KALAU TAK ADA MANFAAT JANGAN BICARA
Oleh : Azwir B. Chaniago
Diantara nikmat yang besar yang diberikan
Allah Ta’ala kepada manusia adalah memiliki lidah dan mulut yang bisa
berbicara. Bisa berkomunikasi diantara sesama. Ketika kita meyakini dengan
sungguh sungguh bahwa sesuatu itu adalah NIKMAT DARI ALLAH maka kita tidak punya
pilihan dalam menggunakan nikmat itu kecuali sebagai SARANA MENCARI RIDHA
ALLAH.
Nah, berkaitan dengan nikmat lisan maka
syariat Islam yang agung tidak menganjurkan manusia untuk banyak berbicara
kecuali untuk sesuatu yang bermanfaat.
Kalau kita perhatikan di zaman ini sangatlah
banyak manusia yang berbicara sesukanya bahkan tanpa ilmu. Tak paham masalah yang dibicarakan atau dikomentari. Akibatnya timbul salah
paham, perdebatan bahkan pertengkaran dan bisa pula mendatangkan permusuhan. Sungguh Allah Ta’ala
telah mengingatkan, sebagaimana firman-Nya :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ
وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Dan
janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran,
penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya. (Q.S
al Isra’ 36).
Ketahuilah bahwa banyak bicara adalah suatu perkara yang dibenci oleh sahabat,
ulama ulama salaf dan orang orang shalih. Mereka mengingatkan manusia agar bicara secukupnya
dan seperlunya saja dan untuk sesuatu
yang bermanfaat.
Perhatikanlah nasehat berharga dari para salaf
dan orang orang shalih agar seseorang
tidak banyak berbicara, diantaranya :
Pertama
: Umar bin Khaththab berkata : Semoga Allah merahmati orang yang menahan diri
dari banyak berbicara dan lebih mengutamakan banyak beramal. (Uyun al Akhbar,
Ibnu Taimiyah).
Kedua
: Ibnu Mas’ud mengingatkan : Jauhilah oleh kalian sikap berlebihan dalam
berbicara. Cukup bagi seseorang untuk berbicara seperlunya. (Jami’ul Ulum wal
Hikam, Ibnu Rajab).
Ketiga
: Atha’ bin Rabbah seorang Tabi’in berkata : Kaum salaf membenci sikap berlebihan dalam
berbicara. Mereka menganggap selain membaca al Qur an, ber-amar ma’ruf nahi
munkar, atau berbicara tentang kehidupan yang harus dibicarakan, sebagai sikap
berlebihan dalam berbicara.
Keempat
: Ibnu Hibban berkata : Yang harus dilakukan orang yang berakal adalah DIAM
SAMPAI ADA HAL YANG HARUS DIBICARAKAN. Orang yang paling lama
kesedihannya dan orang yang paling besar ujiannya adalah orang yang diuji
dengan lisan yang banyak bicara dan kurang bermanfaat.
Kelima
: Imam an Nawawi
dalam syarah shahih Muslim berkata : Orang yang ingin berkata hendaknya dia memikirkan
perkataannya sebelum diucapkan. Jika terlihat mashlahatnya, silahkan ia
berbicara. Jika tidak, sebaiknya ia menahan
perkataannya.
Ketahuilah saudaraku bahwa kebiasaan banyak
berbicara akan membuka celah berbuat kesalahan. Orang yang banyak bicara akan
banyak pula salahnya sehingga akhirnya bisa membahayakan dirinya.
Rasulullah bersabda : “Tsakilatka ummuka ya muaadz, wa hal yukibbun naasa ‘ala wujuuhihim
finnaari illaa hasha-idu alsinatihim”. Merugi ibumu wahai Muaadz. Tidak ada
yang melemparkan manusia ke neraka kecuali hasil yang dipetik dari lisan
mereka. (H.R Ibnu Majah dan at Tirmidzi).
Rasulullah juga telah mengingatkan kita
dalam sabda beliau :
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ
تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
Di antara kebaikan islam
seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (H.R at Tirmidzi dan
Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
Imam Ibnu Rajab antara lain menjelaskan : Maksud hadits ini,
salah satu tanda bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan apapun yang
tak perlu baginya baik itu berupa
perkataan maupun perbuatan. Ia hanya berkata dan berbuat apa yang perlu
baginya. Keperluan yang dimaksud adalah perkara yang ia butuhkan sehingga ia
mencari dan mengharapkannya (Jami’ul ulum wal Hikam).
Selanjutnya Imam Ibnu Rajab berkata : Para ulama salaf sangat memuji orang
diam yang ingin meninggalkan keburukan dan perkara yang tidak perlu baginya.
Mereka selalu membina dan memperjuangkan diri untuk diam dari hal-hal yang
tidak perlu bagi mereka. (Jami’ul Ulum wal Hikam)
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Orang
yang menyibukkan dirinya dengan perkara yang tidak berguna baginya (perkataan
dan perbuatan, pen), maka kualitas keislamannya tidak baik. Dan hal ini nampak
pada sebagian besar manusia, dimana anda dapati mereka banyak mengatakan
sesuatu yang tidak berguna atau menanyakan sesuatu yang tidak bermanfaat kepada
orang lain. Semua ini menunjukkan lemahnya kualitas keislaman mereka.
(Syarah Hadits Arba’in an
Nawawiyah).
Kesimpulannya adalah berpikirlah sebelum
berbicara sehingga tidak mendatangkan penyesalan. Imam Hasan al Bashri mengingatkan : Mereka berkata bahwa lidah orang bijak ada
dibelakang hatinya. Ketika ingin berbicara ia memikirkan dulu di hatinya. Jika
perkataaan itu baik ia mengucapkannya dan jika tidak maka ia menahan lidahnya.
Adapun orang bodoh, hatinya diujung lidahnya dimana lidahnya tidak kembali
kehatinya. Apa yang ada diujung lidahnya dia ucapkan semuanya.
Ketahuilah bahwa diantara
penyebab manusia banyak bicara adalah karena mereka selalu membicarakan semua
yang dia dengar dan yang dia lihat. Akhirnya
bisa jatuh kepada kebohongan padahal berbohong adalah salah satu dosa besar.
(Lihat al Kaba-ir, Imam adz Dzahabi)
Dari Abu Hurairah, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ
يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Cukup seseorang dikatakan dusta,
jika ia menceritakan segala apa yang ia dengar. (H.R Imam Muslim).
Oleh karena itu mari kita jaga lisan kita untuk hanya berbicara yang bermanfaat. Bukankah kita sering kali enteng berkomentar baik dengan lisan dan juga tulisan. Juga ringan membuat pernyataan, bahkan sering tak merasa bersalah menghujat ataupun mengghibah orang lain.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Salallahu
‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
Barang siapa yang beriman kepada
Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.
(Mutafaq ‘alaihi).
Sungguh cukuplah hadits ini
mengingatkan kita untuk hanya berbicara ketika bermanfaat dan menahan diri
untuk membicarakan sesuatu yang tidak
jelas dan tak bermanfaat.
Insya Allah
ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.472)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar