Sabtu, 24 Maret 2018

NASEHAT SYAIKH SALIM AL HILALI TENTANG TAWADHU


NASEHAT SYAIKH SALIM AL HILALI TENTANG TAWADHU

Oleh : Azwir B. Chaniago

Secara bahasa tawadhu memiliki berbagai makna diantaranya adalah merendahkan (hati)  dihadapan orang lain tanpa perlu rendah diri. Adapun lawan  dari kata  tawadhu adalah sombong. Sungguh,  tawadhu adalah sikap terpuji. 

Sungguh Allah Ta’ala telah memerintahkan Rasul-Nya  untuk merendahkan diri (hati)  terhadap orang orang yang beriman yaitu sebagaimana firman-Nya : 

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang orang beriman yang mengikutimu. (Q.S asy Syu’ara 215).  
  
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri (tawadhu) sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas yang lain.”  (H.R Imam Muslim no. 2588).

Dan tentang sikap sombong juga dijelaskan oleh Rasulullah dalam sabda beliau : 

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
  
Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia. (H.R Imam Muslim).
Jadi sombong itu kata Rasulullah terkait dengan dua hal yaitu : menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Oleh karena itu seorang hamba hendaknya tidak  merasa lebih dari orang lain agar dirinya terhalang dari sikap merendahkan orang lain.

Oleh karena itu sikap tawadhu ini haruslah selalu  dipelihara oleh orang orang yag beriman. Janganlah merasa diri lebih baik dari orang lain bahkan lebih suci. Allah berfirman : 

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (QS. An Najm:32)

Mengenai ayat ini, Syaikh Abdurrahman As-Si’di menerangkan bahwa terlarangnya orang-orang beriman untuk mengabarkan kepada orang-orang akan dirinya yang merasa suci dengan bentuk suka memuji-memuji dirinya sendiri. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).

Salah seorang ulama besar Saudi yakni Syaikh Salim al Hilali,  memberikan nasehat yang bermanfaat bagi kita. Beliau mengatakan :  Ketahuilah wahai saudaraku yang tawadhu bahwa :

(1)  Orang berakal, ketika ia melihat orang lain yang lebih tua darinya, (maka) ia bersikap tawadhu terhadapnya, sembari berkata : Dia telah mendahuluiku dalam Islam.

(2) Bila ia menjumpai seorang yang lebih muda usia darinya, iapun bersikap tawadhu kepadanya, sembari berbisik : Aku telah mendahuluinya dalam berbuat dosa. 

(3) Jikalau menyaksikan orang yang seusianya, ia menjadikannya sebagai saudara. (Maka) bagaimana mungkin ia sombong kepada saudaranya sendiri.

Dia tidak menghina siapapun, sebab seorang hamba yang tawadhu tidak melihat dirinya memiliki nilai lebih jika dibanding dengan orang lain. Dia melihat orang lain tidak membutuhkannya dalam masalah agama atau dunia.

Seorang hamba tidak akan meninggalkan tawadhu kecuali kesombongan mencengkeram jiwanya. Dan ia tidak arogan kepada orang lain, kecuali saat ia takjub dengan dirinya sendiri.

Oleh karenanya Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam menjelaskan bahwa sombong adalah menghina orang lain. Sehingga dapatlah disimpulkan bahwa tawadhu tercermin pada penghargaan kepada orang lain. (Dari Kitab at Tawadhu’ Syaikh Salim al Hilali).

Semoga Allah Ta’ala memberi kekuatan kepada kita semua untuk menjaga sikap tawadhu yaitu rendah hati dan menghargai orang lain. Wallahu A’lam. (1.251).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar