PETUNJUK ISLAMI MENYIKAPI BERITA
Oleh :
Azwir B. Chaniago
Kemajuan tekhnologi terutama
tekhnologi komunikasi dan informasi saat ini telah sangat memudahkan orang orang
untuk mendapatkan berbagai kabar atau berita yang diperlukan setiap saat.
Sungguh betapa mudahnya mendapatkan suatu informasi melalui media cetak, media elektronik seperti radio dan televisi, apalagi
dari internet dan yang sejenisnya.
Namun demikian, dibalik kemudahan
tersebut menghadang pula berbagai masalah diantaranya adalah bahwa berita
berita yang datang itu sering tidak lengkap, tidak benar sebagiannya bahkan ada
yang bohong seluruhnya. Yang menjadi masalah lagi adalah sulitnya membedakan
berita yang benar dengan yang bohong karena dikemas dalam kata kata yang indah
bahkan memukau. Ini terjadi karena
kemungkinan adanya berbagai kebutuhan si pembuat kabar atau berita tersebut.
Berita berita semacam itu tentu bisa mendatangkan dampak buruk kepada orang
orang yang tidak pandai mencernanya secara bijak.
Islam sebagai agama yang sempurna
telah memberikan petunjuk bagi umatnya untuk menyikapi berita berita yang
datang kepada mereka. Jika seseorang betul betul mengikuti petunjuk islami
dalam menyikapi segala berita yang datang kepadanya maka tentu akan mengurangi
atau paling tidak akan memperkecil dampak buruk dari berita berita yang sering
kali tidak jelas kebenarannya itu.
Diantara cara menyikapi berita yang
datang kepada seorang hamba yang beriman adalah :
Pertama : Melakukan klarifikasi.
Seorang muslim yang bijak janganlah
sembarangan menerima berita. Jangan asal terima dan jangan asal benarkan.
Hendaklah dia melakukan klarifikasi atau cek dan ricek tentang kebenarannya.
Apalagi kalau dia bermaksud menyampaikannya
lagi kepada orang lain maka melakukan klarifikasi menjadi lebih penting
lagi. Bisa saja berita tersebut berasal dari orang fasik atau pembohong yang
mempunyai kepentingan terselubung baik pribadi ataupun kelompoknya. Bisa jadi
juga berita tersebut sekedar dugaan saja. Bahkan tidak tertutup kemungkinan
berita itu berasal dari musuh musuh Islam dengan tujuan merugikan Islam dan
merugikan kaum muslimin.
Allah berfirman : “Yaa
aiyuhal ladziina aamanuu injaa-akum fasikun bi naba-in fa tabaiyanuu an
tushiibu qauman bijahaa latin fa tushbihuu ‘alaa maa fa’altum naadimin” Wahai orang orang yang beriman. Jika
datang kepadamu seseorang yang fasik
membawa suatu berita maka
periksalah dengan teliti kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum
karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.
(Q.S al Hujuraat 6)
Syaikh as Sa’di berkata : Yang
harus dilakukan ketika ada berita yang dibawa orang fasik adalah dicek dan diperjelas. Jika terdapat berbagai bukti
dan indikasi atas kebenaran berita tersebut maka diamalkan dan dipercayai. Namun jika terdapat berbagai bukti dan
indikasi menunjukkan kebohongan berita itu, maka tidak boleh dilaksanakan dan
harus diingkari. Disini juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa berita orang jujur bisa diterima, berita
pendusta ditolak sedangkan berita orang fasik harus ditahan lebih dahulu yaitu
untuk klarifikasi. (Kitab Tafsir Kariimir Rahman).
Selain itu perlu dimaklumi bahwa
Rasulullah mengingatkan bahwa janganlah seseorang bersandar kepada dugaan
dugaan. Abu Mas’ud pernah ditanya : Apa yang pernah engkau dengarkan dari
Rasulullah tentang prasangka atau dugaan ?. Ia menjawab : Aku pernah mendengar
Raulullah bersabda : Bi’sa mathiyatur
rajuli za’amuu” Dugaan dugaan adalah seburuk buruk sandaran seseorang. (H.R
Abu Dawud).
Kedua : Berhati hati dalam menyebarkan berita.
Seorang yang beriman seharusnya
berhati hati dalam berkata dan berbuat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mengingatkan dalam firman-Nya : “Wala
taqfu maa laisa laka bihi ‘ilmun, innas sam’a wal bashara wa fu-aada kullu
ulaaika kaana ‘anhu mas-uulaa” Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang
tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu
akan diminta pertanggung jawabannya. (Q.S al Isra’ 36).
Tidaklah baik jika seorang hamba menyampaikan
semua berita yang ia dengar atau dia dapat tanpa lebih dahulu mengklarifikasi
kebenarannya. Sebab perbuatan itu adalah tercela sebagaimana sabda Rasulullah : Kafaa bil mar-i kadziban an yuhadditsa bi
kulli maa sami’ Cukuplah seseorang itu dikatakan pendusta jika ia mudah
menyebarkan setiap berita yang ia dengar. (H.R Imam Muslim)
Menyebarkan berita yang tidak jelas
adalah merupakan sesuatu yang dibenci Allah Ta’ala
karena telah menyebarkan kabar burung. Rasulullah bersabda : “Innallaha kariha lakum tsalaatsan : Qiila
wa qaala, wa ‘idhaa’atal maal, wa katsratas suu-aali” Sesungguhnya Allah
Ta’ala membenci tiga perkara : Menyebarkan desas desus (kabar burung)
menghambur hamburkan harta dan banyak bertanyaan yang tujuannya menyelisihi
jawabannya. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Ketiga : Perhatikan manfaat dan mudharat
Tidaklah semua berita meskipun itu
suatu kebenaran boleh disebarkan pada semua waktu dan kepada semua orang.
Perhatikan manfaat dan mudharatnya. Perhatikanlah bagaimana Rasulullah ketika
bersabda kepada Mu’adz bin Jabal tentang hak Allah terhadap hamba-Nya dan hak
hamba atas Allah. Beliau bersabda bahwa hak Allah atas hambaNya adalah
hendaknya mereka menyembahNya dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu. Hak
hamba atas Allah adalah tidak menyiksa hamba yang bertauhid dan tidak
menyekutukanNya dengan sesuatu apapun.
Ketika Muadz meminta ijin kepada
Rasulullah untuk mengabarkan hal tersebut kepada sahabat yang lain maka
Rasulllah melarangnya dalam sabda beliau
: “Laa tubasysyir hum fa yattaqiluu” Jangan
kamu beritakan hadits ini kepada mereka, sehingga merasa cukup dengan tauhid
dalam hati dan meninggalkan amal shalih (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Dalam hal ini Rasulullah
mempertimbangkan kemungkinan adanya madharat dan mungkin juga fitnah bisa
terjadi karena sebagian umat pada waktu itu belum siap memahami hadits
tersebut. Belumlah pada saat itu orang orang memiliki pemahaman seperti Muadz.
Akhirnya beliau melarang Muadz untuk menyampaikan hadits tersebut kepada
sahabat yang lain.
Keempat : Bersikap tenang dalam menerima berita.
Islam memberikan petunjuk kepada
umatnya jika menerima suatu berita janganlah tergesa gesa mengingkari apalagi
menyebarkannya. Mungkin saja berita itu dari musuh musuh Islam dengan tujuan
untuk memfitnah dan menyakiti perasaan kaum muslimin.
Hadapilah dengan sikap
terpuji yaitu bijak dan tenang. Rasulullah bersabda : “Atta-anii minallah wal ‘ajalatu minasy syaithan” Sikap tenang itu
dari Allah sedangkan sikap tergesa gesa adalah dari syaithan (Hadits Hasan,
lihat ash Shahihah).
Sikap bijak dan tenang ini sering
dicontohkan oleh Rasulullah. Diantaranya adalah kisah tentang Haathib bin Abi
Balta’ah. Pada tahun ke 8 H Rasulullah
bermaksud untuk menyerang Makkah dengan 10.000 pasukan dari kalangan sahabat
Muhajirin dan Anshar. Dan rencana ini sangat dirahasiakan.
Akan tetapi berita
ini hendak dibocorkan oleh seorang sahabat yaitu Haathib bin Abi Balta’ah
melalui surat yang dia tulis untuk disampaikan kepada saudaranya di Makkah. Setelah
surat itu bisa diambil dan tidak jadi sampai ke Makkah maka Rasulullah
memanggil Haathib dan bertanya : Kenapa engkau lakukan ini wahai Haathib ?.
Rasulullah tidak tergesa gesa menghukum Haathib karena perbuatannya yang sangat
tercela itu, tapi beliau bertanya dan mengklarifikasi lebih dahulu kenapa
Haathib berbuat demikian.
Kemudian Haathib menjelaskan : Wahai
Rasulullah, meskipun aku dekat dengan mereka tapi aku bukanlah dari golongan
mereka. Aku melakukan ini bukan karena aku benci dan keluar dari Islam tetapi
karena aku meninggalkan kerabatku di Makkah. Aku tidak ingin kalau mereka
disakiti oleh orang orang Quraisy. Aku lakukan ini agar kerabat kerabatku
selamat dari gangguan mereka. Dan Nabipun maklum dengan penjelasan Haathib.
Umar bin Khaththab yang begitu
geram melihat Haathib dan meminta izin kepada Nabi untuk memenggal kepala
Haathib, maka Rasulullah bersabda : “Dia
(Haathib) pernah ikut berjihad di Perang Badar, wahai Umar !. Dan ketahuilah
bahwa Allah ketika melihat para pasukan perang Badar, Dia berfirman :
Lakukanlah apa saja yang kalian mau, maka sesungguhnya Aku telah mengampuni
dosa dosa kalian” (H.R Imam Bukhari).
Insya Allah bermanfaat. Wallahu
A’lam. (335)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar