BERUNTUNG HAMBA ALLAH YANG ISTIQAMAH MELAKUKAN ITTIKAF
Disusun oleh : Azwir B. Chaniago
Ittikaf di sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan adalah ibadah yang sangat dianjurkan meskipun tidak wajib. Rasulullah
Salallahu ‘alaihi Wasalam telah memberi contoh dan mengajarkan kita untuk
melakukan ibadah ittikaf di masjid yaitu sebagaimana sabda beliau yaitu dari Abdullah bin
Umar bahwa ia berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ –
صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ
Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam (melakukan) ittikaf sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan. (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Diantara
keutamaan ittikaf adalah untuk lebih fokus dalam beribadah dan MENCARI LAILATUL
QADR.
Lalu apa makna ittikaf ?. Secara bahasa ittikaf bermakna menetapi
sesuatu dan menahan diri agar senantiasa tetap berada padanya, baik itu berupa
kebajikan ataupun keburukan. Menurut
syariat, i’tikaf adalah menetapnya seorang muslim di dalam masjid untuk
melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah Ta’ala.
Di
negeri kita, alhamdulillah, sangatlah banyak saudara saudara kita yang secara
kontinyu, terus menerus setiap tahun melaksanakan ittikaf pada sepuluh hari
terakhir. Sungguh beruntung orang orang yang istiqamah dalam amal ibadah ini.
KENAPA ?.:
(1) Karena telah menghidupkan salah satu sunnah Rasulullah Salallahu ‘alahi
Wasallam. Beliau bersabda :
من أحيا سنتي فقد أحبني ومن أحبني كان معي في الجنة
.
Barangsiapa yang menghidupkan sunnahku maka
dia telah mencintaiku. Barangsiapa mencintaiku maka dia akan bersamaku di
surga. (H.R at Tirmidzi).
(2) Karena telah mengambil bagian yang
banyak dari pahala dan kebaikan bulan Ramadhan yaitu dengan beribadah lebih
optimal di sepuluh hari terakhir.
(3)
Sangat besar kemungkinan mendapatkan lailatul qadr yang lebih baik dari
seribu bulan.
Selain
itu ADA KEUNTUNGAN YANG SANGAT BESAR LAGI BAGI MEREKA yaitu ketika pada suatu
waktu mereka terhalang karena udzur syar’i sehingga tak bisa melaksanakan
ittikaf, seperti adanya wabah covid
19 pada Ramadhan tahun 1441 H maka dia
akan dihitung sebagai melakukan ittikaf. Oleh karena itu para AHLI ITTIKAF jangan
terlalu bersedih jika pada satu waktu terhalang berittikaf karena
ada udzur.
Abu
Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ
يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
Jika
seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat
baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika
sehat. (H.R Imam Bukhari)
Hadits
ini menceritakan saat Yazid bin Abi Kabsyah puasa ketika safar, Abu Burdah
lantas mengatakan padanya bahwa ia baru saja mendengar Abu Musa mengatakan
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti yang disebutkan.
Ibnu
Hajar berkata : Hadits di atas berlaku untuk orang yang ingin melakukan
ketaatan lantas terhalang dari melakukannya. Padahal ia sudah punya niatan
kalau tidak ada yang menghalangi, amalan tersebut akan DIJAGA RUTIN. (Fathul Bari).
Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عن ابن عباس رضي الله عنهما، عن رسول الله صلى الله عليه
وسلم فيما يرويه عن ربه تبارك وتعالى قال: فمن هم بحسنة فلم يعملها كتبها الله
عنده حسنة كاملة، وإن هم بها فعملها كتبها الله عنده عشر حسنات إلى سبعمائة ضعف
إلى أضعاف كثيرة، وإن هم بسيئة فلم يعملها كتبها الله عنده حسنة كاملة وإن هم بها
فعملها كتبها الله سيئة واحدة
Dari
Ibnu Abbas radhiiallahu ‘anhuma dari Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam berdasarkan apa yang beliau riwayatkan dari Rabbnya tabaraka wa ta’ala : Barangsiapa memiliki keinginan melakukan
kebaikan akan tetapi tidak dia lakukan (karena udzur) maka Allah menulis di sisi-Nya kebaikan penuh. Dan jika
dia memiliki keinginnan melakukan kebaikan, lantas benar-benar dia lakukan,
Allah tulis di sisi-Nya sepuluh kali kebaikan, hingga tujuh ratus kali kebaikan
hingga berlipat sangat banyak.
Dan jika dia memiliki keinginan melakukan keburukan, namun
tidak jadi dilakukannya, maka Allah tuliskan di sisi-Nya satu kebaikan. Dan
jika dia memiliki keinginan buruk, kemudian benar-benar dilakukannya, Allah
hanya akan menulis di sisi-Nya satu keburukan. (H.R Imam Muslim)
Oleh
karena itu hamba hamba Allah yang terhalang untuk melakukan ittikaf karena
udzur syar’i seperti adanya wabah penyakit yang berbahaya ataupun penghalang
lainnya yang syar’i maka baginya tetap
dihitung sebagai melakukan ittikaf.
Bagaimana hitungannya, semuanya tentu sesuai kehendak Allah Ta’ala Yang Maha
Pemurah. Itulah diantara kemurahan Allah Ta’ala bagi hamba hamba-Nya yang
istiqamah yaitu terus menerus, rutin dalam suatu ibadah termasuk ittikaf.
Insya
Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.979)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar