JADIKAN
BEKERJA SEBAGAI IBADAH
Oleh : Azwir B. Chaniago
Sungguh
syariat Islam mendorong umatnya untuk
bekerja atau berusaha mencari penghasilan agar bisa membiayai diri dan orang
orang yang dibawah tanggungannya. Allah berfirman : Huwal
ladzii ja’ala lakumul ardha dzalullan famsyuu fii manaa kibihaa wa kuluu
minrizqihii wa ilaihin nusyuur”. Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi
kamu,yang mudah dijelajahi. Maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah
sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah)
dibangkitkan. (Q.S al Mulk 15)
Allah berfirman : “Fa idza qudhiyatish shalaatu fantasyiruu fil ardhi wabtaghuu min fadhlillahi
wadzkurullaha katsiiran la’allakum tuflihuun”. Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah
kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung. (Q.S al Jumu’ah 10)
Imam Ibnu Katsir
menyebutkan dalam tafsirnya yang diriwayatkan dari sebagian salaf bahwa ia
berkata : Barangsiapa yang membeli atau menjual sesuatu pada hari jumat setelah
shalat, Allah akan memberkahi untuknya 70 kali.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah
seseorang memakan makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan dari
pekerjaan tangannya sendiri” .(H.R Imam
Bukhari)
Ketahuilah
bahwa Islam memberi kebebasan dalam memilih pekerjaan yang
sesuai dengan kecenderungan dan kemampuan setiap orang. Namun demikian, Islam
mengatur batasan-batasan, meletakkan prinsip-prinsip dan menetapkan nilai-nilai
yang harus dijaga oleh seorang muslim, agar kegiatannya bekerjan bisa menjadi ibadah sehingga
bisa memberi manfaat yang sangat
banyak di dunia dan di akhirat.
Diantara
batasan-batasan yang harus dijaga adalah :
Pertama : Niat ikhlas dalam
bekerja, yaitu meniatkan bekerja
tersebut untuk melaksanakan perintah serta mencari ridha Allah dan beribadah
kepada-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Innamal a’maalu binniyaati wa innama li
kullim ri-im maanawaa”. Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu tergantung
niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang
diniatkannya. (H.R Imam Bukhari dan
Imam Muslim)
Oleh karena
itu seorang hamba jangan sampai melupakan niat ikhlas dalam bekerja, sehingga tidak kehilangan pahala sebagai
ibadah dari pekerjaan yang dia jalani
itu.
Kedua : Pekerjaan
yang dijalani harus halal dan baik.
Allah Ta’ala berfirman : “Yaa aiyuhal ladziina aamanuu kuluu min
thaiyibaati maa razaqnaakum, wasykuruu lillahi in kuntum iyyaahu ta’buduun”. Wahai orang-orang yang beriman ! Makanlah di
antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (Q.S. al Baqarah 172)
Diantara
tujuan bekerja adalah untuk menafkahi diri dan keluarga terutama kebutuhan
makan dan minum. Allah Ta’ala telah memerintahkan orang orang yang beriman untuk
makan dari rizki yang baik saja yaitu dari
hasil usahanya yang halal. Dengan demikian maka pekerjaan yang dilakukan itu mendatangkan kemaslahatan dan bukan justru
menimbulkan kerusakan.
Oleh karena
itu tidak boleh seorang muslim bekerja
dalam bidang-bidang yang dianggap oleh Islam sebagai kemaksiatan dan akan
menimbulkan kerusakan. Diantara bentuk pekerjaan yang diharamkan oleh Islam adalah
membuat patung, membuat dan mengedarkan khamr, berjudi atau bekerja dalam
pekerjaan yang mengandung unsur judi, riba, suap-menyuap, sihir, perdukunan, mencuri, merampok, menipu dan
memanipulasi dan begitu pula seluruh pekerjaan yang termasuk membantu perbuatan
haram seperti menjual anggur kepada produsen arak, menjual senjata kepada
orang-orang yang memerangi kaum muslimin, apalagi bekerja di tempat-tempat
maksiat yang melalaikan ibadah dan merusak aqidah manusia.
Ketiga : Bekerja dengan cara yang benar
dan penuh tanggungjawab. Islam tidak memerintahkan umatnya untuk sekedar
bekerja, akan tetapi mendorong umatnya agar senantiasa bekerja dengan benar,
sungguh sungguh dan bertanggungjawab. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Sesungguhnya Allah mencintai
seorang diantara kalian yang jika bekerja, maka ia bekerja dengan baik.” (H.R al Baihaqi, dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Silsilah as
Shahihah)
Beliau juga
bersabda :“Sesungguhnya Allah mewajibkan
perbuatan ihsan atas segala sesuatu” (H.R Imam Muslim)
Yang dimaksud
dengan baik dalam bekerja diantaranya adalah bertanggungjawab atas pekerjaan, memperhatikan
dengan baik urusannya dan berhati-hati untuk tidak melakukan kesalahan serta
selalu memegang amanah.
Keempat : Tidak
melalaikan kewajiban beribadah kepada Allah. Bekerja juga akan bernilai ibadah
jika pekerjaan yang dijalani tidak sampai melalaikan dan melupakan
kewajiban-kewajiban kepada Allah. Sibuk
bekerja tidak boleh sampai membuat kita meninggalkan kewajiban untuk beribadah.
Shalat misalnya. Ini adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap
muslim pada waktunya.
Perlu
kirranya dipahami pula bahwa bagaimana mungkin bekerja akan menjadi ibadah
kalau bekerja itu membuat seorang hamba
lalai dari kewajiban beribadah. Oleh sebab itu maka jangan sampai kesibukan
bekerja mencari rizki dari Allah mengakibatkan ia melalaikan shalat dari
waktunya apalagi meninggalkannya walaupun hanya satu kali. Begitu pula dengan
kewajiban yang lainnya, seperti zakat, puasa, haji, bersilaturahmi dan ibadah ibadah
yang lainnya.
Itulah
beberapa penjelasan agar bekerjanya seorang hamba bisa bernilai ibadah disisi
Allah Ta’ala. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.
Wallahu
A’lam. (650)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar