BERBICARA
JUGA ADA ADABNYA
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah.
Diantara
nikmat yang besar dari Allah Ta’ala untuk manusia adalah diberi kemampuan
berbicara sehingga memudahkan untuk saling berhubungan, bekerjasama dan berkomunikasi
dengan baik agar kehidupan ini menjadi lebih nyaman. Kita sulit membayangkan
bagaimana kalau nikmat yang satu ini tidak diberikan-Nya.
Ketahuilah
bahwa kewajiban seorang hamba adalah bersyukur dengan semua nikmat-Nya. Nah,
sebagai tanda bersyukur kita terhadap nikmat berbicara adalah menjaga agar
setiap pembicaraan kita adalah dalam rangka mencari ridha Allah Ta’ala semata.
Janganlah seorang hamba berani berbicara sesuatu yang akan mendatangkan
murka-Nya
Berhati hati dalam menggunakan nikmat berbicara.
Sungguh
sangatlah tercela dan merugi jika seseorang berbicara untuk sesuatu yang Allah
tidak ridha. Ketahuilah bahwa semuanya akan dicatat dan dipertanggung
jawabkan dihadapan Allah Ta’ala. Perhatikanlah firman-Nya :
Pertama : “Maa
yalfizhu min qaulin illaa ladaihi raqiibun ‘atiid”. Tidak ada satu kata
yang diucapkannya melainkan ada di sisinya
malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat) Q.S Qaaf 18)
Kedua : “Wa
laa taqfu maa laisa laka bihii ‘ilmun, innas sam’a wal bashara wal fu-aada
kullu ulaa-ika kaanaa ‘anhu mas-uulaa”. Dan janganlah kamu mengikuti
sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati
nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya. (Q.S al Isra’ 36).
Rasulullah juga telah mengingat agar seseorang berpikir dulu
sebelum mengatakan sesuatu. Siapa tahu karena lisannya, dia akan dilempar ke
neraka. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu
perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya
dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur
dan barat.” (HR. Muslim)
Kiranya
dua ayat dan hadits diatas telah memberikan peringatan yang jelas bagi kita
untuk senantiasa menjaga adab dalam berbicara.
Beradab dalam berbicara.
Sangatlah
banyak adab yang harus dipelihara oleh seorang hamba dalam menggunakan nikmat
berbicara agar terpelihara dari berbagai keburukan. Diantaranya adalah :
Pertama : Tidak berbicara jika tidak
tahu.
Seseorang
sebaiknya tidaklah berbicara jika dia tidak mengetahui dengan jelas tentang apa yang akan
dibicarakannya. Jika dia berbicara bisa jadi akan muncul keanehan bahkan tidak
nyambung dengan masalah yang dibahas.
Apalagi
kalau berbicara tentang kaidah kaidah
agama yang tidak diketahuinya. Ini akan
membahayakan bukan hanya dirinya tapi bisa membahayakan bahkan menyesatkan
orang lain. Semuanya akan berujung kepada bahaya di dunia dan bahaya yang lebih
besar lagi di akhirat.
Semoga
Allah merahmati Imam asy Sya’bi. Ketika ditanya suatu masalah dia berkata : Aku
tidak tahu. Lalu teman temannya berkata : Sesungguhnya kami merasa malu karena
seringkali engkau ditanya namun engkau berkata : Aku tidak tahu.
Mendengar
ucapan teman temannya ini maka Imam asy Sya’bi berkata : Akan tetapi malaikat
tidak malu berkata : “ …Mahasuci Engkau,
tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada
kami”. (Q.S al Baqarah 32).
Kedua
: Mengucapkan salam sebelum berbicara.
Didalam
syariat Islam, sangatlah dianjurkan untuk mengucapkan salam sebelum berbicara. Rasulullah bersabda :
“Assalamu qablal kalam” Ucapkan salam sebelum membuka pembicaraan. (H.R. At
Tirmidzi).
Rasulullah bersabda : “Assalamu qablal sual, faman bada
akum bi suali qablas salam fala tujibuhu”. Ucapkanlah salam sebelum bertanya.
Siapa saja yang bertanya kepadamu sebelum ia mengucapkan salam, maka janganlah
kalian menjawabnya. (H.R. Ibnu ‘Adi, lihat Kitab Silsilah ash Shahihah).
Tetapi
hendaklah hadits
ini tidak diartikan secara kaku, karena
pada zaman sahabat juga ada yang bertanya sebelum mengucapkan salam dan Rasulullah tetap menjawab pertanyaannya
Ketiga : Berbicaralah jika itu baik.
Diantara
hadits yang masyhur dikalangan kaum
muslimin adalah sabda Rasulullah : “Man kaana yu’minu billahi wal yaumil
akhiri fal yaqul khairan au liyasmut”. Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata yang baik atau diam. (H.R Imam
Bukhari dan Imam Muslim, dari Abu Hurairah).
Hadits
ini adalah tuntunan bagi kita agar beradab dalam berbicara. Tidaklah seorang
muslim itu berbicara kecuali kecuali yang baik atau lebih baik baginya untuk
diam jika tidak bisa berbicara yang baik.
Imam
asy Syafi’i berkata : Jika salah seorang diantara kalian akan berbicara maka
hendaklah ia berfikir tentang pembicaraannnya. Jika tampak mashlahatnya maka
berbicaralah. Namun jika ragu akan kemashlahatannya maka hendaklah kalian tidak
berbicara.
Imam
an Nawawi berkata : Apabila salah
seorang dari kalian hendak berbicara dan pembicaraan tersebut benar benar baik dan berpahala, baik dalam membicarakan yang wajib maupun sunnah,
silahkan dia mengatakannya. Jika belum jelas baginya, apakah perkataan itu baik
dan berpahala atau perkataan itu tampak
samar baginya antara haram, makruh dan
mubah, hendaknya dia tidak mengucapkannya. (Syarah Shahih Muslim).
Keempat : Tidak berbicara bohong.
Allah
Ta’ala memerintahkan orang orang beriman untuk berkata yang benar dan Allah menjanjikan
berbagai kebaikan dan kemenangan yang besar baginya.
Allah
berfirman : “Wahai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.
Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.
dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah
mendapat kemenangan yang besar”. (Q.S al Ahzaab 70-71).
Allah
berfirman : Dan janganlah kamu
mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini
halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. (Q.S
an Nahl 116)
Sungguh
kejujuran adalah salah satu yang membedakan orang mukmin dan orang munafik.
Rasulullah bersabada : “Ayatul munafiqina tsalatsa, idza hadatsa kadziba, idza
wa’ada akhlafa, wa idza utmina khana” Tanda orang munafik ada tiga , bila
berkata dusta (tidak jujur), bila berjanji mengingkari dan bila diberi amanah
ia khianat (Mutafaq ‘alaihi).
Dari Bahz bin Hakim, ia berkata bahwa
ayahnya, Hakim telah menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : Wailun lilladzii yuhadditsu
fayakdzibu liyudh-hika bi hil qauma wailun lalhu, wailun lahu. Celakalah bagi yang berbicara lantas
berdusta hanya karena ingin membuat suatu kaum tertawa. Celakalah dia,
celakalah dia. (H.R Abu Dawud dan
at Tirmidzi).
Perhatikanlah
ancaman berat yaitu celaka bagi
orang yang berbicara dusta, yaitu diantaranya dengan membuat dan menyampaikan
cerita bohong untuk membuat orang tertawa. Nabi mengulangi perkataan : Celaka
dia sampai dua kali.
Kelima : Berbicara dengan lemah lembut dan merendahkan
suara.
Salah
satu adab dalam berbicara adalah dengan suara rendah. Tidak meninggikan atau
mengeraskan suara kecuali jika dibutuhkan. Misalnya ketika seorang khatib berkhutbah,
maka pada saat itu dianjurkan untuk meninggikan suara. Nabi apabila
berkhutbah beliau meninggikan suara,
memerah wajahnya seakan-akan panglima perang
yang sedang memberikan komando kepada para prajuritnya.
Perhatikanlah
pula firman Allah Ta’ala ketika menceritakan kisah Luqmaan di saat beliau
menasehati putranya :“Dan sedehanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah
suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Q.S Luqmaan 19)
Sungguh
kelemah lembutan merupakan salah satu perangai
yang Allah cintai. Rasulullah
bersabda : “Innallaha yuhibbu rifqa fii
amri kullih” Sesungguhnya Allah mencintai lemah lembut di segala perkara
(H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Seorang
hamba yang suka berbicara atau berlaku kasar biasanya dia sering menyesalinya.
Merasa terlanjur dan menyesal.
Syaikh
Shalih bin Abdul Aziz berkata : Maka wajib bagi kalian untuk berlemah lembut
dan berhati hati. Jangan cepat marah dan berlaku kasar. Kalian tidak akan
menyesal selama lamanya bila berlemah lembut.
Keenam : Mendengarkan dan tidak memotong
pembicaraan.
Salah
satu adab dalam berbicara adalah berusaha mendengarkan dan juga tidak memotong
pembicaraan ketika seseorang belum selesai menyampaikan apa yang ingin
dikatakannya.
Tentang
hal ini, Rasulullah telah mencontohkan bagaimana adab berbicara dengan orang
lain sekalipun dia orang kafir. Ketika kafir Quraisy merasa terpukul dengan
semakin tersebarnya dakwah Islam maka mereka bersepakat untuk menemui Nabi
untuk menawarkan beberapa alternatif agar Nabi menghentikan dakwahnya. Lalu dikirimlah seorang utusan untuk
berbicara dengan Nabi. Setelah utusan itu berada dihadapan Nabi maka beliau
berkata : “Katakanlah, saya akan
mendengarkannya.
Lalu
utusan kafir Quraisy ini menyampaikan apa yang ingin disampaikannya hingga
selesai. Lantas Nabi berkata lagi : Sudah
selesaikah apa yang ingin anda sampaikan ? Utusan itu menjawab : Ya, saya sudah
selesai berbicara. Baik kata Nabi : Sekarang
dengarkan dariku. Subhanallah betapa mulianya akhlak beliau dalam berdialog.
Pada hal sebenarnya apa yang disampaikan kafir Quraisy itu sangat menyakitkan
perasaan Nabi karena utusan kafir Quraisy ini meminta agar beliau berhenti mendakwahkan Islam, lalu
dijanjikan berbagai perhiasan dunia. Meskipun Nabi tidak bergeming dengan
tawaran utusan kafir Quraisy tersebut namun beliau telah menunjukkan adab yang
sangat baik dalam berbicara meskipun
dengan orang kafir.
Demikianlah sebagian adab dalam
berbicara yang bisa disampaikan. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.
Wallahu A’lam (540)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar