MUSLIMIN DILARANG MENYERUPAI MUSLIMAT
DAN
SEBALIKNYA
Oleh : Azwir B. Chaniago
Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menciptakan
perbedaan yang nyata antara muslimin dan muslimat atau laki laki dan perempuan.
Perbedaan itu terlihat jelas secara fisik dan fungsinya, keadaan serta sifat
sifatnya. Wanita memiliki sifat kelembutan dan keibuan untuk menunjang tugasnya
yang mulia yaitu mengurus keluarga terutama merawat dan mendidik anak anaknya. Sungguh
Allah Ta’ala telah berfirman :
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ ۖ
Laki laki tidaklah seperti perempuan. (Q.S Ali Imran 36)
Perbedaan ini wajib diterima karena itu adalah
ketetapan Allah Ta’ala yang pasti memilki hikmah yang agung padanya. Bahkan
secara tegas Allah Ta’ala melalui Rasul-Nya telah melarang keras laki laki menyerupai
wanita dan juga sebaliknya.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata :
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ
النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam melaknat
laki laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki laki. (H.R
Imam Bukhari, Abu Dawud dan at Tirmidzi).
Dalam hadits ini disebutkan kata melaknat itu bermakna bahwa perbuatan tersebut adalah
dosa besar. Perhatikanlah perkataan Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di
berikut ini : Difinisi yang terbaik tentang dosa dosa besar adalah dosa yang
ada had (hukuman tertentu dalam syariat) di dunia atau ancaman di akhirat atau
peniadaan iman atau mendapatkan laknat atau kemukaan (Allah Ta’ala) padanya.
(Tafsir Taisir Karimir Rahman atas surat an Nisa’ 31).
Dalam Fathul Bari, al Hafizh Ibnu Hajar
mengutip perkataan Imam ath Thabari, dia
berkata : Maknanya adalah laki laki tidak boleh menyerupai laki laki DALAM HAL PAKAIAN DAN
PERHIASAN yang khusus untuk wanita, dan juga sebaliknya.
Selanjutnya al Hafizh Ibnu Hajar berkata :
Demikian juga dalam (gaya) berbicara dan berjalan. Adapun dalam bentuk pakaian
maka ini (bisa) berbeda beda dengan adanya perbedaan adat kebiasaan pada setiap
daerah.
Karena terkadang pakaian wanita suatu kaum tidak
berbeda dengan model pakaian laki laki. Akan tetapi (sebenarnya model pakaian)
wanita memilIki keistimewaan diantaranya tertutup, ditambah pula dengan hijab.
Adapun celaan tasyabuh dalam cara berbicara
dan berjalan ini, KHUSUS BAGI YANG SENGAJA MELAKUKANNYA. Bagi orang orang yang
sudah menjadi tabiat atau kebiasaannya maka ia DIPERINTAHKAN UNTUK MEMAKSA
DIRINYA AGAR MENINGGGALKANNYA. Dan terus meninggalkannya secara berangsur
angsur. Jika dia tidak berusaha meninggalkannya bahkan terus bertasyabuh dengan
lawan jenisnya maka dia terkena celaan. (Fathul Bari).
Khusus mengenai tasyabuh dalam berpakaian
disebutkan dalam satu hadits :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ
الرَّجُلِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, begitu pula wanita yang
memakai pakaian laki-laki (H.R Imam Ahmad).
Dari zhahir hadits dapatlah
diketahui bahwa Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam melarang semacamnya. Demikian juga laki laki dilarang memakai
pakaian yang khusus untuk wanita seperti daster, kutang, kebaya, kerudung
wanita dan sandal wanita. Jadi tidaklah ada kebaikan padanya jika laki laki memakai daster termasuk untuk
tontonan dan lawakan.
Namun demikian pakaian yang memang
biasa digunakan laki laki dan juga wanita tidak mengapa seperti sarung di suatu
daerah tertentu. Tetapi cara pemakaiannya tentu harus juga berbeda antara laki
laki dan wanita. Memakai sarung bagi laki laki adalah di atas mata kaki bagi wanita
menutup kakinya secara utuh.
Insya Allah ada manfaatnya bagi
kita semua. Wallahu A’lam. (1.748)