LALAI DALAM BERIBADAH ADALAH
MUSIBAH BESAR
Oleh : Azwir B. Chaniago
Kalau kita perhatikan, umumnya
manusia mengangggap bahwa musibah adalah
keburukan dan tidak menyenangkan yang menimpa dirinya,
hartanya, keluarganya atau yang lainnya. Diantaranya adalah (1) Kehilangan
orang yang dicintai tersebab diwafatkan Allah Ta’ala. (2) Kehilangan harta karena ditipu, dirampok atau
dibodohi. (3) Kehilangan jabatan atau pangkat. (4) Dizhalimi seseorang dengan
fitnah, ghibah atau hinaan. (5) Menderita penyakit yang ringan ataupun
berat.
Ini tentu tidak salah jika disebut
musibah. Bahkan jika disebut seseorang mendapat musibah maka pikiran kita akan
tertuju kepada satu atau lebih keadaan yang terasa buruk dan tidak menyenangkan
ini. Ketahuilah bahwa jika datang suatu musibah bisa jadi ada hikmah, pelajaran
bahkan bisa jadi juga ada kebaikan yang tidak atau belum kita ketahui.
Diantara contohnya adalah :
Pertama : Ketika seseorang
ditimpa sakit misalnya, maka paling
tidak ada tiga hikmah padanya.
(1) Allah dengan kasih sayangnya
mengingat agar dia melakukan muhasabah atau introspeksi diri. Mungkin dia telah
melakukan dosa lalu Allah datangkan penyakit baginya. Akhirnya dia sadar lalu
bertaubat.
Allah berfirman : “Dan musibah apapun yang menimpa kamu
adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari
kesalahan kesalahanmu)” Q.S asy Syuura 30.
Para ulama menjelaskan bahwa makna dari kasabat aidiikum,
perbuatan tanganmu sendiri dalam ayat ini adalah dosa dosa kamu.
(2) Allah ingin menghapus dosa dosanya. Rasulullah
bersabda : “Maa yushibul muslima min
nashabin walaa washabin walaa hammin walaa huznin walaa adzan walaa ghammin
hattasy syaukati yusyakuha illa kaffarallahu bihaa ‘anhu min khathaayaah.”
Tidaklah menimpa seorang muslim berupa kelelahan, sakit, gelisah,
kesedihan, gangguan dan kesusahan –sampai sampai duri duri yang menusuknya-
melainkan Allah akan menghapus kesalahannya (dosa-dosanya). H.R Imam Bukhari
dan Imam Muslim).
(3) Sakit atau cobaan yang diderita seseorang adalah merupakan
kabar gembira baginya karena Allah menjanjikan kedudukan yang tinggi disisi-Nya.
Rasulullah bersabda : “Innar rajula takuunu lahul manzilatu
‘indallahi famaa yablughuhaa bi’amalin falaa yazaalullahu yabtaliihi bimaa yakrahu hatta
yuballighahu dzalika” Ada seorang
hamba yang mendapat kedudukan mulia di
sisi Allah bukan karena amalannya. Allah memberi cobaan dengan sesuatu
yang tidak menyenangkan hingga ia meraih
derajat mulia tersebut. (H.R Abu Ya’la dan Al Hakim, di shahihkan oleh Syaikh
al Albani).
Kedua : Ketika seseorang dapat musibah
dengan kehilangan harta maka keadaan ini juga ada pelajaran padanya.
(1) Allah sedang menguji kesabarannya dan kalau dia bersabar
Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Umar bin Abdul Aziz berkata :
Tidaklah Allah memberi nikmat kepada seseorang hamba kemudian mencabutnya dan
menggantinya dengan kesabaran, melainkan yang
Allah gantikan itu lebih baik dari apa yang hilang. (Madarijus Saalikin, Imam Ibnul Qayyim).
(2) Bisa jadi untuk mengingatkan dia yang memiliki harta yang
banyak tapi belum ditunaikan zakatnya atau sangat jarang berinfak.
Ketahuilah bahwa sebenarnya ada musibah yang sangat besar dan sering tak disadari oleh manusia
yaitu musibah yang berkaitan dengan agamanya. KETIKA SESEORANG MALAS ATAU LALAI
DALAM BERIBADAH DAN SULIT MENINGGALKAN MAKSIAT MAKA ITULAH MUSIBAH BESAR.
Diantara contohnya adalah :
(1) Berat melakukan shalat berjamaah ke masjid (bagi laki
laki). Kalaupun shalat di rumah itupun sering lalai, tidak di awal waktunya.
(2) Berat untuk berinfak atau berzakat pada hal memiliki
harta yang banyak.
(3) Berat untuk belajar ilmu agama apalagi hadir di majlis
ilmu, padahal masih bisa mengatur waktu.
(4) Merasa nyaman dan tak ada rasa takut ketika melakukan
keburukan, kezhaliman ataupun maksiat yang lainnya.
Para
sahabat, para ulama terdahulu serta orang orang shalih merasa tidak terlalu
berat menerima musibah yang berkaitan dengan dunia tetapi sangat takut dengan
musibah yang menimpa agamanya seperti lalai dalam beribadah.
Perhatikanlah apa yang dikatakan
Umar bin Khaththab : Tidaklah aku ditimpa suatu musibah, kecuali Allah
memberikan empat kenikmatan kepadaku : (1)
Musibah itu tidak menimpa agamaku. (2) Musibah itu tidak lebih berat dari musibah
orang lain. (3) Musibah itu tidak menghalangiku untuk ridha. (4). Musibah itu
membuat aku masih mengharapkan pahala.
Insya Allah ada manfaatnya bagi
kita semua. Wallahu A’lam. (1.026)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar