BERDZIKIR
TIDAKLAH DENGAN SUARA KERAS
Oleh : Azwir B. Chaniago
Berdzikir
kepada Allah Ta’ala adalah sebaik baik
amalan bagi orang orang beriman. Perhatikanlah bahwa Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan kepada para sahabat dalam sabda beliau
: “Maukah aku kabarkan kepada kalian amal
amal kalian yang terbaik, yang
paling suci di sisi Raja kalian, yang paling meningkatkan derajat kalian, dan
lebih baik bagi kalian daripada memberikan emas dan perak, serta lebih baik
bagi kalian daripada bertemu musuh, lalu kalian memenggal leher mereka dan
mereka memenggal leher kalian ? Para sahabat menjawab : Tentu saja wahai
Rasulullah. Maka beliau salallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Yaitu dzikir
kepada Allah ‘azza wa Jalla”. (H.R Imam
Ahmad, Imam Ibnu Majah, al Hakim dishahihkan oleh Syaikh al Albani).
Sungguh
Allah Ta’ala telah memerintahkan orang
beriman untuk banyak berdzikir pada
setiap waktu sebagaimana firman-Nya
: “Wahai orang orang yang beriman, ingatlah kepada Allah, dengan mengingat
(Nama-Nya) sebanyak banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan
petang”. (Q.S al Ahzaab 41)
Ketahuilah
bahwa salah satu pintu masuk syaithan kedalam diri manusia adalah karena lalai
berdzikir. Imam Ibnul Qayiim menyebutkan tiga pintu masuk syaithan kedalam diri
manusia ada tiga. Satu diantaranya
adalah : Lalai berdzikir, karena orang yang berdzikir (seolah olah)
berada dalam benteng. Ketika dia lalai (dari berdzikir) maka pintu benteng itu
terbuka. Lalu musuh pun akan memasukinya dan orang ini akan kesulitan untuk
mengeluarkan musuh (syaithan) yang telah masuk.
Dzikir
adalah ibadah. Oleh karena itu harus dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah
dan ittiba’ yaitu dengan cara cara yang diajarkan Rasulullah. Diantara cara atau
adab dalam berdzikir adalah dengan merendahkan diri, rasa takut dan tidaklah dengan mengeraskan suara
sebagaimana difirmankan Allah Ta’ala : “Wadzkur
rabbaka fii nafsika tadharru’an wa khiifatan wa duunal jahri minal qauli bil
ghuduwwi wal aashaali wa laa takun minal ghaafiliin”. Dan ingatlah Rabb-mu
dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa
takut dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang dan
janganlah kamu termasuk orang orang yang lalai.
(Q.S al A’raf 205).
Syaikh
as Sa’di berkata : Dzikir kepada Allah bisa dengan hati, dengan lisan dan bisa
pula dengan keduanya. Dengan lisan dan hati adalah bentuk dzikir yang paling
sempurna. Allah memerintahkan hamba dan Rasul-Nya Muhammad dan orang orang yang
mengikutinya agar mengingat Allah pada dirinya, yakni dengan ikhlas dan dalam
keadaan sendiri “dengan merendahkan diri”
dengan lisanmu, mengulang ulang macam macam dzikir “dan rasa takut” didalam hatimu dimana kamu takut kepada Allah.
Hatimu khawatir dan cemas terhadap amalmu yang mungkin tak diterima.
Bukti
rasa takut tersebut adalah kesungguh kesungguhan dan keseriusan dalam (1)
menyempurnakan (2) memperbaiki dan (3) mengikhlaskan amal. “Dan dengan tidak mengeraskan suara” . Yakni ambillah jalan tengah.
Janganlah kamu mengeraskan doa (dan dzikirmu) dan jangan pula menyamarkannya
dan carilah jalan tengah di antara itu.
“Di waktu pagi dan petang”. Dua waktu ini memiliki keistimewaan dan
keutamaan untuk berdzikir kepada Allah. “Dan
janganlah kamu termasuk orang orang yang lalai”. Yaitu orang orang yang
melupakan Allah lalu Allah menjadikan mereka melupakan diri mereka sendiri.
(Tafsir Taisir Karimir Rahman).
Dalam hadits Abu Musa al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika
sampai ke suatu lembah, kami bertahlil dan bertakbir dengan mengeraskan
suara kami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda : “Wahai
sekalian manusia. Lirihkanlah suara kalian. Kalian tidaklah menyeru sesuatu
yang tuli dan ghaib. Sesungguhnya Allah bersama kalian. Allah Maha
Mendengar dan Mahadekat. Mahaberkah nama dan Mahatinggi kemuliaan-Nya.” (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Hadits ini dengan sangat jelas menunjukkan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah
suka dengan suara keras ketika berdzikir. Beliau langsung menegor para sahabat
ketika berdzir dengan keras.
Imam ath Thabari berkata : Hadits
ini menunjukkan dimakruhkannya mengeraskan suara pada doa dan dzikir.
Demikianlah yang dikatakan para salaf yaitu para sahabat dan tabi’in.” (Fathul
Bari).
Oleh karena itu maka seorang hamba tentulah akan senantiasa banyak
berdzikir kepada Allah dan dengan merendahkan diri dan suara lirih serta rasa
takut. Insya Allah ada manfaatnya bagi kita semua. Wallahu A’lam. (1.112)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar