEMPERBAIKINYA

 

LIHAT KEKURANGAN DIRI DAN BERUSAHALAH MEMPERBAIKINYA

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, ada banyak saudara saudara kita yang mendapat taufik dari Allah Ta'ala. Mereka telah memiliki aqidah yang lurus, ibadah yang ikhlas dan ittiba', memiliki akhlak yang mulia serta senantisa bermuamalah dengan baik. Itulah jalan untuk  keselamatan dan mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat.

Tetapi ternyata banyak pula saudara saudara kita yang masih memiliki kekurangan dan kelemahan diri baik dalam beribadah, berakhlak dan bermuamalah. Sebagian dari saudara saudara kita memang mengetahui kekurangan dan kelemahan dirinya. Cuma saja belum ada usaha untuk evaluasi diri atau muhasabah sehingga bisa memperbaiki dirinya.

Sungguh, keadaan yang demikian sebenarnya adalah termasuk musibah yang perlu ditangisi. Abdullah bin Al-Mubarak rahimahullah mengingatkan : Termasuk musibah terbesar yang menimpa seseorang adalah dia mengetahui adanya kekurangan pada dirinya, tetapi dia tidak peduli dan tidak merasa sedih karenanya. (Syu’abul Iman).

Sungguh Alah Ta'ala telah mengingatkan agar orang orang beriman selalu melakukan muhasabah sebagai jalan persiapan menghadapi hari esok. Allah Ta'ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Wahai orang orang yang beriman. Bertakwalah kepada Allah dan hendaknya setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (Q.S  al Hasyr 18).

 Syailh as Sa'di berkata :Ayat ini adalah pangkal (patokan utama) dalam hal muhasabah diri. Setiap orang harus selalu mengintrospeksi diri. Jika melihat adanya kekeliruan segera menyelesaikannya dengan cara melepaskan diri darinya, bertaubat secara sungguh-sungguh dan berpaling dari berbagai hal yang menghantarkan pada kekeliruan tersebut.

Jika menilai dirinya bersikap sekenanya dalam menunaikan perintah-perintah Allah, ia akan mengerahkan segala kemampuannya dengan meminta pertolongan pada Rabb-nya untuk mengembangkan, dan menyempurnakannya, serta membandingkan antara karunia dan kebaikan Allah yang diberikan padanya dengan kemalasannya. Karena hal itu mengharuskannya merasa malu. (Tasir Tasiri Karimir Rahman).

Dalam perkara ini yaitu tentang  kematian serta persiapan diri untuk menghadapi hidup setelah mati, Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasalam telah mengingatkan dalam sabda beliau :

 عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا قَالَ فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ

Dari Ibnu Umar, dia berkata : Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya :  Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling baik ?.  Beliau menjawab : Yang paling baik akhlaknya.

Orang ini bertanya lagi :  Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas) ?. Beliau menjawab : Yang paling banyak mengingat kematian dan PALING BAIK PERSIAPANNYA (untuk hidup)  setelah kematian, merekalah yang berakal. (H.R Ibnu Majah).

Wallahu A'lam. (3.450)   

 

Selasa, 24 Desember 2024

SURGA BAGI HAMBA ALLAH YANG SUKA MEMAAFKAN

 

SURGA BAGI HAMBA ALLAH YANG SUKA MEMAAFKAN

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Imam Ibnu Qudamah menjelaskan tentang  memaafkan, beliau berkata : Makna memaafkan adalah engkau mempunyai hak untuk membalas terhadap orang lain yang menzhalimi dirimu tetapi engkau melepaskan (hakmu itu), tidak menuntut qishash atau membalas ataupun menuntut denda kepadamya (Minhajul Qashidin). 

Memaafkan kesalahan  terkadang memang  sulit untuk dilakukan karena seseorang yang dizhalimi punya kecenderungan dan keinginan untuk membalas. Kalau mampu dia akan membalas dengan balasan yang melebihi dari kezhaliman yang dia terima.

Dalam syariat Islam, seseorang yang dizhalimi boleh membalas setimpal dengan kezhaliman yang diterimanya. Allah Ta'ala berfirman :

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat buruk) maka pahalanya dari Allah. Sungguh dia tidak menyukai orang orang yang zhalim. (Q.S asy Syura 40)/

Jadi, ketika seseorang dipukul  satu kali maka boleh membalas dengan memukul satu kali. Jika dihina dengan tiga kalimat boleh membalas dengan tiga kalimat pula.

Ketahuilah bahwa jika balasan atas keburukan atau kezhalimam  melebihi dari keburukan yang diterima itu berarti yang membalas telah berbuat zhalim pula. Tetapi memaafkan lebih baik bahkan Allah Ta'ala menjamin pahala bagi yang memaafkan.

Sungguh, sangatlah banyak kebaikan dan keutamaan yang akan mendatangi hamba hamba Allah yang suka memaafkan kesalahan saudaranya, diantaranya ADALAH BAHWA SURGA bagi yang suka memaafkan.

Perhatikanlah ayat berikut ini bahwa suka memaafkan adalah salah satu sifat orang bertakwa dan ketahuilah bahwa surga disediakan BUAT ORANG BERTAKWA. Allah Ta'ala berfirman :

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Rabb-mu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang orang yang bertakwa. (Q.S Ali Imran 133).

(Dan orang yang bertakwa yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan MEMAAFKAN (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Q.S Ali Imran 133 - 134).

Rasulullah juga menjelaskan bahwa balasan bagi orang yang memaafkan kesalahan orang lain adalah Surga. Beliau bersabda dalam hadits Ibnu Abbas :

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ يُنَادِي مُنَادٍ فَيَقُولُ : أَيْنَ الْعَافُونَ عَنِ النَّاسِ ؟ هَلُمُّوا إِلَى رَبِّكُمْ خُذُوا أُجُورَكُمْ ، وَحَقَّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ إِذَا عَفَا أَنْ يُدْخِلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ ” .

Kelak pada hari kiamat, ada pemanggil yang menyeru : Dimanakah orang-orang yang memaafkan orang lain ?. Kemarilah kepada Rabb kalian dan ambillah pahala kalian !. Dan wajib bagi setiap muslim bila suka memaafkan maka Allah masukkan dia ke dalam surganya.

Selain itu ketahuilah bahwa memaafkan kesalahan orang lain AKAN MENDAPAT AMPUNAN ALLAH. Allah Ta'ala berfirman :

وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan hendaklah MEREKA MEMAAFKAN dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa ALLAH MENGAMPUNIMU ?. Dan Allah Maha Pengampun Maha Penyayang. (Q.S an Nuur 22).

Oleh karena seorang hamba yang selalu memohon ampunan Allah maka SANGATLAH PANTAS JIKA MAU MEMAAFKAN KESALAHAN MANUSIA. 

Wallahu A'lam. (3.449)

 

 

 

 

HATI YANG SEHAT TERLIHAT SAAT PENGAMALAN SHALAT

 

HATI YANG SEHAT TERLIHAT SAAT PENGAMALAN SHALAT

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Shalat adalah rukun Islam kedua setelah syahadat. Oleh karena itu orang orang beriman  memperhatikan  dengan sungguh sungguh tentang kewajiban mendirikan shalat.

Dan ketahuilah bahwa  shalat merupakan salah satu  ibadah  tertinggi daam syariat Islam. Diantara keutamaan bukti ketinggian ibadah shalat adalah :

Pertama : Shalat ibadah yang pertama kali akan dihisab. Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda :bersabda : 

 قاَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ – : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi.

Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah ‘Azza wa Jalla  berfirman : Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah. Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya. (H.R at Tirmidzi dan an Nasa’i,  dishahihlan oleh al Hafizh Abu Thahir).

Kedua : Shalat adalah tiang agama. Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ

Inti segala perkara adalah Islam dan tiangnya yang berupa shalat. (H.R at  Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Sungguh, wajib bagi hamba hamba Allah untuk tetap menjaga shalat fardhu dan dengan menjaga waktunya. Allah Ta’ala telah mengingatkan  bahwa shalat adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya  :

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Sungguh, shalat itu adalah kewajiban DITENTUKAN WAKTUNYA atas orang orang beriman. (Q.S an Nisa’ 103).

Ketahuilah bahwa ketika seseorang selalu menjaga waktu shalat maka itu termasuk SATU TANDA HATINYA SEHAT. Syaikh Prof. Dr. Abdurrazaq bin Mukhsin al Badr memberi penjelasan bahwa :

(1) Tanda hati seseorang sehat tampak pada saat  waktu shalat tiba.

(2) Bagaimana perasaannya dengan shalat apakah shalat menjadi sumber kebahagian dan kenyamanan hartinya. Atau shalat sesuatu yang (terasa) berat dan menjadi beban dalam hidupnya.

(3) Ketika melaksanakan shalat ia ingin cepat cepat selesai. Sehingga menjadi semboyannya : Bukan istirahatkan kami dengan shalat tetapi istirahatkan kami dari shalat.   (Dari facebook.com/shahihfiqih, dengan sedikit diringkas).

Wallahu A'lam. (3.448).