Minggu, 30 Juni 2024

DIBUTUHKAN KESABARAN DALAM MENJAUHI LARANGAN ALLAH

 

DIBUTUHKAN KESABARAN DALAM MENJAUHI LARANGAN ALLAH

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Dua perkara pokok dalam syariat adalah : (1) Melaksanakan perintah Allah Ta'ala sesuai kemampuan. (2) Menjauhi larangan-Nya secara totalitas. Ketahuilah bahwa semua perintah Allah Ta'ala dan semua larangan-Nya pastilah memiliki kebaikan bagi kita hamba hamba-Nya. Kebaikan itu ada yang kita ketahui bentuk dan sifatnya tetapi  ada pula yang tidak  kita ketahui.

Dua perkara ini, baik dalam melaksanakan perintah Allah ataupun menjauhi larangan-Nya SUNGGUH SANGAT DIBUTUHKAN KESABARAN. Bahkan pada tahap awal bisa jadi dibutuhkan pemaksaan diri. Ketahuilah bahwa bagi orang orang yang takut kepada Allah Ta'ala dengan sebenar benar takut maka dua perkara ini tentulah terasa lebih ringan. 

Ketahuilah bahwa tentang SABAR MENJAUHI LARANGAN ALLAH TA'ALA dijelaskan oleh  Syaikh Muhammad Shalih al Utsaimin. beliau berkata : Sabar dalam menjauhi yang dilarang Allah Ta'ala, yaitu hendaklah manusia menahan diri dari yang Allah haramkan, karena jiwa ini senantiasa memerintah kepada keburukan. Hendaklah seorang hamba sabar untuk menjauhi yang diharamkan Allah.

Beliau juga memberi nasehat : Sabar dalam menjauhi larangan Allah, misalnya sebagian orang telah tergelincir dalam kegiatan yang diharamkan Allah Ta'ala seperti (urusan) riba, penipuan, kecurangan dan lain lain yang diharamkan Allah Ta'ala, maka hendaklah dikatakan kepadanya : Bersabarlah saudaraku, janganlah engkau bermuamalah dengan cara yang haram.

Ada yang mempunyai kebiasaan memandang wanita. Kamu dapati orang seperti ini senang berjalan jalan di pasar (di mal, peny.). Setiap kali ada wanita melintas ia akan mengamatinya. Hendaklah dikatakan kepadanya : Bersabarlah saudaraku, jauhilah perbuatan (buruk) ini. (Tafsir Juz 'Amma).

Bersabar dalam menjauhi larangan Allah Ta'ala adalah sesuatu yang SANGAT BERAT bagi sebagian manusia karena :

(1) Manusia itu memiliki hawa nafsu dan nafsu  yang terkadang sulit untuk untuk  dikendalikan.  Dan hawa nafsu itu cenderung kepada keburukan dan melalaikan. Allah Ta'ala berfirman : 

وَمَآ أُبَرِّئُ نَفْسِىٓ ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِالسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓ ۚ إِنَّ رَبِّى غَفُورٌ رَّحِيمٌ

(Yusuf berkata) Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Rabb-ku. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Q.S Yusuf 53).

Dalam kitab Tafsir Kariimir Rahman di sebutkan bahwa : “Sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan” maknanya adalah seringkali (nafsu itu) memerintahkan pemiliknya untuk berbuat keburukan yakni perbuatan keji dan segala dosa. (Syaikh as S'adi).

(2) Manusia mempunyai musuh yang nyata yaitu syaithan yang selalu berusaha menggoda dan mendorong untuk melakukan kemaksiatan dan dosa. Allah Ta'ala  berfirman : 

إِنَّمَا يَأْمُرُكُم بِٱلسُّوٓءِ وَٱلْفَحْشَآءِ وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Sesungguhnya (syaithan) itu hanya menyuruh kamu agar berbuat jahat dan keji dan mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah (Q.S al Baqarah 169)

Wallahu A'lam. (3.308)

 

 

 

  

Kamis, 27 Juni 2024

SETELAH BERTAUBAT JANGAN MELAKUKAN DOSA LAGI

 

SETELAH BERTAUBAT JANGAN MELAKUKAN DOSA LAGI

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Setiap hamba Allah pasti berbuat salah. Perkara ini disebutkan Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam dalam sabda beliau :

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.

Setiap anak Adam (manusia) pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat. (H.R at Tirmidzi).

Prof. Dr. Shalih Ghanim as Sadlan menjelaskan : Secara syar’i  taubat adalah meninggalkan dosa karena takut kepada Allah, menganggapnya buruk, menyesali perbuatan maksiatnya, bertekad kuat untuk tidak mengulanginya dan terus memperbaiki apa yang bisa diperbaiki dari amalnya.

Bahwa hakikat taubat adalah perasaan hati yang menyesali perbuatan maksiat yang sudah terjadi. Lalu mengarahkan hati kepada Allah Ta’ala pada sisa usianya serta (selanjutnya) menahan diri dari dosa. Berbuat dosa. Melakukan amal shalih dan meninggalkan larangan adalah wujud nyata dari taubat. 

Taubat mencakup penyerahan diri seorang hamba kepada Rabb-nya, inabah yaitu kembali kepada Allah Ta’ala dan konsisten menjalankan ketaatan. Jadi, sekedar meninggalkan perbuatan dosa namun tidak melaksanakan amalan yang dicintai Allah Ta’ala maka itu belum dianggap bertaubat. (Kitab At Taubatu Ilallah).

Sungguh, Allah Ta'ala memerintahkan hamba hamba-Nya untuk senantisa bertaubat sebagaimana firman-Nya :

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang orang yang beriman, agar kamu beruntung. (Q.S an Nur 31).

 Allah Ta'ala berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ

Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang sebenar benarnya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (Q.S at Tahrim 8).

Dan juga, sungguh Allah Ta’ala telah melapangkan dan melonggarkan serta memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada kita untuk bertaubat kepada-Nya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :

إِنَّ اللهَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ النَّهَارِ ، وَبِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ اللَّيْلِ

Sungguh, Allah meluaskan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat dari hamba yang bermaksiat di siang hari. Dan Allah meluaskan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat dari hamba yang bermaksiat di malam hari (H.R Imam Muslim).

Namun demikian seorang hamba yang telah bertaubat mestilah berusaha keras dan menahan diri UNTUK TIDAK melakukan dosa dan maksiat apalagi mengulangi dosa yang sama.

Syaikh Muhammad Shalih al Utsaimin berkata : Seseorang tidaklah meneruskan kesalahan yang telah dia perbuat. TIDAK SAH TAUBAT BILA SESEORANG MASIH TERUS MELAKUKAN KESALAHAN YANG SAMA, karena orang yang bertaubat adalah orang yang kembali (kepada jalan yang lurus, peny.)

Jika seseorang berucap : Astaghfirullah wa atuubu ilaihi (aku memohon ampun kepada Allah Ta'ala dan bertaubat kepada-Nya) dari memakan riba. Namun, ia masih terus memakan riba tentu taubatnya TIDAK SAH.

Seandainya dia berkata : Astaghfirullah, aku tidak akan melakukan ghibah !. Ghibah adalah menyebut nyebut  pada diri orang lain  sesuatu yang dibencinya. Namun dalam setiap majelis ia terus berbuat ghibah atau menggunjingkan orang lain, TENTU TAUBATNYA TIDAK SAH. (Dia harus mengulang taubatnya, peny.).

Bagaimana taubatnya dikatakan sah sementara ia terus melakukan kesalahan yang sama. Ia mesti meninggalkan perbuatan maksiat yang dia telah dia telah bertaubat darinya. (Tafsir Juz 'Amma, dengan diringkas, tanpa mengurangi makna).      

Wallahu A'lam. (3.307)

 

 

 

SHALAT BERJAMAAH DI MASJID DAPAT PAHALA SEPERTI BERHAJI

 

SHALAT BERJAMAAH DI MASJID DAPAT PAHALA SEPERTI BERHAJI

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Sungguh, kita menyaksikan sangatlah banyak saudara saudara kita sesama muslim yang membiasakan diri shalat berjamaah di masjid. Kenapa ?, karena paham betul bahwa shalat berjamaah di masjid bagi laki laki adalah wajib. Diantara dalilnya adalah :

Pertama :  Surat al Baqarah 43. Allah Ta'ala berfirman : 

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang yang rukuk. (Q.S al Baqarah 43).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan tentang ayat ini bahwa : Hendaklah kalian bersama orang orang beriman dalam berbagai perbuatan mereka yang terbaik. Dan yang paling utama dan sempurna dari semua itu adalah shalat. Dan banyak ulama yang menjadikan ayat ini sebagai dalil bagi diwajibkannya shalat berjamaah. (Tafsir Ibnu Katsir).

Syaikh Abdurrahman  bin Nashir as Sa’di  menjelaskan : “Dan rukuklah bersama orang  yang rukuk” maksudnya shalatlah bersama orang orang yang shalat. Dalam hal ini ada suatu perintah untuk shalat berjamaah dan kewajibannya. Tafsir Taisir Karimir Rahman)

Kedua : Hadits tentang memenuhi seruan adzan. Rasulullah  Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ إِلاَّمِنْ عُذْرٍ

Barangsiapa mendengar seruan adzan tapi tidak memenuhinya, maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur. H.R Ibnu Majah, Ad Daru Quthni, Ibnu Hiban dan al Hakim).

Syaikh Muhammad Shalih al Utsaimin berkata : Yang benar  jamaah itu wajib dilakukan dalam shalat, DAN BUKAN TERMASUK SYARAT SAHNYA SHALAT. Namun bagi yang MENINGGALKAN JAMAAH KETIKA SHALAT (TIDAK SHALAT SECARA BERJAMAAH, PENY.) DIA BERDOSA KECUALI ADA UDZUR SYAR'I.

Dalil yang menunjukkan bahwa jamaah ketika shalat tidak termasuk syarat sah shalat adalah bahwasanya Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam melebihkan PAHALA SHALAT BERJAMAAH ATAS SHALAT MUNFARID (shalat sendiri). Dari Kitab Fiqih Ibadah.

Ketahuilah saudaraku, sungguh sangatlah banyak keutamaan dan manfaat yang akan mendatangi orang orang yang shalat fardhu berjamaah di masjid,  diantaranya adalah dapat pahala seperti melakukan ibadah haji.

Sungguh, meskipun semua orang beriman SANGAT INGIN melaksanakan ibadah haji. Tetapi tidak semua orang mampu atau mendapat kesempatan untuk melakukannya. Namun demikian, bagi orang orang yang senantiasa shalat berjamaah di masjid ada kesempatan mendapatkan pahala seperti berhaji. Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

مَن خرَجَ مِن بيتِه متطهِّرًا إلى صلاةٍ مكتوبةٍ، فأجْرُه كأجرِ الحاجِّ المُحرِمِ،

Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci untuk shalat wajib berjamaah, maka pahalanya seperti pahala orang yang berhaji dan sedang berihram. (H.R Abu Dawud).

Ketahuilah bahwa shalat berjamaah memang mendapat pahala seperti melakukan ibadah haji TETAPI PERKARA INI TIDAKLAH MENGGUGURKAN KEWAJIBAN BERHAJI KE BAITULLAH BAGI YANG MAMPU. 

Saudaraku, selain itu ketahuilah bahwa setiap langkah kaki ke masjid adalah sebagai  perhapus kesalahan dan  kesalahan dan diangkat derajat. Perkara ini dijelaskan  Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam dalam sabda beliau :

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

Barangsiapa bersuci di rumahnya, kemudian berjalan ke salah satu rumah Allah (masjid) untuk melaksanakan kewajiban yang Allah tetapkan, maka kedua langkahnya, yang satu menghapus kesalahan dan satunya lagi meninggikan derajat. (H.R Imam Muslim).

Dan juga Rasulullah Salallau 'alaih Wasallam menjelaskan dalam sabda beliau : 

وَكُلُّ خَطْوَةٍ تَمْشِيهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ

Setiap langkah berjalan (ke masjid) untuk menunaikan shalat adalah sedekah. (H.R Imam Muslim)

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berkata : Setiap langkah kaki menuju shalat adalah sedekah baik jarak yang jauh maupun dekat. (Syarh Arba’in an Nawawiyah).

Sungguh hadits ini mengingatkan orang orang beriman  untuk berwudhu di rumahnya dan JIKA TIDAK TERLALU MEMBERATKAN maka hendaknya berjalan kaki menuju masjid untuk shalat berjamaah.

Itulah sebagian keutamaan shalat berjamaah di masjid bagi laki laki. Dan kita bermohon kepada Allah Ta'ala agar diberi kesempatan, kekuatan dan kemampuan untuk bisa shalat berjamaah di masjid terus meners sampai akhir hayat.

Wallahu A'lam. (3.306).

 

 

Rabu, 26 Juni 2024

BERINFAK DAN BERSEDEKAH MENAMBAH RIZKI

 

BERINFAK DAN BERSEDEKAH MENAMBAH RIZKI

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Ketika seorang hamba membutuhkan tambahan rizki maka jalan paling utama adalah berusaha untuk mencari rizki dengan cara yang baik dan halal. Selain itu   adalah berdoa memohon kepada Allah Ta'ala.  Diantara doa memohon rizki yang diajarkan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya adalah : 

وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

(1) Berilah kami rizki dan Engkau sebaik baik pemberi rizki. (Q.S al Ma-idah 114).

(2) Doa yang biasa  dibaca oleh Rasulullah sebagai bagian dari   dzikir pagi beliau setelah shalat shubuh yaitu : 

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْماً نَافِعاً، وَرِزْقاً طَيِّباً، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima. (H.R Imam  Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Sunni). 

Selain itu, ketika seorang menginginkan tambahan rizki maka SANGAT DIANJURKAN UNTUK BERINFAK DAN BERSEDEKAH. Sungguh Allah Ta'ala berjanji akan memberi ganti berlipat ganda sebagaimana firman-Nya : 

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai. ada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (Q.S al Baqarah 261).

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menjelaskan : Ini merupakan perumpamaan yang Allah buat untuk menggambarkan pelipatgandaan (pahala) bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah dan mencari keridhaan-Nya. Setiap amal kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat hingga 700 kali lipat.”

Syaikh as Sa’di berkata : Nafkah nafkah seperti ini (infak di jalan Allah) akan dilipat gandakan. Kelipatan ini dengan tujuh ratus kali lipat hingga berlipat ganda lagi banyaknya  dari itu. Karena itu Allah berfirman : “Allah melipat gandakan (balasan) bagi siapa yang Dia kehendaki. Itu tentunya sesuai dengan apa yang ada dalam hati orang yang berinfak tersebut dari keimanan dan keikhlasan yang tulus. Juga sesuai dengan kebaikan dan manfaat yang dihasilkan dari infaknya tersebut. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

Tentang pelipatgandaan pahala berinfak juga dijelaskan dalam sabda  Rasulullah Salallahu “alaihi wasallam :  “Man anfaqa nafaqatan fii sabiilillahi, kutibat lahu sab’a mi-ati dhi’fin” Barangsiapa yang berinfak di jalan Allah, maka dicatat baginya tujuh ratus kali lipat. (H.R Imam Muslim).  

Dan juga satu hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman :  

أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ، أُنْفِقْ عَلَيْكَ

Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya Aku berinfak kepadamu. (Muttafaq 'alaih).

Maknanya adalah Aku beri ganti yang lebih baik untukmu. Ini selaras dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :  

وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن شَىْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُۥ ۖ وَهُوَ خَيْرُ ٱلرَّٰزِقِينَ

Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya  (Q.S Saba' 39).

Tentang pelipat gandaan balasan dari sedekah juga dijelaskan dalam sabda Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam :

 

إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ الصَّدَقَةَ وَيَأْخُذُهَا بِيَمِينِهِ فَيُرَبِّيهَا لأَحَدِكُمْ كَمَا يُرَبِّى أَحَدُكُمْ مُهْرَهُ حَتَّى إِنَّ اللُّقْمَةَ لَتَصِيرُ مِثْلَ أُحُدٍ

 

Sesungguhnya Allah menerima sedekah dan mengambilnya dengan Tangan Kanan-Nya kemudian Dia menumbuhkannya untuk salah seorang dari kalian sebagaimana salah seorang dari kalian menumbuhkan (merawat) anak kudanya sehingga satu suapan menjadi seperti Uhud. (H.R at Tirmidzi, shahih lighairihi).

 

Al Mubarakfuri berkata : Bahwa sedekah meningkatkan harta dan menjadi salah satu penyebab keberkahan dan pertambahannya dan (menunjukkan pula), kalau orang yang bakhil, tidak bersedekah, (maka) Allah mempersulit dirinya dan menghambat keberkahan pada harta dan pertambahannya. (Tuhfatul Ahwadi).

 

Wallahu A'lam. (3.305)

 

 

 

 

 

 

 

 

Selasa, 25 Juni 2024

HAMBA ALLAH DIHAPUS DOSANYA DENGAN SHALAT FARDU

 

HAMBA ALLAH DIHAPUS DOSANYA MELALUI SHALAT FARDU

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Ketika seorang hamba tergelincir atau jatuh kepada perbuatan dosa maka yang segera harus dilakukan adalah bertaubat dan memohon ampun. Allah Ta'ala berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ

Wahai orang orang yang beriman !. Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni murninya. Mudah mudahan Rabb kamu akan menghapus kesalahan kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga surga yang mengalir di bawahnya sungai sungai. (Q.S at Tahrim 8).

Selain bertaubat dan memohon ampun, ketahuilah bahwa Allah Ta’ala memberi kesempatan kepada hamba hamba-Nya untuk dihapus dosanya melalui SHALAT FARDHU LIMA WAKTU. Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ

Tidak seorangpun yang bilamana tiba waktu shalat fardhu lalu ia membaguskan wudhunya, khusyu’nya, rukuknya, melainkan shalatnya menjadi penebus dosa-dosanya yang telah lampau, selagi ia tidak mengerjakan dosa yang besar. Dan yang demikian itu berlaku untuk seterusnya. (H.R Imam Muslim).

Jadi, shalat fardhu lima kali sehari semalam bukan hanya sebagai MEMENUHI PERINTAH WAJIB dari Allah Ta'ala. Tetapi Allah Ta'ala Maha Pengampun, shalat fardhu yang dilakukan seorang hamba menjadi penghapus dosa dosanya.

Selain itu ketahuilah bahwa jika seorang hamba ruku' dan sujud dalam shalatnya maka Allah Ta'ala menggugurkan dosa dosanya. Selain itu, ketahuilah bahwa satu hal yang sangat penting  dan seharusnya menjadi perhatian yang serius dari setiap hamba agar tidak terburu buru  bangkit dari ruku’ dan sujud adalah KESEMPATAN UNTUK MENGHAPUS DOSA. Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :  

إن العبد إذا قام للصلاة أتي بذنوبه كلها فوضعت على عاتقيه، فكلما ركع أوسجد تساقطت عنه

Sungguh, jika seorang hamba berdiri untuk shalat, maka semua dosanya didatangkan, dan diletakkan di atas pundaknya. Maka setiap kali dia ruku’ dan sujud, maka berjatuhanlah dosa-dosa tersebut darinya. (Lihat Silsilah al Hadits ash Shahihah no 1398).

Kita bermohon kepada Allah Ta'ala agar diberi taufik untuk selalu patuh dan taat dengan segala perintahnya terutama sekali MENDIRIKAN SHALAT FARDHU sebagaimana disyariatkan.

Sebagai penutup tulisan ini dinukil satu hadits tentang shalat sebagai  AMAL YANG PERTAMA KALI AKAN DIHISAB DI AKHIRAT KELAK sebagaimana sabda Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam bersabda :

 قاَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ – : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi.

Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah ‘Azza wa Jalla  berfirman : Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah. Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya. (H.R at Tirmidzi dan an Nasa’i,  dishahihlan oleh al Hafizh Abu Thahir).

Oleh karena itu hamba hamba Allah hendaklah bersungguh sungguh menjaga shalat fardhu, sebagai memenuhi perintah wajib dan juga mendapatkan banyak keutamaan dan kebaikan.

Wallahu A'lam. (3.304)


Minggu, 23 Juni 2024

INFAK SEDIKIT DALAM NOMINAL BISA JADI NILAINYA LEBIH BESAR

 

INFAK SEDIKIT DALAM NOMINAL BISA JADI NILAINYA LEBIH BESAR

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Kita mengetahui bahwa ada banyak saudara saudara kita yang suka berinfak atau bersedekah dalam jumlah yang sedikit dari segi nominal sesuai kemampuannya. Tetapi banyak pula yang berinfak dalam jumlah besar sesuai kemampuan.

Ketahuilah bahwa ketika seseorang hanya mampu berinfak ataupun bersedekah sedikit secara nominal BISA JADI NILAINYA LEBIH BESAR DI SISI ALLAH TA'ALA, dibanding yang mampu berinfak lebih banyak. Paling tidak ada dua alasan yang membuat infak sedikit bernilai lebih dibanding yang berinfak banyak, yaitu :

Pertama : Sungguh dalam berinfak sangatlah dianjurkan UNTUK TETAP MENJAGA KEIKHLASAN yaitu pada saat akan berinfak, saatt  berinfak dan sesudah berinfak. Ketahuilah bahwa tingkat keikhlasan seseorang dalam berinfak akan ikut menentukan nilai infaknya di sisi Allah Ta'ala.

Kedua : Nilai secara nominal harta yang diinfakkan dibanding harta yang dimiliki juga menjadi penentu balasan dari sisi Allah Ta'ala. Yang tidak dapat nilai tentulah orang orang yang tidak mau berinfak. Seolah olah tangannya terbelenggu ketika mau mengeluarkan harta untuk berinfak sedikit apalagi banyak.

Ketika seseorang berinfak sedikit karena begitulah kemampuannya maka nilainya di sisi Allah bisa lebih besar dari infak dalam jumlah banyak karena memiliki harta berlimpah. Keadaan ini dijelaskan Rasulullah Salallahu 'alaihi Wasallam dalam sabda beliau :

سَبَقَ دِرْهَمٌ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ قَالُوا وَكَيْفَ قَالَ كَانَ لِرَجُلٍ دِرْهَمَانِ تَصَدَّقَ بِأَحَدِهِمَا وَانْطَلَقَ رَجُلٌ إِلَى عُرْضِ مَالِهِ فَأَخَذَ مِنْهُ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ فَتَصَدَّقَ بِهَا

Satu dirham mengungguli seratus ribu dirham. Seorang bertanya : Bagaimana itu (terjadi) wahai Rasulullah ?. Beliau menjawab : Seseorang mempunyai harta yang melimpah lalu dia mengambil dari kantongnya seratus ribu dirham lalu menyedekahkannya, dan seseorang yang lain hanya memilik dua dirham, dia mengambil satu dirham lalu  mensedekahkannya. (H.R Imam an Nasa-i, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam shahihnya).

Dalam perkara ini ingatlah  satu kaidah bahwa : Al jaza’-u min jinsil amal. Sesungguhnya balasan itu berbanding dengan (beratnya) amal perbuatan.

Dari zhahir hadits ini dapatlah kita mengambil pemahaman bahwa seseorang bersedekah satu dirham tentu terasa lebih berat karena punya harta cuma dua dirham. Sedangkan seseorang yang memiliki harta berlimpah maka tidaklah menjadi sesuatu yang berat untuk mengeluar infak atau sedekah seratus dirham.

Ketahuilah bahwa Allah Ta'ala mengingatkan, bahwa berinfak atau bersedekah itu dianjurkan dalam  keadaan sempit dan lapang adalah  salah satu tanda ORANG BERTAKWA, sebagaimana firman-Nya :

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

(Orang yang bertakwa adalah) orang yang menafkahkan hartanya dalam  KEADAAN LAPANG ATAU DALAM KEADAAN SEMPIT, menahan amarahnya dan suka memaafkan kesalahan manusia. Dan Allah menyukai orang orang yang berbuat baik. (Q.S Ali Imran 134).

Wallahu A'lam. (3.303)

 

 

 

 

 

Sabtu, 22 Juni 2024

AL QUR AN OBAT PALING MUJARAB UNTUK PENYAKIT HATI

 

AL QUR AN OBAT PALING MUJARAB UNTUK PENYAKIT HATI

Disusun oleh : Azwir B. Chaniago

Manusia, hakikatnya memiliki dua penyakit yaitu PENYAKIT HATI DAN PENYAKIT FISIK. Kedua jenis penyakit ini  memiliki karakteristik yang sangat berbeda, baik dalam bahayanya maupun keadaannya, diantaranya adalah :

(1) Penyakit fisik biasanya sangat dirasakan oleh penderitanya. Tapi orang lain sering tidak mengetahui apalagi merasakannya. Seseorang yang menderita penyakit maag misalnya maka sipenderita sangat merasakannya. Tapi orang lain bisa jadi tidak mengetahui apalagi merasakannya.

(2) Penyakit hati biasanya tidak dirasakan oleh penderitanya. Tapi sering diketahui dan dirasakan oleh orang lain. Seseorang yang memilki penyakit hati  seperti cepat marah dan emosi maka orang tersebut tidak merasakannya. Tetapi  orang lain sangat merasakannya terutama orang yang menjadi obyek emosinya. Orang yang punya penyakit hati seperti sombong sering tidak mengetahui ada penyakit sombong pada dirinya, tetapi orang lain bisa melihat dan mengetahui  tentang penyakit sombongnya

Tentang hati yang sakit dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim, beliau berkata : Hati yang sakit. Yaitu hati yang masih ada kehidupan padanya,  tetapi berpenyakit. Kadang-kadang sadar untuk berbuat ketaatan terkadang lalai. Kalau banyak lalainya berarti sakitnya parah. Jiika sedikit lalainya berarti sakitnya tidak berat. (al Fawa'id).

Tetapi ketahuilah bahwa seberapa parah dan buruknya tingkat penyakit hati yang ada pada diri seseorang ADA OBATNYA YANG PALING MUJARAB, yaitu kembali kepada petunjuk al Qur an, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

Wahai manusia !. Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (al Qur an) dari Rabb-mu, PENYEMBUH DARI PENYAKIT YANG ADA DALAM DADA dan petunjuk dan rahmat bagi orang orang beriman. (Q.S Yunus 57).

Oleh karena itu berpegang teguhlah kepada al Qur an. Ambillah manfaat yang banyak darinya termasuk sebagai obat paling utama untuk  penyakit hati, yaitu dengan : SENANTIASA MEMBACA AL QUR AN, MENGHAYATI MAKNA MAKNANYA DAN MENGAMALKAN APA APA YANG ADA DI DALAMNYA.

Tentang ayat ini, Syaikh as Sa’di berkata : Al Qur’an merupakan obat penyembuh dari segala macam penyakit yang bersarang di hati, baik itu penyakit syahwat yang menghalangi seseorang dari ketundukan, maupun penyakit syubhat yang merusak keyakinan terdalam seseorang.

 

Apa yang terdapat di dalamnya dari nasihat-nasihat, motivasi-motivasi, ancaman-ancaman, janji-janji, serta ancaman-ancaman, kesemuanya itu akan mempengaruhi rasa semangat seorang hamba dan rasa takutnya. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

 

Dan juga dalam surat al Isra' 82. Allah Ta'ala berfirman :

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

Dan Kami turunkan dari al Qur an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat BAGI ORANG YANG BERIMAN, sedangkan bagi orang yang zhalim (al Qur an itu) hanya akan menambah kerugian.

Syaikh Muhammad Amin asy Synqith  berkata : Penawar atau obat bagi penyakit hati atau jiwa seperti keraguan, kemunafikan dan perkara lainnya. Bisa pula menjadi obat penyakit jasmani jika dilakukan ruqyah kepada orang yang sakit. (Tafsir Adhwaul Bayan).

Tentang surat al Isra’ 82 ini, Syaikh as Sa’di berkata : Al Qur an itu mengandung PENYEMBUH DAN RAHMAT. Akan tetapi itu BUKAN UNTUK SETIAP ORANG. Itu hanya DIPERUNTUKKAN BAGI ORANG ORANG YANG BERIMAN dan membenarkan ayat ayat-Nya lagi mengetahuinya. Adapun orang orang yang zhalim yang tidak membenarkan atau tidak mau mengamalkannya maka ayat al Qur an tidak menambah kepadanya kecuali kerugian belaka.

PENYEMBUHAN yang dimaksud adalah bersifat umum untuk menyembuhkan PENYAKIT HATI dari syubhat dan kebodohan, pemikiran rusak dan penyimpangan yang buruk serta niat yang buruk. (Selain itu) juga untuk MENYEMBUHKAN TUBUH DARI RASA SAKIT DAN GANGGUANNYA. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

 

Wallahu A'lam. (3.302)