SUKA KOMENTAR MESKIPUN TAK TAHU MASALAHNYA
Oleh : Azwir B. Chaniago
Sangatlah banyak manusia di zaman ini yang
senang bahkan sangat rajin memberi komentar dengan ucapan ataupun tulisan terhadap
berbagai hal. Kalau ditilik, sebenarnya dia tak tahu tentang masalah yang
mereka komentari. Kalaupun tahu hanya kulit kulitnya saja, itupun samar samar.
Ketahuilah bahwa yang menjadi kewajiban orang
yang tak tahu adalah mencari tahu dengan bertanya kepada yang mengetahui, BUKAN
BERKOMENTAR. Sungguh Allah Ta’ala berfirman :
فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن
كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
Maka tanyakanlah kepada ORANG YANG BERILMU,
jika kamu tidak mengetahui. (Q.S al Anbiya’ 7)
Ketahuilah bahwa ada banyak contoh atau
peristiwa yang terjadi bagaimana orang orang berkomentar untuk sesuatu yang
tidak mereka ketahui. Akibatnya bisa malu dan menyesal. Diantara kisahnya
adalah sebagai berikut :
Pertama : Seorang ustadz yang biasa shalat maghrib di
masjid dekat rumahnya. Setiap kali selesai shalat maghrib, dia berdzikir dan
setelah itu langsung pulang. Jamaah yang lain melihat ustdaz ini tidak melakukan shalat sunnah ba’da maghrib.
Padahal shalat sunnah maghrib ini adalah sunnah muakkadah.
Lalu sebagian jamaah (yang belum tahu) berkomentar kepada pula temannya : Saya
hampir tidak pernah melihat ustadz itu shalat sunnah ba’da maghrib. Temannya
yang mendengar menjawab : Iya, ya kenapa begitu, saya juga tidak tahu. Nah ini
namanya keliru dalam berkomentar.
Pada hal ustadz ini shalat sunnah ba’da
maghrib di rumah karena ingin mengamalkan sabda Rasulullah : “Idza qadha ahadukumush
shalaata fii masjidihi fal yaj’al libaitihinashiiban min shalaatihi fa
innallaha jaa’ilun fii baitihi min shalaatihi nuuraa”. Apabila seorang di
antara kamu selesai melaksanakan shalat di masjidnya, maka kerjakanlah sebagian
dari shalatnya (shalat sunnah) di rumahnya, karena sesungguhnya Allah
menjadikan sebagian shalatnya sebagai CAHAYA RUMAHNYA. (H.R Imam Muslim no.
375)
Beliau juga bersabda : “Khairu shalaati mar-i fii baitihi illal maktuubah”. Sebaik baik
shalat seseorang adalah yang dilakukan di rumahnya kecuali shalat wajib (H.R
Ibnu Khuzaimah dari Zaid bin Tsabit).
Kedua : Ada seorang yang memiliki harta yang banyak bahkan berlimpah. Kalau dia
shalat Jum’at di masjid kompleks perumahan tempat dia tinggal maka dia tidak
pernah mengisi kotak amal yang beredar dan lewat di depannya. Dia lewati saja.
Dia khawatir kalau mengisi kotak yang beredar
akan dilihat orang paling tidak yang berada di kiri kanan serta yang
dibelakangnya. Kebiasaannya dan terus menerus dia mengisi kotak amal yang ada
di teras masjid sehingga hampir tidak ada yang melihat. Ini untuk menjaga
keikhlasan.
Lalu ada yang berkomentar : Kenapa ya si Fulan
itu tidak pernah mengisi kotak amal yang diedarkan pada hal dia orang banyak
harta. Ini termasuk keliru juga dalam berkomentar.
Ketiga : Ada seorang laki laki yang biasa setiap
pagi mengantar istrinya ke sekolah tempat istrinya mengajar sebelum dia
melanjutkan perjalanan menuju kantornya. Lalu sudah seminggu ini laki laki
tersebut mempunyai kebiasan lain. Sesampai di depan sekolah laki laki ini menghentikan mobilnya, bergegas
turun dari mobil dan membukakan pintu mobil bagi istrinya.
Lalu ada yang melihat dan berkomentar : Nah, lihat itu contoh suami takut
istri, pintu mobil saja dibukakan. Padahal bukan soal takut kepada istri tapi istrinya memang tidak bisa keluar sendiri dari
mobil karena pintu mobil sebelah kiri depan itu sudah seminggu rusak. Tidak
bisa dibuka dari dalam.
Keempat : Imam asy Syaukani, dalam Kitab Fathur
Rabbani menceritakan : Pernah dikisahkan bahwa ada seorang penguasa yang hendak
menghukum dengan hukuman mati seorang rakyatnya karena kesalahan yang tidak
seberapa. Lalu ada seorang ulama yang berusaha dan berupaya melobi penguasa
agar memaafkan dan tidak menghukum mati orang itu. Akhirnya terjadilah
kesepakatan bahwa hukuman mati dibatalkan dan diganti dengan hukuman cambuk.
Tentu ulama ini sangat senang karena usahanya orang yang bersalah ini bisa diselamatkan.
Tapi penguasa memberi syarat bahwa hukuman
beberapa kali cambukan itu harus dilaksanakan di depan orang banyak dan yang
melakukan cambukan haruslah ulama tadi. Pada saat pelaksanaan cambukan orang
orang mencela, mencemooh bahkan ada yang menghina ulama tadi yang telah
bekerjasama dengan penguasa untuk menzhalimi manusia dengan hukuman cambuk
tersebut.
Andaikata orang orang tahu fakta dan jalan
cerita yang sesungguhnya tentu mereka akan sangat berterima kasih dan mendoakan
kebaikan bagi ulama itu, bukan mencela dan menghinanya. Nah, ini juga termasuk
kekeliruan dalam berkomentar.
Tak diragukan bahwa berkomentar untuk sesuatu
yang tak jelas atau tak diketahui adalah berprasangka. Dan biasanya cenderung kepada
prasangka buruk. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang orang orang yang
beriman untuk berprasangka karena termasuk sebagian dari dosa. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا
كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ
Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan) karena sebagian prasangka itu adalah dosa. (Q.S al Hujuraat 12)
Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan) karena sebagian prasangka itu adalah dosa. (Q.S al Hujuraat 12)
Berkenaan dengan ayat
ini Imam Ibnu Katsir berkata : Allah
melarang para hamba-hambanya yang beriman, dari perbuatan curiga, prasangka dan
dugaan, apakah itu kepada keluarganya, kerabat atau manusia pada umumnya jika
tidak pada tempatnya. Sebab pada
sebagian prasangka dan curiga itu terdapat dosa, maka jauhilah perbuatan banyak
curiga sebagai pencegah dari dosa.
Selanjutnya, Imam Ibnu Katsir berkata : Seorang muslim adalah
orang yang selalu memberi udzur kepada orang lain sehingga batinnya selamat.
Sedangkan orang munafik adalah orang yang selalu mencari-cari kesalahan
dan aib orang lain karena bathinnya buruk. (Tafsir Ibnu Katsir)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ
فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ
تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ
إحْوَانًا
Berhati-hatilah kalian dari
(perbuatan) berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta
ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling
memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci.
Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. (H.R Imam Bukhari dan Imam
Muslim)
Amirul Mukminin Umar bin Khaththab
berkata : Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari
saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya
engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik.
Ketahuilah bahwa semua komentar
yang kita ucapkan dan kita tulis antara lain di medsos PASTI AKAN TERCATAT
DENGAN LENGKAP DAN SANGAT AKURAT di sisi Allah Ta’ala. Allah Ta'ala berfirman :
إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ
الشِّمَالِ قَعِيدٌ
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
(Ingatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya) yang satu duduk di
sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tidak ada suatu kata yang
diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).
Q.S Qaaf 17-18.
Oleh karena itu orang orang beriman haruslah senantiasa
menjaga diri agar tidak suka berkomentar
terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya. Diam lebih selamat. Berikan saja
kesempatan berkomentar kepada orang orang yang memang mengetahui keadaan
suatu perkara.
Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua.
Wallahu A’lam. (1.567)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar