PERKARA YANG WAJIB DIJAUHI PARA
PENUNTUT ILMU
Oleh : Azwir B. Chaniago
Dalam syariat Islam belajar ilmu
dihukumi sebagai wajib. Oleh karena itu tidaklah pantas jika seorang hamba
melalaikannya. Rasulullah bersabda : “Thalibul
ilmi faridhatun ‘ala kulli muslim” Belajar ilmu adalah wajib bagi setiap
Muslim. (H.R Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah).
Adapun
ilmu yang paling utama dan wajib
dipelajari adalah ilmu syar’i. Apa yang dimaksud dengan ilmu syar’i diantaranya telah dijelaskan oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, dalam kitab beliau, al ‘Ilm wa Akhlaqu Ahliha,
menjelaskan bahwa : Ilmu syar’i adalah ilmu yang terkandung dalam al Qur an dan
as Sunnah, yakni : (1) Ilmu tentang Allah dan
Sifat-sifat-Nya. (2) Ilmu tentang hak Allah
terhadap hamba-Nya. (3) Ilmu tentang segala hal yang disyari’atkan Allah
kepada hamba-hamba-Nya. (4) Termasuk juga ilmu
tentang jalan yang akan mengantarkan hamba kepada ilmu itu beserta segala
rinciannya.
Ketahuilah
bahwa diantara bentuk keutamaan ilmu dan agungnya ilmu adalah bahwa menuntut
ilmu lebih baik dari pada ibadah-ibadah sunnah. Ibnu Nuaim dan Ulama ulama yang
lainnya menyebutkan dari beberapa sahabat Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam
bahwa beliau bersabda : “Keutamaan ilmu itu jauh lebih baik dibandingkan
dengan amal amalan yang hukumnya sunnah, dan agama kalian yang paling baik
adalah al wara’ (menjauhi syubhat dan maksiat). (HR. Abu Nuaim, kitabnya
Hilyatul Aulia)
Dan
juga banyak sekali perkataan ulama salaf tentang perkara ini. Di antaranya
adalah perkataan Imam asy Syafii. Ar
Rabi’ berkata, aku mendengar Imam asy Syafii berkata : Menuntut ilmu lebih
afdhal (lebih utama) dari shalat sunnah.
Oleh karena sangatlah berbahagia dan beruntung
hamba hamba Allah yang menggunakan sebagian besar waktunya untuk belajar ilmu
sehingga bisa menghilangkan kebodohan pada dirinya bahkan juga pada diri orang
lain melalui dakwahnya.
Namun demikian ketahuilah saudaraku, bahwa ada
beberapa perkara yang sifatnya tercela dan harus dijauhi para penuntut ilmu,
diantaranya :
Pertama : Menyuruh orang lain
melakukan kebaikan tapi melupakan dirinya.
Seorang
penuntut ilmu hendaklah terlebih dahulu memperhatikan dirinya dalam pengamalan
ilmunya sebelum mendakwahkannya. Tidaklah pantas, ketika dia mampu mengamalkan
ilmunya lalu tidak mengamalkannya sementara itu dia menyuruh orang lain untuk
mengamalkan.
Allah
Ta’ala mencela orang orang Yahudi yang berbuat demikian sebagaimana firman
Allah : “Ata’muruunannaasa bil birr wa
tansauna anfusakum wa antum tatluunal kitaaba, afalaa ta’qiluun”. Mengapa
kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan
dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat). Tidakkah kamu mengerti ?. (Q.S al Baqarah 44).
Adh
Dhahak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah didatangi oleh seseorang
seraya berkata : Wahai Ibnu Abbas : Sungguh aku ingin menyuruh berbuat kebaikan
dan mencegah kemungkaran.
Ibnu
Abbas bertanya : Apakah engkau telah menyampaikannya ?. Ia menjawab : (Belum),
Aku baru ingin melakukannya. Kemudian Ibnu Abbas mengatakan : Jika engkau tidak
khawatir akan terbongkar aib dirimu dengan tiga ayat dalam al Qur an maka
kerjakanlah. Ia pun bertanya : Apa saja ketiga ayat tersebut ?.
Ibnu Abbas menjawab :
(1) Firman Allah : “Mengapa kamu menyuruh orang lain mengerjakan
kebaikan sedang kamu melupakan diri (kewajiban) kalian sendiri”. Apakah
engkau telah mengerjakan hal itu dengan sempurna ?. Orang itu menjawab : Belum.
(2) Kata Ibnu Abbas : Lalu ayat yang
kedua : “Wahai orang orang
yang beriman !. Mengapa kamu
mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian disisi Allah, bahwa kamu mengatakan apa yang tidak
kamu kerjakan.” (Q.S ash Shaaf 2-3).
Tanya
Ibnu Abbas : Apakah engkau telah mengerjakan hal itu dengan sempurna ?. Orang
itu menjawab : Belum.
(3)
Kata Ibnu Abbas : Lalu ayat yang ketiga, ucapan Syu’aib seorang hamba yang
shalih, yang disebutkan dalam al Qur an : “Aku
tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya
bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup”. (Q.S Huud
88).
Tanya
Ibnu Abbas lagi : Dan apakah engkau telah mengerjakan hal itu dengan sempurna
?. Ia pun menjawab : Belum. Maka Ibnu
Abbas berkata : Mulailah dari dirimu sendiri. (Diriwayatkan oleh Ibnu
Mardawih, Lihat Tafsir Ibnu Katsir).
Syaikh as Sa’di
antara lain menjelaskan : Ayat dalam surat
al Baqarah 44 ini turun, walaupun kepada bani Israil, namun bersifat umum kepada setiap
orang, karena ini adalah firman Allah. Selanjutnya Syaikh berkata : Barangsiapa
yang menyuruh orang lain kepada kebaikan lalu dia tidak melakukannya atau
melarang dari kemungkaran namun dia
tidak meninggalkannya maka hal itu menunjukkan tidak ada akal padanya. Dan ini
suatu kebodohan. Khususnya bila dia telah mengetahui hal itu dan hujjah
benar-benar telah ditegakkan atasnya. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).
Rasulullah
Salallahu ‘alaihi Wasallam bersabda : Perumpamaan
orang berilmu yang mengajarkan kepbaikan kepada manusia namun ia melupakan dirinya
sendiri, laksana sebuah lilin yang menerangi orang sambil membakar dirinya”. (H.R
ath Thabrani dalam al Muj'am al Kabir).
Rasulullah
bersabda : “Pada malam di isra’kan oleh
Allah aku melihat orang orang yang mulutnya digunting dengan gunting gunting dari
neraka, maka aku berkata : Siapa mereka wahai Jibril ?. Maka ia menjawab :
Mereka adalah para penceramah dari ummatmu yang menyuruh orang melakukan
kebaikan namun mereka melupakan dirinya sendiri, sedangkan mereka membaca al
Kitab, tidakkah mereka berakal ?. (H.R
Imam Ahmad, Ibnu Hibban dan yang selainnya, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Kedua : Perkataan yang menyelisihi perbuatan
Diantara perkara yang wajib dijauhi
oleh seorang penuntut ilmu adalah perkataan yang menyelisihi perbuatannya. Lain
yang dikatakan lain pula yang dikerjakan. Sungguh Allah Ta’ala telah mengingat perbuatan. “Wahai orang orang yang beriman !. Mengapa kamu
mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian disisi Allah, bahwa kamu mengatakan apa yang tidak
kamu kerjakan.” (Q.S ash Shaaf 2-3).
Syaikh
as Sa’di berkata : Apakah kondisi tercela seperti ini pantas bagi orang-orang yang beriman ?.
Bukankah amat besar murka Allah pada orang yang mengatakan sesuatu namun tidak
dikerjakannya.
Oleh karena itu orang yang menyuruh berbuat baik
seharusnya menjadi orang yang pertama mengamalkannya. Dan orang yang melarang
kemungkaran seharusnya menjadi orang yang paling jauh dari kemungkaran itu. (Tafsir Taisir Karimir Rahman).
Rasulullah
Salallahu ‘alaihi Wasallam telah mengingatkan kita tentang perkara ini dalam
sabda beliau : “Seorang laki laki
didatangkan pada hari Kiamat lalu dilemparkan … (H.R Imam Bukhari dan
Muslim).
Imam
Ibnul Qayyim berkata : Orang orang berilmu namun buruk (tercela) itu
(seolah olah) duduk di pintu surga, dengan ucapan ucapan, mereka mengajak
manusia untuk masuk ke dalam surga dengan ucapan ucapannya namun mengajak mereka mengajak manusia masuk ke neraka
dengan perbuatannya.
Saat
lisan mereka berkata : Ayolah kemari !. Tapi perbuatan perbuatan mereka berkata
: Janganlah kalian dengar ajakan itu. !.
Andai
kata apa yang mereka serukan itu benar tentu merekalah yang pertama kali
memenuhi seruan itu. Mereka terlihat bagaikan penunjuk jalan namun sejatinya
mereka adalah perampok. (Fawa’idul Fawaid).
Orang
seperti ini jelas ilmunya tak bermanfaat dan tidak pula mendatangkan kebaikan
bagi dirinya. Oleh karena itu Rasulullah mengajarkan kita doa agar dijauhkan
dari ilmu yang tak bermanfaat. : “Allahhumma
inni as-aluka ‘ilman nafi’an wa rizqan thaiyiban wa amalan mutaqabbalan”. Ya
Allah, sesungguhnya aku bermohon (diberi) ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik
dan amal yang diterima. (H.R Ibnu Majah, Imam Ahmad dan Ibnu Suni dari Ummu
Salamah).
Selain
itu, Rasulullah mengajarkan pula satu
doa : “Allahhumma inni a’udzubika min
ilmin la yanfa’. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari
ilmu yang tidak bermanfaat. (H.R at Tirmidzi dan Abu Dawud).
Ketiga
: Cenderung mencari kenikmatan dunia dan ridha manusia.
Memang ada diantara penuntut ilmu yang
ingin mencari ridha manusia. Agar dikatakan seorang ‘alim, agar popular,
dihargai dan dihormati ditengah masyarakatnya. Pada hal tujuan utama belajar
ilmu adalah mencari ridha Allah Ta’ala. Bukan ridha manusia.
Jadi orang yang berakal sehat
seharusnya sangat bersemangat untuk mencari ridha Allah dengan ilmunya meskipun terkadang membuat manusia tidak
ridha. Sebaliknya orang yang tercela dalam mencari ilmu berupaya menggapai ridha manusia dengan meskipun
mendatangkan murka Allah Ta’ala.
Sungguh
Allah Ta’ala telah mengingatkan dalam firman-Nya : “Wa lau
syi’naa larafa’naahuu akhlada ilal ardhi wattaba’a hawaahu”. Dan kalau Kami
menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajatnya) dengan ayat ayat itu
tetapi dia cederung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. (Q.S
al A’raf 176).
Allah
Ta’ala berfirman : “Barangsiapa
menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya pasti Kami berikan (balasan) atas pekerjaan mereka di dunia (dengan
sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang orang yang
tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka. Dan sia sialah di sana
apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah
mereka kerjakan”. (Q.S Huud 15-16).
Rasulullah
Salallahu ‘alaihi wasallam telah mengingatkan tentang kerugian besar bagi orang
orang yang melakukan perbuatan baik
tetapi ditujukan untuk kesenangan dunia dan mencari perhiasan dunia. Mereka akan menjadi orang yang pertama kali akan diadili dan
dilemparkan ke dalam neraka. Na’udzubillah min dzaalik.
Rasulullah
bersabda : Dari Abu Hurairah, dia berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya manusia pertama kali yang akan
diputuskan (pengadilannya) pada hari Kiamat adalah seorang laki laki yang mati syahid. Dia didatangkan, Allah
menyebutkan nikmat nikmat-Nya kepadanya dan dia mengakuinya.
Allah bertanya : Apa yang telah engkau
lakukan dengan nikmat nikmat-Ku itu ?. Dia menjawab : Aku berperang untuk-Mu
sehingga aku mati syahid. Allah berkata : Engkau dusta. Tetapi engkau berperang
agar dikatakan seorang pemberani dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu
diperintahkan mengenai orang tersebut , kemudiaan dia diseret di atas wajahnya
sehingga dilemparkan ke dalam neraka.
Dan seorang laki laki yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya. Dia
membaca al Qur an. Dia didatangkan, Allah menyebutkan nikmat nikmat-Nya
kepadanya dan dia mengakuinya.
Allah bertanya : Apa yang telah engkau
lakukan dengan nikmat nikmat-Ku itu ?. Dia menjawab : Aku mempelajari ilmu dan
mengajarkannya dan aku membaca al Qur an untuk-Mu. Allah berkata : Engkau
dusta. Tetapi engkau mempelajari ilmu agar dikatakan seorang yang ‘alim, engkau
membaca al Qur an agar dikatakan seorang qaari
dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan mengenai orang
tersebut kemudian dia diseret di atas wajahnya sehingga dilemparkan ke dalam
neraka.
Dan seorang laki laki yang Allah
luaskan rizkinya dan Allah juga memberikan berbagai macam harta benda. Dia
didatangkan, Allah menyebutkan nikmat nikmat-Nya kepadanya dan dia mengakuinya.
Allah bertanya : Apa yang telah engkau
lakukan dengan nikmat nikmat-Ku itu ?. Dia menjawab : Aku tidak meninggalkan
satu jalanpun yang Engkau menyukai infaq padanya kecuali aku berinfaq padanya
untuk-Mu. Allah berkata : Engkau dusta. Tetapi engkau melakukannya agar
dikatakan dermawan dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan
mengenai orang tersebut kemudian dia diseret di atas wajahnya sehingga
dilemparkan ke dalam neraka. (H.R Imam Muslim).
Itulah
diantara perkara yang wajib untuk dijauhi oleh para penuntut ilmu agar ilmunya
betul betul berguna bagi dirinya dan bagi orang lain. Insya Allah ada
manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.129)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar