JANGANLAH MELAKUKAN MODIFIKASI DALAM IBADAH
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Ada sebagian kaum muslimin yang
suka menambah nambah atau bisa disebut melakukan modifikasi dalam beribadah.
Mereka menambah ritual ibadah dalam perbuatan dan ucapan. Tambahan tambahan
tersebut mereka lakukan tanpa dalil atau
sandaran yang jelas. Secara prinsip berlainan dengan yang diajarkan Nabi serta
pemahaman para sahabat.
Pada hal Nabi Salallahu ‘alaihi
Wasallam adalah orang paling mengetahui tentang ibadah dalam Islam karena
beliau mendapat wahyu tentang Islam ini dari Allah Ta’ala. Sedangkan para
sahabat adalah orang orang yang hidup bersama Nabi. Mereka belajar langsung
dari Nabi dan mereka sangat taat memegang serta mengamalkan ibadah yang
diajarkan Nabi Salallahu alaihi wasallam.
Terkadang jika ada yang
mengingatkan untuk tidak menambah nambah bentuk dan jenis ibadah dengan sesuatu
yang tidak diajarkan Rasulullah maka sebagian mereka dengan ringan berkata :
(1) Apa salahnya menambah ibadah. (2) Bukankah ini baik dan tak ada
larangannya. (3) Niat kami melakukan ibadah ini kan baik. (4) Dari pada,
mendingan .… !. Serta alasan alasan
lainnya.
Ketahuilah bahwa Imam Ibnu Katsir berkata :
Lau kaana khairan la sabaquunaa ilaihi. Kalau sekiranya (suatu) perbuatan itu
baik tentulah para sahabat telah mendahului kita mengamalkannya. Sungguh tentang baik atau buruk, benar atau salah dalam syari’at Islam sandarannya adalah al
Qur’an, as Sunnah sebagaimana dipahami oleh salafush shalih.
Lalu apa penyebab terjadinya penambahan
ataupun modifikasi dalam ibadah pada sebagian orang di zaman ini ?. Diantaranya
adalah :
(1) Mereka melakukan suatu ibadah
dengan perasaan, akal atau pemikiran
yang sempit bahkan terbatas. Bukan dengan wahyu yakni al Qur an dan as Sunnah.
(2) Bisa pula terjadi karena
kejahilan atau tanpa ilmu dalam beribadah sehingga menyimpang dari manhaj yang
haq.
(3) Bisa jadi pula karena kekeh
mengikuti adat, tradisi dan budaya yang berseberangan dengan apa yang diajarkan
Nabi.
(4) Bisa jadi pula karena mengikuti
orang banyak tanpa mengetahui benar atau salah bahkan juga karena mengikuti
nenek moyang yang tidak memiliki ilmu yang benar dalam beribadah.
(5) Bisa jadi pula karena ingin
menjaga kebersamaan, toleransi yang berlebihan serta ada kepentingan baik pribadi
maupun kelompok.
(6) Bisa jadi pula karena terlalu
bersemangat dalam beribadah sehingga lupa apakah suatu ibadah yang dia lakukan
ada sandarannya.
Sungguh syariat Islam yang lurus
melarang dengan keras siapa pun membuat tambahan atau sesuatu yang baru dalam
ibadah. Allah Ta’ala berfirman : Yaa
aiyuhal ladziina aamanuu laa tuqaddimuu baina yadaiyillahi wa rasuulihii
wattaqullaha, innallaha samii-un ‘aliim”. Wahai orang orang yang beriman !.
Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah.
Sungguh Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Q.S al Hujuraat 1).
Berkata Ibnu Abbas, ahli tafsir di
zaman Rasulullah dan sahabat, tentang makna : Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya”. Yaitu : Janganlah kamu mengatakan yang
menyalahi al Qur an dan as Sunnah. (Tafsir Ibnu Katsir).
Allah Ta’ala juga mengingatkan
tentang bahaya bagi orang orang yang menyelisihi perintah Rasulullah Salallahu
‘alaihi wasallam. Allah berfirman : “Falyahdzaril
ladziina yukhaalifuuna ‘an amrihii an tushibahum fitnatun au yushiibahum
‘adzaabun aliim”. Hendaklah takut
orang orang yang menyalahi (menyelisihi) perintahnya (yakni perintah Rasul)
akan menimpa mereka fitnah atau menimpa mereka adzab yang sangat pedih. (Q.S an
Nuur 63).
Firman Allah : “Hendaklah takut orang orang yang menyalahi perintahnya”, yakni
perintah Rasulullah yaitu jalan beliau, manhaj beliau, thariq beliau, sunnah
dan syariat beliau. Sedangkan firman
Allah : “Akan menimpa mereka fitnah …” .
Yang dimaksud fitnah diisini adalah : Kufur, atau syirik, atau murtad atau
nifak atau bid’ah. (Tafsir Ibnu Katsir).
Wahai orang orang yang suka
menambah atau mengada ada dalam beribadah. Ketahuilah bahwa ada prinsip prinsip
dasar dalam Islam yang harus kita pahami dengan benar sehingga bisa terhindar
dari mengada ada sesuatu dalam beribadah. Diantaranya adalah :
Pertama : Ketahuilah bahwa Islam adalah agama yang sempurna.
Allah berfirman : Al yaumal akmaltu lakum diinakum wa atmamtu
‘alaikum ni’mati wa radhitu lakumul islaami diina” Pada hari ini telah Aku
sempurnakan bagi kamu agamamu dan telah Aku cukupkan nikmatKu kepadamu dan Aku ridha Islam sebagai agama bagimu (Q.S al
Maidah 3).
Imam Ibnu Katsir berkata : Inilah
sebesar besar nikmat Allah Ta’ala kepada umat ini, dimana Dia telah
menyempurnakan bagi mereka agama mereka. Maka mereka tidak menginginkan kepada
sesuatu pun agama yang selainnya dan kepada seorangpun Nabi yang selain Nabi
mereka shalawatullah wa salaamuhu ‘alaihi.
Oleh karena itu Allah telah
menjadikannya sebagai penutup sekalian para Nabi dan telah mengutusnya kepada
manusia dan jin. Maka tidak ada yang halal kecuali apa yang Dia halalkan. Tidak
ada yang haram kecuali apa yang Dia haramkan dan tidak ada agama kecuali apa
yang Dia syariatkan. (Tafsir Ibnu Katsir).
Imam Malik berkata : Barangsiapa
yang menciptakan suatu ibadah yang baru dalam Islam yang menganggapnya baik maka
sesungguhnya ia telah menuduh bahwa Muhammad Salallahu ‘alaihi wasallam telah
berkhianat di dalam (menyampaikan) risalah. Karena sesungguhnya Allah telah
berfirman : “Pada hari ini Aku telah
sempurnakan bagi kamu agama kamu”.(Q.S al Maidah 3). Maka apa apa yang tidak menjadi agama pada hari itu (sewaktu turunnya
ayat ini) niscaya tidak akan menjadi agama pada hari ini. (Al I’tisham, Imam asy Syathibi).
Imam asy Syaukani berkata : Aku
(Allah) jadikan agama Islam sempurna dan
tidak butuh penyempurnaan (tambahan lagi) karena tinggi dan menangnya agama ini
di atas agama agama yang lain. Dan karena kesempurnaan hukum hukum agama Islam
untuk (memenuhi) semua yang dibutuhkan oleh kaum muslimin dalam masalah halal,
haram dan hal hal yang samar. Juga dalam kandungan dari (ayat ayat) al Qur an
dan sunnah Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam tentang hal itu.
Kedua : Ketahuilah bahwa Allah Ta’ala Mahasempurna semua sifat-Nya
sehingga tak mungkin lupa mensyariatkan kebaikan dalam Islam.
Allah Maha sempurna ilmu
pengetahuan-Nya sehingga tidak ada sesuatu pun yang luput dari-Nya. Maka tidak
perlu lagi ada penambahan atapun modifikasi dalam beribadah kecuali apa yang
telah dijelaskan Allah Ta’ala melalui Rasul-Nya.
Allah berfirman : “Wa maa kaana rabbuka nasiyaa”. Dan Rab-mu (Allah) tidak mungkin
lupa. (Q.S Maryam 64)
Allah berfirman : “Laa yadhillu Rabbii wa laa yansa”.
Rabb-ku (Allah tidak akan salah dan tidak (pula) lupa. (Q.S Thaha 52).
Rasulullah
juga telah menjelaskan tentang kesempurnaan agama ini dalam sabdanya : “Ma baqiya syai-un yuqarribu minal jannati
wa yubaiyidu minan naar, illa waqad buiyina lakum.” Tidak ada yang
mendekatkan kalian ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah aku
ajarkan kepada kalian. (H.R Imam ath Thabrani)
Jadi tidaklah diperbolehkan
melakukan penambahan sesuatu yang baru atau melakukan modifikasi ibadah dalam
Islam karena semua kebaikan telah ada dan lengkap padanya.
Ketiga : Ketahuilah bahwa Rasulullah diutus untuk menjelaskan semua
perkara agama kepada manusia dan beliau telah melaksanakan tugas itu dengan
baik dan kita wajib mentaatinya.
Allah berfirman : “Wa maa arsalnaa min rasuulin illa li
yuthaa’a bi-idznillah”. Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun kecuali
untuk ditaati dengan seizin Allah. (Q.S an Nisa’ 64).
Sungguh Rasulullah telah
menjelaskan dengan sempurna semua petunjuk kepada kebaikan yang dibutuhkan kaum
muslimin untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Oleh karena itu jika ada seseorang yang membolehkan penambahan sesuatu yang
baru atau melakukan modifikasi ibadah dalam Islam maka itu seolah olah dia
meragukan tentang telah sempurnanya petunjuk yang diberikan Rasulullah kepada
umatnya.
Keempat : Ketahuilah bahwa konsekwensi mencintai Allah dan Rasul-Nya
adalah ridha dan mencukupkan diri dengan kesempurnaan petunjuk dalam Islam.
Allah Ta’ala berfirman : “Qul
inkuntum tuhibbunallaha fat tabi’uunii, yuhbibkumullahu wa yaghfir lakum
dzunuubakum, wallahu ghafuurur rahiim” Katakanlah (wahai Muhammad), Jika
kamu (benar benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa dosamu. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (Q.S Ali Imran
31).
Imam Ibnu Katsir, tentang ayat ini, berkata : Ayat yang mulia
ini merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap orang yang mengaku mencintai
Allah akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasulullah. Maka dia
berdusta dalam pengakuannya tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau
mengikuti syariat dan agama (yang dibawa oleh) Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi
wasallam dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaan. (Dinukil oleh Imam asy
Syatibi dalam al I’tisham).
Tentang ayat ini pula, Syaikh as Sa’di berkata : Ayat ini
merupakan patokan dimana dengannya kita dapat membedakan orang yang mencintai
Allah dengan sebbenar benarnya dan orang yang hanya sekedar mengaku ngaku
semata. Tanda tanda kecintaan kepada Allah adalah mengikuti Rasulullah,
Muhammad Salallahu ‘alaihi wasallam dimana Allah menjadikan tindakan mencontoh Rasulullah
dan segala yang diserukannya sebagai jalan kepada kecintaan-Nya dan
keridhaan-Nya.
Oleh karena itu tidaklah akan diperoleh kecintaan Allah dan
keridhaan-Nya serta pahala-Nya kecuali dengan membenarkan apa yang dibawa yang
dibawa oleh Muhammad Salallahu ‘alaihi wasallam berupa al Qur an dan as Sunnah.
Mentaati perintah keduanya dan menjauhi larang keduanya. Maka barangsiapa yang
melakukan demikian demikian itu niscaya Allah akan membalasnya. Lalu
membalasnya dengan balasan orang orang yang dicintai, mengampuni dosa dosanya
dan menutup aib aibnya. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).
Sangatlah jelas bahwa ayat ini berikut penjelasan
para ahli tafsir menunjukkan bahwa tidak
diperbolehkan melakukan penambahan dengan sesuatu yang baru atau melakukan
modifikasi ibadah dalam Islam. Sungguh itu bertentangan dengan konsekwensi
pengakuan cinta kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Oleh karena itu mari segera kita
periksa ibadah ibadah yang kita lakukan. Apakah telah sesuai dengan apa yang
diajarkan Rasulullah dan pemahaman sahabat. Rasulullah telah mengingat kita
semua dalam sabda beliau : “Man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi
amruna fahuwa raddun” Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak ada petunjuk kami maka
amalan itu tertolak. (H.R Imam Muslim).
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar