BERGEMBIRA MENYAMBUT RAMADHAN
Oleh : Azwir B. Chaniago
Muqaddimah
Ramadhan datang kepada kita setiap tahun. Diantara manusia
ada yang telah bertemu Ramadhan lebih dari sepuluh kali bahkan ada yang
telah bertemu Ramadhan lebih dari lima
puluh kali. Untuk menyambutnya manusia melakukan beragam cara dan kegiatan.
Tapi disayangkan ada yang menyambutnya dengan kegiatan yang
tidak terpuji. Diantaranya ada yang menyambut dengan mercon, pesta kembang api
seolah-olah Ramadhan identik dengan pembakaran mercon dan kembang api. Adapula
yang mulai melakukan kegiatan belanja secara berlebihan sehingga melalaikan
ibadah. Ada lagi dengan makan dan minum berlebihan mumpung belum puasa. Juga
ada yang menyambutnya dengan cara-cara adat atau kebiasaan yang kadang-kadang
berseberangan dengan syari’at.
Sungguh ini adalah kenyataan yang sudah sejak lama kita lihat
dalam masyarakat Islam dinegeri ini. Bahkan terus berulang dari tahun ketahun
entah sampai kapan dan juga kita tidak tahu siapa diantara manusia yang bisa
menghentikannya.
Kita sangat memahami bahwa tujuan Ramadhan yang kita
diperintahkan berpuasa dan banyak beribadah pada bulan itu adalah agar menjadi
orang yang bertakwa. Jika demikian, tentu untuk mencapainya diperlukan amal
atau kegiatan yang bisa mengantarkan seseorang kepada takwa. Dengan kata lain
janganlah sekali kali menyambut Ramadhan dengan cara yang menjauhkan diri dari
takwa.
Seorang hamba hendaknya tidak melakukan kegiatan ibadah yang
Rasulullah tidak mengajarkannya. Rasulullah bersabda : “Man ‘amala ‘amilan
laisa ‘alaihi amruna fa huwa raddun” Barang siapa yang melakukan suatu amal
yang tidak ada perintahnya dari kami maka (amalnya) tertolak (H.R Imam Muslim).
Tidak semua bisa mendapatkan predikat takwa
Puncak tertinggi tujuan shaum adalah melaksanakan perintah
Allah agar mendapatkan predikat takwa.
Allah berfirman : “Yaa aiyuhalladzi naamanu kutiba
‘alaikumush shiam, kamaa kutiba ‘alalladzina min qablikum, la’allakum
tattaquun.” Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan kepada kamu untuk
berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu,
mudahan-mudahan kamu menjadi orang orang yang bertakwa (Q.S al Baqarah 183).
Dalam ayat ini ada kata la’alla yang terjemahannya
adalah mudah-mudahan.
Menurut pakar bahasa, ada beberapa kata dalam bahasa Arab
yang bisa diterjemahkan dengan mudah-mudahan meskipun dengan makna yang
sedikit berbeda, yaitu :
Pertama : La’alla, dalam surat al Baqarah ayat 183 diterjemahkan dengan
mudah-mudahan. Ini mempunyai dua kemungkinan yaitu bisa dapat bisa juga tidak.
Kedua : ‘Asaa, dalam surat al Al Isra’ ayat 79, diterjemahkan dengan
mudah-mudahan. Tapi ini maksudnya adalah pasti dapat atau pasti terjadi.
Ketiga : Laita, dalam surat an Naba’ ayat 40, bisa diterjemahkan dengan
mudah-mudahan (alangkah baiknya, seandainya). Tapi ini maksudnya adalah sesuatu
yang tidak mungkin dapat atau tidak mungkin terjadi.
Mari kita perhatikan bahwa dalam surat al Baqarah ayat 183
ini digunakan kata la’alla. Ini berarti bahwa takwa itu bisa dapat dan
bisa pula tidak dapat meskipun seseorang itu telah melaksanakan shaum Ramadhan.
Tentang hal ini, Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam telah
mengingatkan kita bahwa ada manusia berpuasa
yang hanya memperoleh lapar dan haus saja. Rubba shaa’imin hazhzhuhu
min shiyamihi al ju’ wal ‘athasy. Berapa banyak orang yang puasa hanya
mendapatkan lapar dan haus saja. (H.R Ibnu Majah, an Nasa’i).
Dari hadits ini dapat kita ketahui bahwa tidak semua orang
yang berpuasa mendapat predikat takwa
tapi ada yang hanya mendapatkan lapar dan haus saja. Tentang hal ini Rasulullah
yang bersabda. Beliau menyebut dengan rubba
dan kata rubba dalam bahasa Arab bukan bermakna satu atau dua tetapi menunjukkan jumlah yang
banyak.
Namun demikian setiap hamba pasti sangat ingin dan selalu
berusaha untuk menjadi orang bertakwa yang salah satunya didapat melalui
berpuasa di bulan Ramadhan.
Predikat takwa adalah sesuatu yang nilainya sangat agung,
karena Allah telah berfirman bahwa surga itu disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa. “Wa saari’u ila maghfiratim mirrabbikum wa jannatin ‘ardhuhas
samaawaatu wal ardhu, u’iddat lil muttaqiin.” Dan bersegeralah kamu mencari
ampunan dari Rabb-mu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi
yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S Ali Imran 133).
Jadi takwa itu adalah boarding pass ke surga. Oleh sebab itu
janganlah lalai sedikitpun untuk mendapatkan dan menjaga takwa itu. Sungguh
takwa semestinya selalu ada dalam diri kita sampai kapanpun.
Orang shalih menyambut ramadhan dengan gembira.
Para ulama salaf dan orang-orang shalih menyambut Ramadhan
dengan penuh kegembiraan. Enam bulan sebelum Ramadhan mereka telah berdoa agar
mendapatkan Ramadhan yang berikutnya.
Diantara doa yang mereka panjatkan adalah : “Allahhumma
salimni ila ramadhan wa salimlii ramadhan wa tasallamhu minni mutaqaabilan”. Ya Allah, selamatkan kami hingga dapat
merasakan Ramadhan, dan selamatkan kami untuk Ramadhan, dan diterima amal
ibadah kami setelah Ramadhan.
Semakin dekat Ramadhan maka semakin meningkat pula
kegembiraan mereka. Kenapa bisa begitu, karena sungguh mereka sangat paham
keutamaan dan keistimewaan bulan Ramadhan. Mereka telah siap untuk melaksanakan
berbagai ibadah Ramadhan guna mencapai tingkat takwa.
Gembira karena banyak keutamaan
Sungguh sangatlah banyak
keutamaan dan keistimewaan yang ada pada Ramadhan. Semuanya sangatlah
patut membuat kita menjadi gembira dengan kedatangannya. Diantaranya adalah :
Pertama : Ada kesempatan untuk mendapat berkah yang lebih besar. Rasulullah
bersabda : Qad jaa’akum syahrur ramadhan, syahru mubaarak. Sungguh telah datang kepada kalian bulan
Ramadhan, bulan yang penuh berkah. (H.R Imam Ahmad dan an Nasa’i)
Ketahuilah bahwa kita sangat membutuhkan berkah karena berkah
bermakna kebaikan yang banyak dan terus menerus ada. Imam an Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim berkata : Makna asal
keberkahan adalah kebaikan yang banyak dan abadi (di dunia sampai ke akhirat,
pen.)
Kedua : Ada kesempatan untuk mendapat ibadah satu malam bernilai ibadah seribu
bulan. Dan ini tidak ada pada bulan lain kecuali pada Ramadhan saja. Allah
berfirman : “Wamaa adraaka maa lailatul qadri. Lailatul qadri khairum
minalfi syahr”. Dan tahukah kamu
apakah malam kemuliaan itu. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu
bulan. (Q.S al Qadr 2-3).
Ketiga : Ada kesempatan untuk diampuni dosa-dosa yang telah lalu.
Rasulullah bersabda : “Man shama ramadhaana imanan
wahtisaaban ghufiralahu maa taqaddama min dzambih”. Barang siapa berpuasa
Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu. (H.R Bukhari dan Muslim).
Keempat : Ada kesempatan doa diijabah. Rasulullah bersabda : Tsalatsa da’awaatin
mustajaabaat, da’watush shaa’imi, wa da’watul mazhluumi, wa da’watul musaafir.
Ada tiga macam doa yang dikabulkan, doa orang yang berpuasa, doa
orang yang terzhalimi dan doa orang musafir (H.R Imam al Baihaqi).
Kelima : Ada kesempatan mendapat perisai sebagai benteng terhadap api neraka. Rasulullah
bersabda : Ash shiyamu junnatun yastahjinnu bihal ‘abdu minnaar. Puasa
merupakan perisai yang digunakan seorang hamba untuk membentengi diri dari
neraka (H.R Imam Ahmad).
Bergembira dengan hukum atau ketetapan Allah
Selain itu kita perlu pula bergembira jika berhadapan dengan syari’at,
hukum ataupun ketetapan Allah. Ketahuilah bahwa hukum Allah itu adalah berupa
perintah dan larangan. Jika ada perintah maka pasti disitu ada kebaikan, dan
jika ada larangan maka pasti disitu ada mudharat bagi manusia. Manfaat dan
mudharat itu bisa ada yang diketahui sebagiannya, belum diketahui atau tidak
diketahui sama sekali karena keterbatasan ilmu yang ada pada manusia. “Wamaa
uutiitum minal ‘ilmi illaa qaliilaa” Sedangkan kamu diberi pengetahuan yang
sedikit. (Q.S al Israa’ 85).
Jadi pantaslah kegembiraan itu muncul karena semua hukum dan
ketetapan Allah adalah untuk kebaikan manusia di dunia maupun di akhirat.
Hal itu juga membuat seorang mukmin jika berhadapan dengan
hukum-hukum Allah maka mereka langsung mengambil posisi sami’na wa atha’na,
kami dengar dan kami patuhi.
Sungguh, Ramadhan dan kewajiban shaum adalah hukum atau
ketetapan Allah Ta’ala. Bulan yang
memiliki banyak keutamaan kebaikan dan berkah. Oleh karenanya orang yang
beriman dan berakal (sehat) pasti akan gembira dengan kedatangan Ramadhan dan
bersedih dengan kepergiannya.
Allah berfirman : “Qul
bifadhlillahi wa bi rakhmatihi fa bidzaalika falyafrahuu, huwa khairun mimmaa
yajma’uun.” Katakanlah (Muhammad), dengan karunia Allah dan rakhmat Nya,
hendaknya dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka
kumpulkan. (Q.S Yunus 58).
Para ulama menjelaskan bahwa ayat ini merupakan dalil yang
mewajibkan untuk menghadirkan kegembiraan dalam hati seorang hamba jika berhadapan dengan
syari’at
atau ketetapan Allah.
Selanjutnya para ahli Tafsir menjelaskan bahwa makna karunia
dalam ayat ini bukanlah harta atau perhiasan dunia tetapi maknanya adalah iman.
Sedangkan rakhmat disini maknanya adalah al Qur’an. Ini
antara lain sebagai mana yang dijelaskan oleh Imam Mujahid, murid Ibnu Abbas.
Sungguh ketetapan syari’at tentang kewajiban berpuasa adalah
dari al Qur’an sehingga menjadi wajib untuk menyambutnya dengan kegembiraan.
Para ulama terdahulu juga ada yang memberikan penjelasan
bahwa kegembiraan menyambut Ramadhan menjadi barometer imannya. Semakin kuat
iman seseorang maka semakin besar pula kegembiraannya menyambut Ramadhan.
Begitupun sebaliknya.
Lalu bagaimana dengan sebagian manusia yang merasa sedih dan
berat dengan datangnya Ramadhan. Wallahu a’lam, mungkin keimanannya bisa
dipertanyakan.
Pada kenyataannya ada pula sebagian orang yang bergembira
menyambut Ramadhan bukan karena imannya tapi karena akan mendapatkan tambahan
harta dunia. Misalnya akan mendapatkan THR dan berbagai hadiah. Mungkin juga pedagang yang membayangkan bahwa dagangannya
akan lebih laris sehingga akan mendatangkan keuntungan lebih besar dari biasa.
Atau kesempatan cuti dan mudik bertemu dengan sanak keluarga.
Ini tentu tidak salah, asal tetap memelihara kegembiraannya
menyambut Ramadhan dalam rangka
melaksanakan perintah Allah dan
kesempatan untuk mendapat nilai takwa bukan karena keuntungan atau
manfaat duniawi.
Bahkan terkadang bukan hanya orang muslim yang bergembira,
bisa jadi non muslim juga ikut gembira karena dagangannya akan lebih banyak
laku dan produknya akan lebih banyak terjual. Tapi kegembiraan mereka hanya
sebatas harta dunia dan tidak memiliki nilai ukhrawi sedikitpun.
Kiranya patut kita perhatikan apa yang dikatakan oleh Syaikh
Dr. Abdurrahman as Sudais yang kita kenal pernah dalam waktu yang lama menjadi
Imam Besar Masjidil Haram. Dalam satu khutbahnya di Masjidil Haram menjelang
Ramadhan beberapa tahun yang lalu, mengingatkan kaum muslimin agar bergembira dengan
kedatangan Ramadhan. Syaikh as Sudais berkata :
Wahai umat Islam, bergembiralah dengan kedatangan bulan
Ramadhan yang mulia, sebab Ramadhan merupakan kesempatan yang sangat baik bagi
kalian, yaitu :
Pertama : Bagi orang-orang yang taat untuk menambah amal shalihnya.
Kedua : Bagi orang-orang yang selama ini mungkin penuh dosa, ini merupakan
kesempatan paling berharga untuk memohon ampun dan bertaubat, kembali kepada
syari’at Islam yang benar.
Semoga Allah menumbuhkan kegembiraan dihati kita dalam
menyambut Ramadhan tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang. Kita juga berdoa
semoga Allah memberi kita kekuatan untuk beribadah pada bulan Ramadhan tahun
ini lebih baik dari Ramadhan ramadhan yang telah lalu. Insya Allah.
Wallahu A’lam. (346)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar