JANGAN SUKA MENUDUH SESEORANG BERBUAT GHIBAH
Oleh : Azwir B. Chaniago
Berbuat
ghibah adalah salah satu perbuatan tercela dan dilarang dalam syariat Islam.
Alah Ta’ala dengan tegas melarangnya. Allah berfirman :
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ
بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Dan janganlah kamu mencari cari kesalahan
orang lain, dan janganlah ada diantara kamu yang menghibah sebagian yang
lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati. Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh
Allah Maha Mengetahui dan Mahateliti. (Q.S al Hujuraat 12).
Dalam ayat ini Allah memberikan perumpamaan
yang sangat buruk bagi pelaku ghibah yaitu seperti memakan daging bangkai
manusia. Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin menjelaskan bahwa ayat ini sebagai bentuk penghinaan terhadap
orang yang mengghibah supaya tidak ada
seorang pun yang melakukannya.
Tentang makna ghibah dijelaskan dalam sabda
Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ
رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ :
أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ
مِا تَقُوْلُ فَقَدِ اْغْتَبْتَهُ, وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ
فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tahukah
kalian apakah ghibah itu ?. Sahabat menjawab : Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Yaitu engkau
menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ditanya : Bagaimanakah pendapat engkau, jika itu memang benar ada padanya ?,
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Kalau memang sebenarnya begitu
berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak
benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya. (H.R Imam Muslim, at Tirmidzi
dan Abu Dawud).
Namun demikian ketahuilah bahwa tidak semua
ungkapan atau pembicaraan tentang orang lain dinilai sebagai mengghibah.
Perhatikanlah hadits berikut ini :
عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ
قَيْسٍ أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَأَبَا جَهْمٍ خَطَبَانِي فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا
يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ
انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ انْكِحِي أُسَامَةَ
فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا
Dari Fathimah binti
Qais radhiyallahu’anha, dia menuturkan bahwa suatu ketika Mu’waiyah bin
Abi Sufyan dan Abu Jahm ingin melamarku, maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : Adapun Abu Jahm, dia itu tidak pernah
meletakkan tongkatnya dari bahunya. Adapun Mu’awiyah adalah orang yang
miskin, tak berharta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid. Namun aku tidak
menyukainya. Lalu beliau bersabda : Menikahlah dengan Usamah. Maka akupun
menikah dengannya sehingga Allah menjadikan kebaikan padanya (H.R Imam Muslim).
Berkenaan dengan hadits ini, Imam
an Nawawi rahimahullah berkata : Di dalam hadits ini terdapat dalil
yang menunjukkan bolehnya menyebutkan apa-apa yang terdapat pada diri seseorang
ketika bermusyawarah dan meminta nasehat, dan hal ini tidak termasuk dalam
perbuatan ghibah atau menggunjing yang diharamkan, bahkan hal ini adalah
nasehat yang wajib.
Para ulama mengatakan bahwa ghibah
diperbolehkan pada enam keadaan, salah satunya adalah ketika dimintai nasehat
-pendapat tentang orang lain yang hendak dinikahi atau menjadi rekan
bisnis dan semacamnya, pent. (Syarh Shahih Muslim, asy Syamilah)
وقد سمع أبو تراب النخشبي
أحمد بن حنبل وهو يتكلم في بعض الرواة فقال له: أتغتاب العلماء؟! فقال له: ويحك!
هذا نصيحة، ليس هذا .
Abu Turab an-Nakhasyabi pernah
mendengar Imam Ahmad bin Hanbal ketika dia sedang membicarakan atau mengkritik
sebagian periwayat. Maka dia berkata kepadanya, : Apakah kamu menggunjing para
ulama ?. Maka beliau berkata kepadanya : Celaka kamu ! Ini adalah nasehat,
ini bukan ghibah. (Disebutkan dalam al-Ba’its al-Hatsits, asy-Syamilah).
Oleh karena itu janganlah bermudah mudah
mengatakan bahwa si Fulan atau si Fulanah telah melakukan ghibah. Atau
mengatakan kepada seseorang : Jangan suka melakukan ghibah. Ketahuilah
bahwa memang ada bentuk ghibah yang diperbolehkan.
Diantaranya sebagaimana dijelaskan dalam hadits diatas.
Perlu menjadi perhatian bahwa terkadang kita membicarakan aib atau
keburukan seseorang kepada orang lain agar dia hati hati dan waspada.
Diantaranya contoh yang sederhana adalah ketika seseorang menceritakan
keburukan tetangganya kepada tetangga yang lain. Saya ingin memberitahukan tentang si Fulanah kepadamu. Dia suka meminjam uang atau barang tapi tak mau
mengembalikan. Ungkapan semacam ini tidaklah termasuk ghibah karena bertujuan
mengingatkan orang lain dan bukan tujuan membuka aibnya atau mengghibahnya.
Namun demikian orang orang beriman tetaplah
berhati hati menyebut kekurangan atau aib orang lain sehingga menjadi perbuatan
ghibah yang merupakan dosa besar. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.
Wallahu A’lam. (1.485)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar